Oleh Imam Shamsi Ali*
SEBAGAIMANA hari-hari biasanya, hari ini saya kembali mengambil Subway (kereta bawah tanah) menuju kantor di kawasan pusat kota Manhattan. Biasanya jika sempat dalam perjalanan yang memakan waktu hingga 40 menitan itu saya pakai untuk menulis, mempersiapkan materi ceramah, atau jika mendapat tempat duduk yang baik dan memang lelah saya pakai untuk istirahat.
Tapi pagi ini ketika saya sedang menulis, menyiapkan materi tafsir untuk malam nanti, di samping saya ada seseorang wanita muda dengan pakaian yang rapi. Tampak sekali-sekali melirik ke HP yang saya pakai menulis. Tampaknya tertarik dengan tulisan bahasa Arab (ayat Al-Quran) yang akan saya bahas malam nanti.
“Sorry, can I ask you a question?” sapanya.
“Yes of course” jawab saya.
“Is that Arabic writing” (apakah itu tulisan Arab?), tanyanya.
“Yes it’s right. Do you like it?” (Benar. Anda suka?), tanya saya pura-pura.
Dia diam sejenak. Tapi kemudian menyambung. “I think you are a Muslim right?” (Barangkali anda Muslim bukan?), tanyanya lagi.
“Yes i am (benar, saya Muslim),” jawab saya singkat.
Saya kembali meneruskan persiapan materi tafsir saya. Tapi tampaknya sekali-sekali dia masih melirik ke tulisan saya. Karenanya saya khawatir jangan-jangan ada yang dicurigai. Untuk itu saya yang justru bertanya: “is there anything surprises you with the writing?” (Adakah yang mengejutkan anda dengan tulisan ini?)
Sambil tersenyum tersipu dia menjawab: “oh no. It’s just looking great” (oh tidak. Hanya tampak indah).
Saya kemudian mencoba menetralisir, jangan-jangan memang tulisan Arab ini menimbulkan sesuatu yang mencurigakan. Maklum kesalahpahaman terhadap Islam masih sangat tinggi. Dan Islam selalu diidentikkan dengan hal-hal yang berbau Arab.
“You may’ve wanted to know what this writing is all about” (barangkali anda ingin tahu tentang tulisan ini?),” saya mulai menjelaskan.
“These are verses from the holy Qur’an, the Holy Book of the Muslims. We read it from its original language, Arabic. Our Holy Book is preserved in its original language”.