PONTIANAK | DutaIndonesia.com – Kesultanan Pontianak memiliki sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesultanan Melayu yang didirikan tahun 1771 oleh Sultan Syarif Abdurahman Al-Qadri itu banyak berjuang melawan penjajah di era kemerdekaan serta menyebarkan agama Islam di Kalimantan.
Kerajaan di Pontianak berawal saat Syarif Abdurahman Al-Qadri menjejakkan kakinya di tepian pertemuan Sungai Kapuas Kecil, Sungai Kapuas, dan Sungai Landak. Saat itu, ia masih berusia 32 tahun.
Sultan Syarif merupakan putra dari Al Habib Husin Al-Qadri, seorang penyebar ajaran Islam yang berasal dari Arab. Ibunda Sultan Syarif adalah seorang putri Kerajaan Matan, dan istrinya adalah putri Kerajaan Mempawah.
Saat itu, Sultan Syarif membuka hutan dan menjadikannya sebagai permukiman. Oleh karenanya, ia dikenal sebagai pendiri Kota Pontianak. Berkat kepemimpinannya, Pontianak tumbuh jadi kota perdagangan dan pelabuhan. Ia pun dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Pontianak.
Pada tahun 1779, Kesultanan Pontianak menjalin kerjasama dengan Belanda. Isinya, pemerintahan Tanah Seribu bersedia bekerja sama jika penguasaan Belanda memberi keuntungan bagi masyarakat.
Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, Kerajaan Pontianak mulai kehilangan eksistensinya, tepatnya pada tahun 1930-an. Ditambah lagi dengan datangnya Jepang ke tanah Pontianak tahun 1942.
Saat penjajahan Jepang, sejumlah kerajaan di Kalimantan Barat dihancurkan, termasuk Pontianak. Penangkapan, penyiksaan hingga pembunuhan masyarakat, yang berlangsung selama September 1943 hingga Januari 1944.