Bekerja di Negeri Sakura Jepang tidak selamanya bisa sukses seperti digambarkan oleh konten kreator di media sosial. Ada yang gagal seperti Evrizal Muttaqin. Pekerja asal Indonesia di Jepang ini sekarang terbaring sakit akibat penyakit Skizofrenia. Para diaspora Indonesia di Jepang menggalang dana untuk biaya perawatan medis pemuda asal Bogor itu.
Oleh Gatot Susanto
SALAH seorang diaspora Indonesia di Jepang, Hj. Anggita Aninditya (Gita), mengajak umat Islam memanfaatan momentum Ramadhan untuk berbagi. Gita yang sejak 1 November 2014 lalu mengikuti sang suami, Dr. H. Miftakhul Huda, M.Sc, yang bekerja sebagai PostDoc di Gunma University ini, salah satunya mengajak membantu Efrizal Muttaqin. Pekerja migran Indonesia di Jepang itu baru saja dipulangkan ke Indonesia lantaran sakit parah.
“Efrizal Muttaqin itu WNI yang kami bantu pulangkan ke Indonesia. Dia sempat dirawat di Nagoya Islamic Center. Harapannya semoga pemerintah lebih aware dan bertanggung jawab dengan PMI (pekerja migran Indonesia, Red) di luar negeri,” kata Gita kepada DutaIndonesia.com, Kamis (6/3/2025).

WNI yang sekarang menjabat Dewan Pakar PCI Muslimat NU Jepang ini lalu menceritakan kondisi Efrizal. Pemuda asal Bogor itu, kata dia, sebenarnya cerdas dan taat beragama. Gita yang juga menjadi pengurus Higashi Nagoya Islamic Center menjelaskan bahwa Efrizal merantau ke Jepang dengan visa Tokutei Ginou demi mengubah nasib untuk membantu perekonomian keluarganya.
Visa Tokutei Ginou atau Specified Skilled Worker (SSW) adalah visa kerja untuk warga negara asing di Jepang. Visa ini dikeluarkan oleh Pemerintah Jepang untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja di sejumlah bidang.
Namun ternyata bekerja di Negeri Sakura tidak sepenuhnya indah seperti digambarkan oleh para konten kreator di media sosial. Dia harus bekerja keras dalam tekanan yang tinggi hingga kini mengalami skizofrenia akut. Terakhir sebelum dipulangkan ke Indonesia, dia bekerja sebagai Kaigo–perawat orang lanjut usia–yang tugasnya juga sangat berat.
“Kerjaan kaigo itu berat. Mengurus lansia. Dan seringkali satu perawat memegang puluhan lansia,” kata Gita.
Bisa dibayangkan rumitnya mengurus orang tua yang sebagian ada jompo dan sakit. Apalagi ada kendala beda tradisi budaya antara Indonesia dan Jepang.
Efrizal, kata dia, berasal dari keluarga kurang mampu. Dia mengalami masa kecil penuh kesulitan sehingga akhirnya memutuskan merantau ke luar negeri.
Setelah lulus N3 (salah satu tes Bahasa Jepang untuk keperluan kerja di negeri itu, Red.), Efrizal kemudian bekerja sebagai petani di Jepang. Dalam banyak tayangan Youtube, petani asal Indonesia di Jepang digambarkan sukses lantaran pertanian di negeri Sakura ini dikelola secara modern dan canggih. Namun tidak sepenuhnya gambaran itu benar sebab ada juga yang gagal. Efrizal yang hanya seorang pekerja pertanian di sana termasuk yang gagal tersebut.
Dia lalu beralih menjadi perawat lansia atau Kaigo. Namun, tekanan kerja yang sangat berat membuatnya sakit. Lebih parah lagi dia mengalami pemecatan atau PHK sepihak yang membuat kondisinya memburuk hingga akhirnya kehilangan kesadaran.
“Efrizal dengan dedikasinya yang tinggi semangat bekerja. Dia sopan dan cekatan. Namun pada Desember 2024, qadarullah, dia menghadapi rentetan cobaan berat, mulai dari kehilangan pekerjaan akibat pemutusan kontrak kerja sepihak oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab, kehilangan tempat tinggal secara paksa, ditambah tekanan hidup yang berdampak pada kondisi psikis dan fisiknya. Meski sudah beberapa kali menjalani perawatan di rumah sakit tapi kondisinya belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Dia sempat tinggal di Masjid Higashi Nagoya Islamic Center,” ujarnya.
Saat ini setelah dibantu pulang ke Indonesia pada Januari 2025, kesehatannya semakin menurun. Ia mengalami gangguan tidur, waham, ketakutan, serta tidak mengenali keluarganya. “Diagnosis terbaru menyatakan dia menderita Skizofrenia Affective, dengan obat-obatan yang tidak ditanggung BPJS,” katanya.
Karena itu, diaspora Indonesia di Jepang menggalang dana melalui kitabisa.com untuk membantu pengobatan Evrizal.
“Kami membutuhkan dana Rp45 juta untuk perawatan, obat-obatan, psikoterapi, dan kontrol ke psikiater. Kami sudah berusaha mencari bantuan, namun dana yang terkumpul masih jauh dari cukup. Mohon bantuannya agar Evrizal bisa sembuh dan kembali menjalani hidupnya,” katanya.
Saat melihat proses penggalangan dana di kitabisa.com hingga Kamis (6/3/2024) siang memang bantuan yang terkumpul masih sangat sedikit. Hanya Rp3.973.262 dari kebutuhan pengobatan sebesar Rp45.000.000. “Karena itu di momen Ramadhan yang penuh berkah ini, kami mohon bantuan untuk kesembuhan Evrizal,” katanya. (*)
INGIN MENYUMBANG EFRIZAL KLIK DI SINI:
https://kitabisa.com/campaign/bantuevrizalpulihdariskizofrenia?utm_source=socialsharing_donor_web_null&utm_medium=share_campaign_copas&utm_campaign=share_detail_campaign