HONGKONG | DutaIndonesia.com – Para pekerja migran Indonesia (PMI,—atau lebih dikenal sebagai TKI/TKW, Red.) banyak yang bernasib malang di negeri orang. Kisah nestapa ibu Heni asal Banyuwangi Jawa Timur yang kehilangan penglihatan karena katarak dan kehilangan pekerjaan di Hongkong masih belum seberapa menyedihkan. Pasalnya, masih banyak PMI lain yang bernasib lebih menyedihkan mengingat mereka sekarang berada di tahanan.
Ketua Pengurus Cabang Internasional Muslimat Nahdlatul Ulama (PCI MNU) Hongkong-Macau, Hj. Fatimah Angelia tahu pasti kondisi mereka. Dia pun merasakan kesedihan mereka sebab hampir setiap minggu Fatimah dan tim mengunjungi para PMI malang tersebut di penjara Tai Lam Centre for Women.
“Saat kunjungan ke penjara perempuan Jumat lalu, saat itu kami ditemui hanya 8 orang, 7 dari Indonesia dan 1 orang asal Bangladesh. Yang lain pada kerja dan belum mendaftar. Jadi tidak bisa menerima kedatangan kami. Yang asal Bangladesh bekerja nyuci piring di restoran saat tertangkap karena tidak boleh kontrak domestic helpers bekerja selain households (hanya bekerja di rumah saja),” kata Hj. Fatimah Angelia kepada DutaIndonesia.com kemarin.
Sedang teman-teman PMI yang tertangkap ada yang dituduh mencuri, membantu mengambil paketan teman ternyata berisi paketan narkoba. Mereka dijebak pengedar narkoba. Lalu ada yang memakai uang di rekening tetapi bukan uangnya pribadi.
“Kasus ini ada orang lain yang cuci uang dan memasukkan uang tersebut dengan meminjam rekening milik PMI yang bersangkutan. Ada pula yang tertangkap saat bekerja di restaurant, kerja cuci piring, bekerja tidak di tempat semestinya,” katanya.
Para PMI ini berusaha sekuat tenaga dan cara agar bisa bekerja untuk mendapatkan uang banyak di tanah rantau. Mereka bekerja keras demi keluarganya di Indonesia. Mereka kadang mendapatkan pekerjaan setelah mengaku sebagai warga setempat (Hongkong). Tapi takdir menguji ketahanan fisik dan mental mereka.
Aturannya, pekerja di sebuah perusahaan adalah orang yang memiliki izin residence di Hongkong. Untuk itu, banyak PMI mengaku penduduk residence padahal bukan. Mereka inilah sebagian dari 170 ribu lebih buruh migran Indonesia di Hongkong. Mereka malu mengaku sebagai PMI, lalu menyamar seakan bekerja di bank dengan mengatakan kerja di BCA, padahal maksudnya untuk menghibur diri sebab BCA plesetan dari “babu china asli”. Lalu sebagian TKW mencoba mendekati orang Hongkong, lalu menjadi istri yang “dikawin palsu”, semacam istri simpanan. Ada yang bernasib baik hingga bisa menikah secara sah. Namun banyak “nyonya Hongkong” ini bernasib tidak mujur. Mereka akhirnya ditangkap dan dipenjara.
“Banyak PMI tidak mau bekerja sesuai kontrak menjadi baby sitter, jaga anak-anak, jaga orang tua jompo. Mereka mengaku bukan TKI, nylonong kerja di restoran cuci piring, cleaning service, bila ketahuan ada yang melapor lalu ditangkap. Biasanya ada yang melihat wajah PMI yang kerja di restoran, orang yang melihat itu curiga, pasti ada yang tak beres, sehingga dilaporkan ke petugas,” katanya.
Namun demikian, banyak juga PMI yang sukses. Mereka dengan tekun bekerja. Mulai dari usaha kecil yang dimulai dengan meminjam nama penduduk setempat untuk sewa tempat usaha, lalu naik kelas jadi pengusaha kecil-kecilan, yang kemudian jadi besar. Salah satunya ada pengusaha restoran asal Blitar di Hongkong. “Orang Blitar ini termasuk sukses,” ujarnya.