NEW YORK| DutaIndonesia.com – Diaspora Indonesia di Amerika Serikat (AS) pelaku industri fashion, Vanny Tousignant, tidak terlalu panik dengan kebijakan Presiden Donald Trump terkait tarif impor perdagangan. Sebelumnya Presiden RI Prabowo Subianto juga optimis Indonesia mampu menghadapi situasi kebijakan terbaru Presiden Donald Trump yang memicu perang dagang dengan sejumlah negara tersebut.
“Saya sendiri kurang expert mengenai tarif secara global, tetapi kalau saya melihat dari kacamata saya sendiri mengenai dampak kebijakan tarif dari Amerika untuk industry fashion Indonesia, saya pikir dampaknya masih bisa kita atasi dengan meningkatkan quality control (QC). Tujuannya agar kita bisa bersaing secara global, khusus bersaing di pasar Amerika. Soal kenaikan harga–sebagai dampak kenaikan tarif ekspor impor– tidak akan mempengaruhi daya beli masyarakat international, khusus Amerika, asalkan wuality kita pun ditingkatkan. QC punya peran penting di dalam business, bukan hanya fashion tetapi juga untuk bidang lain seperti furniture maupun garment, dan lain-lain,” kata Vanny, founder dan produser serta desainer New York Indonesia Fashion Week (NYIFW), kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (9/4/2025).
Vanny bersama tim NYIFW dari Amerika sendiri akan menggelar fashion show di Bandung Jawa Barat. Selain itu Vanny juga akan bertukar pikiran dan informasi soal peluang bisnis di Amerika dengan pelaku UMKM setempat.
“Saya akan ke Indonesia bulan Mei ini untuk bersilaturahmi dengan para pegiat Fashion Indonesia, khususnya dari kalangan UMKM Indonesia, di acara New York Indonesia Fashion Week nanti di Bandung. Saya berharap juga dapat memberikan masukan-masukan kepada para pegiat fashion di Bandung nanti bahwa tidak perlu takut dengan adanya kebijakan tarif dari Presiden Trump, karena kami dari New York Indonesia Fashion Week siap membantu untuk mempromosikan dan memberikan arahan mengenai pasar dan penjualan fashion Indonesia di Amerika, khususnya di New York dan sekitarnya,” kata Vanny yang sudah puluhan tahun tinggal di New York ini.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto menyatakan optimistis Indonesia mampu menghadapi situasi kebijakan terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait tarif impor perdagangan. “Saya sangat prihatin, tapi ini fakta yang dihadapi semua dunia. Saya percaya fondasi kita kuat, whatever happened, saya kira kita akan mampu bertahan,” kata Presiden dalam sesi wawancara bersama tujuh jurnalis media nasional di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, dilansir dari Tim Media Presiden di Jakarta, Selasa kemarin.
Kepala Negara mengatakan bahwa kerukunan dan gotong royong masyarakat telah terbukti efektif membawa Indonesia bertahan dari situasi kritis, masing-masing di 1998, 2008, termasuk pandemi COVID-19. Meski demikian, Presiden tak menampik bahwa industri padat karya di Tanah Air seperti tekstil, sepatu, garmen, dan furnitur akan terdampak. Kepala Negara kemudian menegaskan komitmennya untuk mencari jalan keluar dan memitigasi dampak yang berpotensi muncul akibat AS mengenakan tarif 32 persen untuk RI tersebut.
“Saya harus kumpul dengan tokoh-tokoh industri, kita bicara, kita cari jalan keluar, kita mitigasi kesulitan yang akan ditimbulkan,” ujarnya.
Merespons isu lainnya, Presiden juga menegaskan bahwa fundamental Indonesia terkait pasar modal juga kuat dan baik. Ia menambahkan, pasar modal adalah pasar saham yang dipengaruhi oleh mekanisme pasar dan terdapat siklus yang terkadang memicu fluktuasi nilai saham.
Di sisi lain, utang negara serta inflasi Indonesia, disebut Presiden, termasuk ke dalam kategori yang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia.
“Kalau saya lihat, fundamental kita kuat. Apa yang terjadi di pasar saham, kita punya kekuatan dan kita akan investasi. Saya tidak terlalu takut dengan pasar modal karena Indonesia punya kekuatan,” katanya.
Kepala Negara menambahkan, bahwa utang pemerintah Indonesia termasuk yang relatif kecil bila dibandingkan dengan banyak negara. “Inflasi kita terendah di dunia,” kata Prabowo.
Warga AS Panic Buying
Sementara itu, sejumlah warga Amerika Serikat (AS) sendiri dilaporkan tengah panik dengan ulah Presiden Trump. Mereka menimbun barang kebutuhan pokok terkait berlakunya kebijakan tarif impor Donald Trump pada Rabu (2/4/2025). Kekhawatiran akan lonjakan harga dan ketidakpastian ekonomi mendorong konsumen seperti Thomas Jennings (53), untuk mengisi troli belanjanya hingga penuh.
“Saya membeli dua kali lipat dari biasanya; kacang, makanan kaleng, tepung, semuanya,” ujar Jennings di sebuah toko di New Jersey, dikutip dari Reuters, Rabu kemarin.
“Saya mempersiapkan diri untuk situasi yang terburuk. Resesi sepertinya akan datang,” imbuhnya. Kekhawatiran sejenis juga dirasakan oleh Angelo Barrio, pensiunan dari industri garmen. Sejak November lalu, dia sudah mulai menimbun barang tahan lama seperti pasta gigi, sabun, air, dan beras. Di ruang bawah tanah rumahnya, enam kontainer besar sudah penuh dengan makanan kaleng dan barang kebutuhan lainnya.
“Saya sudah punya 20 botol minyak zaitun sekarang,” katanya sambil tertawa. “Kita tidak pernah tahu seberapa banyak yang kita butuhkan,” tambahnya. Barrio juga menyatakan simpatinya terhadap China, yang saat ini menjadi sasaran ancaman tarif tambahan 50 persen dari Trump. “Saya rasa mereka (China) tidak salah apa-apa. Mereka sudah banyak membantu kita dengan menyediakan barang murah selama ini,” ujarnya.
Dampak tarif juga dirasakan oleh kelompok dengan penghasilan tetap seperti lansia. Maggie Collins, seorang pekerja fasilitas lansia di North Bergen, New Jersey, berusia 60-an tahun, mengatakan dirinya kini lebih selektif dalam berbelanja. Di toko serba ada, ia memilih produk dari merek yang lebih murah daripada merek besar. Harga daging cincang yang biasa ia beli melonjak menjadi 16 dollar AS (Rp 270.400), memaksanya memilih versi yang lebih murah seharga 8 dollar AS (Rp 135.200). “Anak muda zaman sekarang pasti lebih kesulitan,” ujarnya. “Baru saja mulai hidup, dunia sudah sekeras ini,” imbuh Collins.
Bukan hanya kebutuhan pokok. Konsumen mobil di Amerika Serikat (AS) juga terserang ‘virus’ panic buying setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif 25 persen untuk kendaraan dan suku cadang impor. Lantas, bagaimana tanggapan pakar atau ahli ekonomi mengenai fakta tersebut?
Disitat dari CBS News dan Times Union, masyarakat AS ramai-ramai menyerbu dealer Honda dan Stellantis di kawasan setempat. Mereka khawatir, harga mobil yang telah mereka incar sejak lama naik drastis. Sehingga, makin sulit untuk dibeli.
Mengutip pernyataan Trump, kebijakan impor kendaraan seharusnya sudah berlaku sejak awal bulan ini. Namun, sejumlah pabrikan masih menahan harga dan belum menaikkannya. Menurut prediksi pengamat, kenaikan baru terasa mulai pekan depan.
Menurut Tax Foundation, sebuah lembaga riset non-partisan, tarif baru ini diperkirakan akan membebani warga AS hingga 3,1 triliun dollar AS (Rp 52.390 triliun) dalam 10 tahun ke depan, dengan dampak langsung sekitar 2.100 dollar AS (sekitar Rp 35 juta) per rumah tangga pada 2025. Meskipun sebagian besar masyarakat masih menunggu dan melihat, banyak yang khawatir akan terjadinya gelombang panic buying seperti saat pandemi COVID-19, yang menyebabkan kekosongan barang di rak toko dan lonjakan harga yang drastis. * gas/kcm/det/wis