Oleh Ridwan Wicaksono, Ph.D.
(Dosen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada)
IDE tentang Indonesia menjadi pusat industri halal dunia bukanlah wacana yang baru. Pada tahun 2012, topik ini sudah banyak diperbincangkan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), berdasarkan data statistik bahwa indonesia menjadi negara dengan jumlah presentasi populasi muslim terbesar di dunia.
Industri halal menjadi salah satu tuntutan masyarakat muslim dalam penyediaan dan distribusi produk – produk yang dibuat dengan bahan yang halal, media yang halal, serta proses pembuatan yang halal. Kehalalan ini berdasarkan keyakinan atas syariat Islam sehingga mayoritas umat islam akan selektif dalam memilih produk yang dibeli.
Tidak hanya untuk umat Islam saja, produk-produk halal tentunya dapat dinikmati oleh orang – orang yang menganut keyakinan yang berbeda, di berbagai negara yang minoritas muslim sekalipun. Terbukti produk makanan berstempel halal dari Brazil, Turki, dan Australia, juga diminati oleh warga non-muslim di berbagai belahan dunia.
“Halal” adalah kata dalam bahasa Arab yang secara harfiah berarti “dibolehkan” atau “dihalalkan”. Dalam konteks agama Islam, kata “halal” digunakan untuk merujuk pada segala sesuatu yang diizinkan atau dibolehkan oleh Allah, dan sebaliknya, “haram” merujuk pada segala sesuatu yang dilarang atau diharamkan oleh Allah.
Contoh penggunaan kata “halal” dalam konteks makanan adalah untuk merujuk pada makanan yang diizinkan untuk dimakan oleh umat Muslim, seperti daging dari hewan yang disembelih dengan cara yang benar (halal) dan tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan seperti babi atau alkohol. Selain itu, dalam konteks bisnis, kata “halal” juga digunakan untuk merujuk pada bisnis atau produk yang halal atau sesuai dengan ajaran Islam.
Hasil produk industri, khususnya produk yang dikonsumsi masuk ke dalam tubuh, perlu memperhatikan kriteria apa saja yang menjadikan produk tersebut berstatus halal. Kriteria Halal atau syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk sesuatu dianggap halal dalam Islam adalah sebagai berikut:
Sumber bahan:
Bahan-bahan yang digunakan harus berasal dari sumber yang halal, yaitu bahan yang diperoleh dari hewan yang halal dan diperoleh melalui proses yang halal.
Pemrosesan:
Pemrosesan bahan harus dilakukan dengan cara yang halal dan tidak menggunakan bahan-bahan yang diharamkan seperti babi atau alkohol.
Penyimpanan:
Produk yang dihasilkan harus disimpan dengan cara yang halal dan terpisah dari produk yang dihasilkan dari bahan yang haram.
Transportasi:
Produk yang dihasilkan harus diangkut dengan cara yang halal dan terpisah dari produk yang diangkut dari bahan yang haram.
Produk akhir:
Produk yang dihasilkan harus diuji dan dipastikan bahwa produk tersebut tidak mengandung bahan yang diharamkan dan halal untuk dikonsumsi atau digunakan.
Sertifikasi:
Produk harus memiliki sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh badan sertifikasi yang terpercaya dan terakreditasi.
Kondisi lingkungan:
Proses produksi harus dilakukan dalam kondisi lingkungan yang bersih dan higienis untuk memastikan produk yang dihasilkan aman dan sehat untuk dikonsumsi.
Dalam Islam, makanan yang dianggap haram atau diharamkan, seperti babi atau alkohol, dianggap merusak kesehatan dan moral manusia, oleh karena itu, produk yang dianggap halal adalah produk yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan aman untuk dikonsumsi atau digunakan.
Di negara minoritas muslim, beberapa permasalahan terkait sertifikasi halal sering muncul. Di beberapa negara Badan Sertifikasi Halal masih terbatas. Hal ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan sertifikasi halal menjadi lebih lama. Biaya untuk mendapatkan sertifikasi halal di beberapa negara juga dapat menjadi permasalahan, terutama untuk usaha kecil dan menengah yang mungkin tidak memiliki anggaran yang besar untuk biaya sertifikasi. Beberapa produsen mungkin meragukan kredibilitas Badan Sertifikasi Halal dan sertifikat yang dikeluarkannya, sehingga tidak semua produk halal yang diproduksi oleh produsen yang sama mendapatkan sertifikasi.
Selain itu, ada beberapa perbedaan interpretasi tentang halal di antara mazhab atau kelompok Islam yang berbeda, yang dapat menyebabkan beberapa produk yang dianggap halal oleh satu kelompok, dianggap haram oleh kelompok lainnya. Kurangnya koordinasi dan standarisasi antara Badan Sertifikasi Halal dapat menyebabkan kesulitan bagi produsen untuk memenuhi persyaratan sertifikasi halal yang berbeda-beda, contohnya di negara Jepang sudah merebak berbagai perusahaan sertifikasi halal. Namun demikian, beberapa upaya telah dilakukan untuk mengatasi beberapa permasalahan ini, termasuk dengan meningkatkan kualitas dan kredibilitas Badan Sertifikasi Halal, standarisasi persyaratan sertifikasi, dan mempercepat proses sertifikasi dengan mengintegrasikan teknologi dalam proses sertifikasi halal.
Secara keseluruhan, industri halal memiliki potensi besar untuk ekspor dan impor, dan semakin banyak perusahaan yang mencari peluang di dalamnya. Dengan meningkatnya kesadaran konsumen akan produk halal dan permintaan yang terus meningkat, industri halal diharapkan akan terus berkembang di masa depan.
Berikut adalah beberapa peluang pasar ekspor dan impor dalam industri halal:
Produk Makanan:
Makanan halal adalah salah satu produk utama dalam industri halal dan memiliki potensi besar untuk ekspor dan impor. Makanan halal adalah produk yang diinginkan oleh umat Muslim di seluruh dunia, yang mendorong permintaan untuk produk makanan halal.
Beberapa produk makanan halal yang dapat diekspor atau diimpor termasuk daging, ikan, olahan makanan, minuman, dan produk lainnya.
Kosmetik dan Perawatan Pribadi:
Produk kosmetik dan perawatan pribadi halal juga memiliki potensi besar untuk ekspor dan impor. Produk kosmetik halal semakin populer di seluruh dunia karena konsumen semakin sadar akan bahan-bahan yang terkandung dalam produk kosmetik dan kehalalan produk.
Farmasi:
Produk farmasi halal juga memiliki potensi untuk ekspor dan impor. Konsumen di seluruh dunia semakin memperhatikan kandungan bahan-bahan dalam obat dan permintaan untuk produk farmasi halal semakin meningkat.
Pariwisata:
Industri pariwisata halal semakin berkembang pesat di seluruh dunia. Negara-negara yang memiliki populasi Muslim besar, seperti Indonesia, Malaysia, dan Uni Emirat Arab, semakin mempromosikan destinasi wisata halal yang sesuai dengan ajaran Islam.
Keuangan:
Industri keuangan halal, seperti perbankan syariah dan produk keuangan lainnya, semakin populer di seluruh dunia. Bank-bank syariah semakin berkembang dan memiliki potensi untuk ekspor dan impor.
Membangun ekosistem bisnis halal yang sehat membutuhkan pendekatan yang holistik dan komprehensif. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah menetapkan standar halal yang jelas dan ketat untuk produk dan layanan. Ini termasuk proses produksi, bahan baku, penyimpanan, dan distribusi.
Memperkuat sertifikasi halal:
Sertifikasi halal adalah bagian penting dari ekosistem bisnis halal. Sertifikasi harus diatur dengan baik dan harus diberikan oleh lembaga yang terpercaya dan terakreditasi. Sertifikasi harus diterapkan pada semua aspek bisnis, mulai dari bahan baku hingga produk akhir dan lingkungan kerja. Membangun jaringan bisnis halal yang kuat adalah penting untuk membangun ekosistem bisnis halal yang sehat.
Ini memungkinkan para pelaku bisnis untuk berkolaborasi, berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta memperluas jangkauan pasar mereka.
Riset berbasis sains teknologi adalah bagian penting dari membangun ekosistem bisnis halal yang sehat. Ini membantu dalam mengembangkan produk, peningkatan kerpercayaan, layanan yang lebih baik dan inovatif, serta meningkatkan efisiensi proses bisnis.
Pemerintah dapat memainkan peran penting dalam membangun ekosistem bisnis halal yang sehat. Mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan dan insentif kepada pelaku bisnis halal dapat membantu meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan bisnis halal.
Kesadaran konsumen tentang produk halal sangat penting untuk membangun ekosistem bisnis halal yang sehat. Pendidikan dan kampanye pemasaran yang efektif dapat membantu meningkatkan kesadaran konsumen tentang produk halal dan membantu meningkatkan permintaan produk halal.
Dalam membangun ekosistem bisnis halal yang sehat, kolaborasi dan dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting. Dengan melakukan langkah-langkah tersebut di atas, kita dapat membangun ekosistem bisnis halal yang sehat dan berkelanjutan. (*)