SURABAYA| DutaIndonesia.com – “Tidakkah kau tahu bahwa hamba-Ku si fulan itu sakit. Namun kau tidak menjenguk-Ku. Tahukah kau, kalau kau menjenguknya, kau akan mendapati Aku di sisinya.” Maksudnya, “Kau akan mendapatkan ganjaran-Ku yang tak bertepi saking banyaknya.” (HR Muslim.)
Hadist tersebut dikatakan oleh Prof DR KH Asep Saefuddin Chalim M.Ag, Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, Rabu (13/11/2024) subuh pagi, saat Ngaji Kitab Kuning untuk para santrinya di Ponpes Amanatul Ummah di Siwalankerto, Wonocolo, Surabaya.
Dijelaskan oleh Kiai Asep, bahwa hadist tersebut pernah tercatat dalam Sejarah dialog antara Nabi Musa dengan Allah SAW.
Seperti diketahui, nabi yang bisa berbicara langsung dengan Allah selain Nabi Muhammad (saat di Sidrotul Muntaha) juga Nabi Musa.
Ketika nabi Musa berbicara dengan Allah SWT, Nabi Musa bertanya “Ya Allah aku sudah melaksanakan ibadah – ibadah yang kau perintahkan, manakah di antara ibadah ibadahku yang kau cintai. Apakah sholatku?” Tanya Nabi Musa.
Allah menjawab: “Sholatmu itu hanya untukmu sendiri karena sholat membuatmu terpelihara dari perbuatan keji dan munkar.”
“Apakah dzikirku ya Allah,” tanya nabi Musa lagi.
Dan Allah menjawab. “Dzikirmu itu untuk dirimu sendiri karena zikir membuat hatimu menjadi tenang.”
Nabi Musa bertanya lagi, “Apakah puasaku yang Engkau sukai?”
“Puasamu itu hanya untukmu saja karena dengan puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsu.”
“Lalu ibadah apa yang kau sukai Ya Allah,” tanya nabi Musa lagi.
Allah menjawab: “Ketika engkau membahagiakan orang lain yang sedang kesusahan dengan sedekah, sesungguhnya aku berada di sampingnya, itulah yang Aku sukai.”
Dijelaskan oleh Kiai Asep, bahwa konteks membahagiakan orang lain yang sedang kesusahan, antara lain menjenguk orang yang sedang sakit.
Rasulullah juga bersabda; “Sesungguhnya seorang muslim jika menjenguk saudaranya muslim (yang sedang sakit), maka dirinya senantiasa berada di dalam khurfah surga hingga dirinya kembali.”
Dikatakan, “Wahai Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah khurfah surga itu?” Beliau menjelaskan, “Buah-buahan surga.“ (HR. Muslim)
“Jadi anak-anakku, bila ada saudara atau teman yang sakit, usahakanlah dapat menjenguk dan mendo’akannya agar diberi kesabaran dan kesembuhan,” tegas Kiai Asep.
Etika Menjenguk
Adapun salah satu adab (etika) orang yang sedang menjenguk saudaranya sakit, adalah;
1. Menjenguk dengan niat yang tulus dan baik.
2. Mendo’akan agar diberi kesabaran dan kesembuhan
3. Tidak berlama-lama
4. Menjaga kebersihan diri
5. Tidak mengeluh dan menakut-nakuti. Sebaliknya diberi motivasi dan harapan.
Ada pun do’a yang dianjurkan untuk dipanjatkan antara lain;
1. Menggugurkan dosa.
Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim tertimpa penyakit atau sejenisnya, kecuali Allah akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Al-Bukhâri, Muslim).
2. Bertawakal kepada Allah.
Melalui sakit, Allah mengajarkan kepada kita bahwa segala sesuatu di dunia ini, termasuk kesehatan, ada dalam genggaman-Nya. Kita diperintahkan untuk selalu bergantung kepada-Nya dan memohon kesembuhan hanya kepada-Nya.
3. Menguatkan ikatan persaudaraan
Rasulullah bersabda; “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Khusu penderita dan keluarganya, menambah Pelajaran mengenai ilmu Kesehatan (khususnya terkait dengan jenis penyakitnya) yang berujung pada pengertian dan pengakuan atas kebesaran ciptaan Allah.
Kiai Asep menutup pengajiannya dengan mengingatkan kep[ada para santrinya agar bersabar dalam menjalankan ketetapan Allah. Termasuk Ketika diberi ujian sakit.
“Ketika kalian sakit, jangan banyak mengeluh, jangan merasa menderita, apalagi berputus asa. Kalian harus sabar atas ketentuan Allah. Ingat sabar itu sifat yang disenangi Allah, dan orang yang sabar nantinya disempurnakan urusannya, kebutuhannya dan kemuliaannya,” kata Kiai Asep. (Moch. Nuruddin)