Oleh Masdawi Dahlan*
SALAH satu problem krusial pelaksanaan pemilu di Indonesia selama ini adalah praktik curang dan politik uang. Dalam beragam bentuk dan tingkatannya pemilu apakah itu pemilihan DPR dari pusat hingga daerah maupun pemilihan pemimpin eksekutif mulai dari presiden hingga kepala desa, curang dan politik uang selalu menjadi masalah utama.
Anehnya soal kecurangan dan politik uang ini dianggap hal yang biasa oleh masyarakat maupun penegak hukum. Padahal kecurangan dan politik beli suara itu merupakan praktik politik yang dilarang oleh hukum dan perundang undangan maupun oleh ajaran agama, utamanya agama Islam. Karena dampak negatifnya sangat fatal pada kualitas dan efektifitas kepemimpinan maupun pada perjalanan kehidupan berbangsa dan benegara.
Namun sayangnya di negeri ini persoalan ini tidak pernah diseriusi untuk diselesaikan, bahkan praktik politik haram ini makin terus menggila. Akibatnya hukum dan demokrasi cacat tidak membuahklan arti apa apa dalam upaya perbaikan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagi pasangan atau kandidat yang memiliki banyak uang akan memiliki kesempatan yang besar untuk memenangkan kontestasi. Faktanya banyak kandidat yang bagus kalah dengan kandidat yang biasa saja namun karena kekuatan kapitalnya.
Menghadapi Pilkada serentak 27 Nopember tahun 2024 ini, sangat besar kemungkinan akan kembali muncul praktik curang dan politik uang yang akan dimainkan oleh oknum pasangan tertentu bersama tim dan pendukungnya.
Gerakannya mulai tampak sejak masa pecarian pasangan hingga pendaftaran, masa kampanye, hingga masa penghitungan nanti. Sangat sedikit sekali kepedulian public dalam upaya menghentikan praktik kecurangan maupun politik uang tersebut.
Tidak Ada Hidayah
Dalam ajaran Islam terpilihnya pemimpin yang tidak sesuai dengan anjuran Allah SWT, pihak yang dipilih maupun yang memilih mendapat sanksi yang berat. Dalam sebuah haditsnya Nabi Muhammad SAW mengatakan pemimpin yang terpilih tidak sesuai dengan anjuran Allah SWT maka dalam melaksanakan tugasnya akan dibiarkan oleh Allah SWT tidak diberi bimbingan dan hidayah dan akan bekerja sesuai dengan hawa nafsunya.
Bisa dibayangkan jika seorang pemimpin tidak dapat bimbingan Tuhan dan mengedepanan hawa nafsunya, pasti yang ada dalam pikirannya adalah program pembangunan yang mengedepankan keinginan hawa nafsunya. Kepentingan para koleganya dan akan mengesampingkan aturan main dan kepentingan rakyat yang menjadi kewajiban utamanya.
Begitu juga dengan rakyat pendukung. Dalam sebuah hadits sahih Nabi Muhammad SAW juga mengatakan bahwa mereka yang memilih pemimpin bukan karena Allah SWT melainkan karena orientasi golongan kelompok, karena politik uang dan segala macamnya, maka mereka itu digolongkan orang yang melakukan pengkhianatan kepada Allah SWT dan Rasul Nya dan juga kepada umat manusia secara umum.
Dalam ajaran Islam orang yang memilih pemimpin dengan cara seperti diatas jelas memiliki tanggungjawab moral atau dosa yang nanti akan mempengaruhi kondisi psykis dan jiwa mereka. Mereka dianggap orang yang mengkhianati Allah dan rasul Nya serta umat manusia secara umum, sebuah lebel yang tidak memiliki nilai nilai kebenaran sama sekali.
Perpaduan antara pemimpin yang tidak dapat hidayah dan bekerja sesuai hawa nafsu dengan rakyat yang pengkhianat pada tuhannya dalam sebuah negeri maka akan menjadikan negeri itu menjadi negeri yang anomaly, yang pada akhirnya negeri tersebut menjadi negeri barbar yang tidak memiliki kepastian hukum dan keadilan.
Semua kebijakan negara diatur oleh kepentingan hawa nafsu dan dilakukan oleh orang yang bermental pengkhianat, maka pada akhirnya negeri itu akan menjadi sebuah negeri yang menuju kehancuran.
Kehancuran yang akan terjadi memang tidak akan langsung serta merta seperti membalik tangan, melainkan akan berlangsung secara bertahap dimulai dengan hilangnya etika dan adab bernegara, korupsi merajalela dan lambat laun akan mengalami penurunan dalam berbagai aspeknya, ekonominya, keamanannya, budayanya hingga pertahanan keamanannya, dan pada akhirnya menjadi sebuah negara gagal.
Kesalahan Bersama
Dalam Al Quran Allah SWT menegaskan bahwa hancurnya sebuah negeri, disebabkan oleh kesalahan bersama antara pemimpin, aparat keamanan hingga rakyat secara umum. Allah SWT menggambarkan tentang kehancuran sebuah negeri akibat kesalahan bersama itu dalam dalam Al Quran yang menceritakan tentang hancurnya negeri Mesir saat dipimpin Firun.
”Maka (Firun) dengan perkatannnya dia mempengaruhi kaumnya sehingga mereka patuh kepadanya. Sungguh mereka ( Firun dan kaumnya) adalah kaum yang fasik. Maka ketika mereka membuat kami murka, kami hukum mereka, lalu kami tenggelamkan mereka semua di laut. Maka kejadian mereka (sebagai kaum terdahulu) dan pelajaran bagi orang orang yang kemudian.” ( QS. Az Zuhruf : 54).
Ayat diatas menegaskan bahwa kehancuran atau kemelut yang terjadi di sebuah negeri Mesir saat itu akibat ulah bersama pemimpinnya yakni Firun, bala tentara hingga rakyat pendukungnya. Mereka sama sama fasik atau melakukan perbuatan kesalahan besar menentang hukum Allah SWT. Kehancuran yang dimaksud dalam ayat diatas adalah terjadi dalam banyak bentuknya termasuk didalamnya urusan politik.
Dalam soal politik yang terjadi saat ini, untuk mendulang suara sebanyak banyaknya banyak oknum calon pemimpin tanpa merasa bersalah berbuat curang dan membeli suara rakyat dan rakyat pun terlena dengan rayuan tersebut. Pada saat yang bersamaan aparat terkait tampak tidak bereaksi alias diam saja, sehingga sempurnalah praktek kefasikan tersebut melibatnya para elemen terkait.
Akibat keterlibatan bersama antara pemimpin, aparat maupun rakyat dalam kefasikan kepada Allah, maka akhirnya Allah SWT murka dan memberikan sanksi berupa hukuman. Allah hukum Firun dengan bala tentara dan rakyat pendukungnya dengan ditenggelamkan ke dalam dasar lautan. Itu terjadi karena Firun menentang Allah, sombong dan tidak mau mengikuti hukum Allah kebenaran ajaran agama yang dibawa Nabi Musa AS.
Namun ayat diatas juga masih memberikan waktu dan pelajaran bagi manusia bahwa apapun yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia masa lalu merupakan pelajaran bagi umat manusia saat ini.
Maknanya kejadian itu jangan sampai terulang di zaman sekarang. Jika terulang maka Allah mengancam akan memberikan sanksi menghancurkan negeri itu, sebagaimana Allah menghancurkan Firun belatentara dan rakyat pendukungnya. (*)
*Penulis adalah wartawan DutaIndonesia.com dan Global News Biro Pamekasan