MEDAN|DutaIndonesia.com – Umat Islam kembali diuji kesabarannya. Karena itu umat Islam tidak boleh terprovokasi, harus selalu waspada, dan terus melawan pihak-pihak yang memojokkan Islam dengan cara yang baik.
Belum lama umat Islam dibuat jengkel dengan kasus pembakaran mimbar sebuah masjid di Makassar, Sulawesi Selatan, kini kasus lain terjadi lagi menimpa seorang muazin sebuah masjid di Medan, Sumatera Utara (Sumut), bernama M. Syawal.
Muazin ini diduga dianiaya oleh seorang jamaah berinisial R. Peristiwa itu terjadi saat Syawal makan usai Salat Magrib.
“Senin (20/9) kemarin setelah Salat Magrib. Awalnya saat makan, begitu kami makan si R membanting piring di sebelah saya,” kata Syawal kepada wartawan, Senin (27/9/2021).
Setelah membanting piring, R keluar dari ruang makan yang masih berada di wilayah masjid. Sambil keluar, R melontarkan kata-kata kasar kepada Syawal.
“Dia bilang saya bukan orang situ, tapi sok mau berkuasa. Terus menyinggung masa lalu saya soal narkoba. Dia bilang saya di situ modus saja, padahal penjahat,” katanya.
Syawal mengatakan R menyinggung masa lalunya sebagai pengguna narkoba. Kepada R, Syawal mengaku telah menjelaskan tentang dirinya yang sudah bertaubat dan tidak lagi menggunakan narkoba usai dua tahun keluar dari penjara.
Mendengar jawaban Syawal, R kemudian marah. R kemudian mendorong Syawal ke dinding dan melakukan penyerangan menggunakan pisau.
“Dia pegang pisau, tiga kali saya bisa menghindari. Keempat kena kuping saya dan saya mendapatkan 39 jahitan,” ujar Syawal.
Karena tidak terima atas perbuatan itu, Syawal kemudian melaporkan R ke polisi. Laporan itu bernomor: LP/216/IX/2021/SPKT/RESTABES MDN/SEK MDN BARAT tertanggal 20 September 2021.
“Saya harap dia ditindak, dia selalu buat resah di masjid itu, sebelum saya juga dia beberapa kali dia ribut sama orang masjid, termasuk sama BKM dan jemaah,” katanya.
Namun, R yang kemudian diketahui sebagai Romadona, juga membuat laporan ke polisi.
Romadona mengaku dirinya lebih dulu diserang oleh Syawal. Menurutnya, sayatan terhadap Syawal merupakan pertahanan diri yang dilakukannya.
“Jadi kita mempertahankan diri kita dari serangan tikaman dia (Syawal). Jadi adapun yang terjadi di kupingnya itu, sebab akibat aja,” ujar Romadona kepada wartawan, Senin (27/9/2021) seperti dikutip dari detik.com.
Korban Lain
Sebelumnya ustad dan ulama juga jadi korban serangan orang. Salah satunya menimpa Syekh Ali Jaber saat mengikuti acara wisuda di Masjid Falahuddin, Lampung, Minggu (13/09/2020) silam.
Selanjutnya, mengutip suarajatim.id, menimpa Imam Masjid Al Falah Darul Muttaqin, Ustaz Yazid.
Dia ditusuk oleh jamaahnya menggunakan pisau saat memimpin doa usai salat Isya berjamaah, Kamis (23/7/2020) malam. Pelaku berinisial IM merupakan salah seorang warga yang sering dirukyah oleh Ustaz Yazid.
Bahkan pengurus Persis di Cigondewah, Bandung, Jawa Barat, H.R Prawoto meninggal dunia usai dianiaya oleh AM (45) tetangganya sendiri pada awal 2018 lalu. Dari pemeriksaan pelaku mengalami gangguan jiwa.
Insiden berawal saat pelaku mencongkel rumah korban yang berhasil dipergoki oleh korban. Saat ditanya oleh korban, pelaku justru mengamuk dan menyerang korban. Yang aneh memang pelaku sering diindikasikan gangguang jiwa. Benarkah demikian?
Murni Kriminal
Yang jelas, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya menegaskan tindakan serangan yang belakangan terjadi terhadap ustaz atau ulama hingga rumah ibadah bukan bentuk kriminalisasi. Dia mengatakan itu murni sebagai tindakan kriminal terhadap ulama dan rumah ibadah.
Mahfud menyampaikan itu untuk meluruskan terkait adanya kesalahpahaman di tengah masyarakat mengenai penggunaan istilah kriminalisasi ulama. Terlebih, pernyataan itu disampaikan Mahfud MD terkait aksi penembakan terhadap ustaz di Tangerang hingga aksi pembakaran mimbar masjid di Makassar.
“Saya mau menambahkan tentang kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Ada yang mengatakan ini merupakan gejala meningkatnya kriminalisasi terhadap ulama ataupun ustaz. Saya tegaskan tadi, satu siapapun pelaku untuk ditangkap dan diproses. Yang kedua istilah kriminalisasi ini salah,” kata Mahfud dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (26/9/2021).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menjelaskan, kriminalisasi ulama itu ialah istilah yang digunakan apabila ada seorang ulama yang tidak melakukan suatu tindakan kriminal lalu dituduh melakukannya. Sehingga, itu bisa disebut sebagai bentuk kriminalisasi ulama.
“Yang terjadi belakangan ini justru orang yang disebut ustaz atau tokoh atau tempat ibadah itu menjadi korban dari sebuah kegiatan kriminal yang nyata. Sehingga tidak bisa dianggap kriminalisasi terhadap tokoh agama,” jelas Mahfud. (det/wis)