PAMEKASAN| DutaIndonesia.com – Pemerintah berencana menerapkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar). Kebijakan ini menuai polemik di Jawa Timur. Sejumlah Rumah Sakit (RS) milik pemerintah daerah dikhawatirkan semakin tidak mampu menampung pasien yang selama ini selalu over kapasitas.
Ketua Komisi E DPRD Jatim, Sri Untari Bisowarno, mengaku mendengar keluhan ini setelah melakukan dialog dengan pihak RSUD dr Soetomo dan RSUD lainnya milik Pemprov Jatim. Yang menarik, saat RS overload pendapatannya justru menurun lantaran jumlah bed atau tempat tidur untuk perawatan pasien semakin sedikit. Karena itu Ketua Komisi E DPRD Jatim Sri Untari berharap penerapan KRIS ditunda.
Saat dimintai tanggapan oleh DutaIndonesia.com dan Global News terkait hal itu, Rabu (19/3/2025), dr Sri Ayuda Ningsih MM, Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medic, yang mendampingi Direktur RSUD dr Slamet Martodirjo Pamekasan, dr R Budi Santoso, mengatakan, bahwa penerapan KRIS sebenarnya sudah berjalan namun baru akan maksimal penerapannya mulai tanggal 25 Juni 2025 mendatang.
KRIS itu ada aturan terutama tempat tidurnya (TT), misalnya yang saat ini 6 TT tiap kamar nanti harus 4 TT. Jadi TT dikurangi dari 6 jadi 4, sementara pasiennya tambah banyak. Nah itu yang jadi masalah nanti akan terjadi overload. Tiap ruangan harus ada pensyaratan, misalnya di ICU harus ada ventilasi dan lain sebagainya, katanya.
Selain itu, kata dr Sri, di KRIS itu juga ada penataan ruangan dan alat- alatnya harus lengkap. Misalnya soal pencahayaan dan udara juga ada aturannya. Jarak antara tempat tidur ada juga aturannya dan ini yang akan menjadikan jumlah TT dari 6 menjadi 4 karena ada pembatasan jumlah dan jarak.
Dia menambahkan selain persiapan seperti itu ada 12 indikator yang harus dipenuhi, salah satunya yang krusial adalah tempat tidur atau TT. Kalau yang lainnya bisa diusahakan. Dia mengaku saat ini RSUD Pamekasan tengah membangun gedung baru untuk memenuhi kekurangan ruangan dan TT tersebut.
Ke depan dengan adanya bangunan yang baru itu, jika selesai, akan pindah ke sana dan kekurangannya baru akan dipenuhi semua. Kita tak bisa pastikan, pinginnya tahun ini selesai. Tapi sampai bulan ini belum pasti. Saya tidak tahu karena bukan PPK-nya, katanya.
Di KRIS nanti, tambah dr Sri, tidak ada jenjang. Misalnya rujukan tidak ada. Kalau selama ini pasien harus dari Puskesmas dulu baru ke rumah sakit. Nanti di KRIS itu masyarakat tinggal milih tempat pelayanan yang bagus. “Pasien bebas milih rumah sakit mana,” ujarnya.
Saat ini RSUD Pamekasan mempunyai 250 TT dan 85 ruangan. Selanjutnya nanti kalau KRIS berjalan dikurangi 48. Jadi yang akan terpakai menjadi 202 TT. Dan jika bangunan yang baru selesai, maka semua ketentuan tentang TT akan terpenuhi.
Kalau bangunan yang baru nanti selesai, TT akan tambah 48. Karena pembangunan gedung baru lantai tiga itu dipersiapkan untuk memenuhi kekurangan TT 48 tersebut, jelasnya.
Di KRIS ada 12 indikator yang harus dipenuhi, di antaranya harus bangunan ruangannya itu tidak boleh berkapasitas tinggi. Soal ini RSUD Pamekasan telah selesai 100%. Ventilasi udaranya juga ada kriterianya, pencahayaan juga diatur, dan soal ini RSUD Pamekasan juga sudah siap 100 %.
Lalu selain TT harus memenuhi kriteria antara lain harus ada alat panggil. Tujuannya kalau pasien butuh perawat dia tinggal pecet tombol. Soal ini belum 100 % karena fasilitas yang ada mengalami kerusakan. Dari 250 TT yang ada baru 42 TT. Di TT minimal juga harus ada dua colokan listrik untuk oksigen sentral dan kebutuhan lainnya. Ini sudah siap 100 %. Suhu ruangan minimal 20 sampai 26 derajat Celcius.
Kepadatan ruangan, kalau saat ini 1 ruangan kelas 3 maksimal 6 TT, di KRIS nanti maksimal 4 TT. Nah akibat aturan yang seperti itu maka potensi kehilangan TT mencapai 48 TT. Dari jumlah TT 250 jadi 202. Solusinya yaitu membangun gedung baru, ungkapnya.
Kami akan terus berproses menyesuaikan. Jadi dengan ketentuan dari 6 TT menjadi 4 TT, maka yang memenuhi syarat hingga kini masih 31 persen yang siap satu ruangan 4 TT, pungkasnya.
Minta Ditunda
Sebelumnya rencana penerapan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) menuai polemik di Jawa Timur. Sejumlah Rumah Sakit milik pemerintah daerah dikhawatirkan semakin tidak mampu menampung pasien yang selama ini selalu over kapasitas.
Ketua Komisi E DPRD Jatim, Sri Untari Bisowarno, mengaku mendengar keluhan ini setelah melakukan dialog dengan pihak RSUD dr Soetomo dan RSUD lainnya milik Pemprov Jatim. Dia menjelaskan bahwa Sistem KRIS adalah sistem baru yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 di BPJS Kesehatan, dengan tujuan menyamaratakan kualitas layanan rawat inap bagi semua peserta, dan ditargetkan berlaku penuh pada 30 Juni 2025.
Kami minta dan berharap agar pemerintah pusat menunda kebijakan KRIS karena belum tepat dilaksanakan tahun ini,” kata Sri Untari seperti dikutip dari laman Dinas Kominfo Jatim, Rabu (19/3/2025).
Persoalan muncul terkait aturan Kepadatan Ruang dimana KRIS atau ruang rawat inap maksimal 4 tempat tidur dengan jarak antar tepi tempat tidur minimal 1,5 meter dalam satu ruangan. Nah selama ini di RSUD dr Soetomo rata-rata satu ruangan ada 6 tempat tidur, urai Sri Untari.
Dikatakan Sri Untari, peraturan KRIS memang tujuannya baik untuk kenyamanan masyarakat atau pasien BPJS ketika berobat ke rumah sakit. Namun ketika melihat antusiasme masyarakat berobat dan jumlah pasien BPJS yang cukup besar di Jatim, hal ini agak menyulitkan. Data terbaru di awal tahun 2025 ini saja, ada 21.000 – 37.000 pasien rujukan BPJS yang harus dilayani oleh RSUD dr Soetomo.
Dengan adanya KRIS praktis daya tampung rumah sakit harus dikurangi, karena hanya diperbolehkan menampung 4 bed di satu ruangan rawat inap, ujar politisi asal Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim ini.
Di sisi lain, kata Sri Untari, jika nanti KRIS diterapkan di RSUD dr Soetomo maka ada potensi kehilangan pendapatan sampai Rp 180 miliar. Maka pihaknya menyarankan kepada pemerintan pusat jangan menerapkan peraturan ini dulu. Alasan pertama KRIS ini membuat masyarakat kekurangan bed karena RSUD dr Soetomo termasuk RSUD 60 terbesar dunia dengan predikat RS yang memiliki alat lengkap dan pelayanan bagus. Sebelum KRIS diberlakukan saja RSUD Soetomo ini sudah overload, apalagi kalau nanti KRIS diberlakukan, terangnya.
Hal ini tentu tidak menjawab kebutuhan pelayanan Pemerintah Provinsi Jawa Timur kepada pasien BPJS. Berikutnya adalah darimana menutup penurunan pendapatan Rp 180 miliar akibat kapasitas bed rawat inap dibatasi. Ini bukan kebijakan yang memiliki sence of crisis di tengah sensivitas kondisi kesehatan masyarakat, imbuh Sri Untari yang menyebut bahwa kebijakan ini bakal terjadi di seluruh rumah sakit lainnya.
Selanjutnya, Komisi E DPRD Jatim segera koordinasi dengan Komisi IX (Bidang Kesehatan) DPR RI supaya mendapat masukan dari daerah. Bahwa dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini mengakibatkan layanan kesehatan tertunda.
Kalau layanan kesehatan terhadap masyarakat tertunda pasti mortalitas (tingkat kematian) tinggi, kalau tidak mortalitas tinggi tentu akan membuat keluarga mengeluarkan biaya perawatan tinggi terus menerus, pungkas Sri Untari sembari menekankan bahwa Penerapan KRIS akan dievaluasi secara berkala untuk memastikan keberlanjutan program jaminan kesehatan. (mas/kmf)