LSBO Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan Gelar Pameran Seni Rupa “Nyanyi Sunyi”, Jadi Ingat Kisah Sedih Raja Penyair Amir Hamzah

oleh

PASURUAN| DutaIndonesia.com – LSBO Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Pasuruan menyelenggarakan pameran seni rupa dengan tajuk “Nyanyi Sunyi” di Gedung Dakwah Muhammadiyah Lantai 3 Jl.  Raya Raci, Bangil,  atauTimur Gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, tanggal 5-12 Maret 2023. Pameran ini dibuka mulai pukul 09.00 WIB, hingga 21.00 WIB setiap harinya.

Pameran karya seni rupa ini dalam bentuk Art Project, Lukisan, Patung, Seni Cetak (Grafis),  Fotografi, Video Art, Performance Art, Instalation Art, Kriya, Drawing, New Media, dan lain-lain.

Pameran seni rupa “Nyanyi Sunyi”  merupakan salah satu rangkaian kegiatan semarak Musyawarah Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah Kabupaten Pasuruan yang juga diselenggarakan pada 5-12 Maret 2023.

Dengan semangat fastabiqul khairat segenap penyelenggara berharap kegiatan pameran seni rupa “Nyanyi Sunyi” dapat dihadiri oleh para pelajar, pemerhati seni dan masyarakat umum se-Kabupaten Pasuruan. Kegiatan ini secara khusus dapat menjadi pembelajaran luar kelas, materi seni dan budaya bagi para peserta didik. Dengan memberikan apresiasi terhadap karya-karya dari para seniman yang ada, peserta didik dapat menyelami latar belakang dan proses pembuatan karya seni rupa.

Ketua Pelaksana pameran, Achmad Fuad Hasyim kepada DutaIndonesia.com, Rabu (8/3/2023) mengatakan, Muhammadiyah adalah organisasi yang menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam yang mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Maka dari itu, Muhammadiyah bergerak serius secara intensif dan ekstensif dalam berdakwah lewat berbagai kegiatan di semua lini kehidupan manusia, tak terkecuali seni budaya.

Muhammadiyah menetapkan seni budaya termasuk perkara-perkara yang dihukumi mubah dan hukumnya bisa berubah tergantung seperti apa perwujudan seni budaya itu. Hal itu juga telah tercantum dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, dalam bidang seni.

Sementara Njanji Soenji (EYD: Nyanyi Sunyi) adalah koleksi puisi sang raja penyair Pujangga Baru Amir Hamzah tahun 1937. Koleksi ini terdiri dari 24 puisi berjudul dan bait-bait prosa lirik dan ditulis kira-kira setelah ia dipaksa menikahi putri Sultan Langkat. Semasa Amir menempuh pendidikan di Solo, ia menjalin kasih dengan seorang putri Jawa, Ilik Sundari. 

Di tengah kemesraan itu Amir kehilangan ibunya, lalu ayahnya setahun kemudian. Biaya studinya kemudian ditanggung oleh Sultan Mahmud, Sultan Langkat.

Paman yang sekaligus Raja Kesultanan Langkat itu sejak awal tak menyukai aktivitas Amir di dunia pergerakan. Apa yang dikerjakan Amir dianggapnya bisa membahayakan kesultanan. 

Untuk menghentikan aktivitas Amir di dunia pergerakan, ia pun memanggilnya pulang ke Langkat untuk dinikahkan dengan putrinya, Tengku Puteri Kamaliah. Amir bisa saja menolak. 

Tapi ia sadar telah berhutang budi pada Sultan Mahmud. 

Amir dan Ilik akhirnya dipaksa menerima kenyataan bahwa cinta kasih mereka harus berakhir. 

Pernikahan Amir dan Kamaliah adalah pernikahan yang dipaksakan demi kepentingan politik. Keduanya harus menjalani pernikahan itu meski saling tahu bahwa mereka tak saling mencintai. Di tengah itu, kerinduan dan kehilangan Amir pada Ilik tetap kuat membekas. 

Diam-diam Kamaliah ternyata tahu kisah cinta kasih Amir dan Ilik Sundari. Ia turut merasakan kesedihan cinta yang tak sampai itu. Pada putrinya, Tahura ia menyampaikan niat mengajak Ilik ke Makkah naik haji bertiga bersama Amir. Bahkan, jika Amir ingin tetap menikahi llik, ia  merelakannya. 

Namun sebelum semua tercapai, suasana Revolusi Kemerdekaan membawa ketidakpastian politik yang menyebabkan kerusuhan di seluruh Langkat. Atas hasutan segolongan laskar rakyat dengan agenda politik mereka, meletus lah kerusuhan sosial. Istana Langkat diserbu dan dijarah. Amir tak tentu nasibnya. Ia diculik, ditahan dan disiksa di sebuah perkebunan, lalu dipenggal.

Seperti perpisahan dengan Ilik dan pernikahannya dengan Kamaliah, kematiannya pun diwarnai akan kepentingan politik. Jassin menulis bahwa “nyanyian Amir adalah nyanyian jiwa manusia”, menunjukkan  kesedihan dan kebahagiaan yang tidak mengenal kelas atau tingkatan. Kata “Sunyi” sebagai cara untuk menyampaikan masalah-masalah duniawinya dengan waktu, identitas diri, Tuhan, dan cinta. Di akhir koleksi puisi ini, cinta fisik beralih menjadi cinta spiritual dan jawaban atas  permasalahannya berasal dari hal supernatural. 

Jakob Soemardjo mengatakan pada buku Filsafat Seni karangannya, “Manusia membutuhkan waktu luang untuk merenungkan pengalaman hidupnya dan pengalaman bersama orang lain agar dapat memberikan penilaian, memberikan arti baginya. Penilaian itu dibutuhkan agar manusia dapat belajar dari hidup ini. Dapat mengambil nilai-nilainya, harganya,  kegunaannya, manfaatnya, yang sesuai dengan keinginan atau perhatiannya. Manusia bukan binatang yang tak pernah merenungkan pengalaman hidupnya.” 

Pada pameran ini, setiap seniman tidak digiring untuk menerjemahkan puisi maupun merepresentasikan Nyanyi Sunyi versi Amir Hamzah. Istilah tersebut dipinjam sebagai upaya mendorong seniman masuk ke ranah spirituil untuk memaknai berbagai perkara duniawi yang dialami masing-masing. Proses ini menjadi jalan tengah dengan cara lebih esensial, sebagai ekspresi sekaligus eksperimen estetik agar dapat menghasilkan keberagaman perspektif tetapi tidak saling melukai. 

Manusia adalah makhluk yang dikaruniai akal-pikiran, membuatnya bisa berkehendak untuk memilih.

Kemampuan mempelajari, memahami dan memaknai segala sesuatu dalam kehidupan sadar sehari-hari adalah syarat mutlak bagi proses eksistensial. Namun, karena kompleksitas alam yang tak terbayangkan dan tingkat ketidakpastian makna yang tinggi, segala sesuatu dapat dimaknai berbeda tergantung sudut pandang apa yang digunakan untuk meneropongnya.

Pengalaman ini akan membawa manusia pada titik pendewasaan, dimana kesadaran logis menjadi pembuka perspektif. Seni berguna bukan hanya karena keindahan wujudnya, tetapi juga karena menyentuh kehidupan nyata.

Kurator dalam pameran ini adalah Figo Dimas Saputra. Peserta dalam pameran ini adalah 53 seniman yang terdiri dari seniman lokal Kabupaten Pasuruan dan seniman dari luar daerah Pasuruan.

Mereka antara lain Abdul Karim, Kartika Diana, Abdul Muchlis (Chicis), Khafidz Fadli (Toyol), Achmad Toriq, Lail Lafi Ilyun, Afif Abdul F., M. Medik, Afreshawenny, M. Ibnu Hernanda (Memo), Agung Prabowo, M. Mischat, Akbar Mahadi, M. Mujibburohman (Mujib), Anang Novianto (Petong), Muchlis Zahidy, Anggi Heru, Mukhlis Arif.

Lalu Anwar Sanusi, Muzeian, Badrie, Navida Ima Maisa, Bagus Karunia S. (Iwan), Nofi Sucipto, Dadang Rukmana, Nurita Izza.

Ada pula Dien Kuda, Nurkojin, Dyon Murdiono, Nuru Sahru R. (Adon), Fadjar Sutardi, Romi Setiawan, Fathur Rojib, Saiful Adnan, Garis Edelweiss, Saiful Ulum.

Kemudian Gatot Pujiarto, Suryadi, Ghufron, Toni Ja’far,  Hasan Saifudin, Wahyu Nugroho, Joko Pramono (Jopram), Watoni, Joni Ramlan, Yoes Wibowo, Jumaldi Alfi.

(gas)

No More Posts Available.

No more pages to load.