Laporan dari Drama Pemulangan Anak-anak PMI Overstayer di Taiwan (1): Berangkat Tanpa Atribut Kenegaraan

oleh
Anak-anak PMI O Taiwan
Arya Daru Pangayunan, menggendong salah satu anak dari PMIO di Taiwan yang dipulangkan ke Indonesia.

Arya Daru Pangayunan, Fungsional Diplomat Ahli Muda di Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), mendapat tugas khusus dari negara. Kali ini bukan berdiplomasi, tapi bersama tim dari Kemenlu dan Kemensos, Arya Daru Pangayunan menjemput anak-anak Pekerja Migran Indonesia Overstayer (PMIO) di Taiwan. Berikut laporan pemulangan anak-anak tersebut yang cukup dramatis:

Laporan: Arya Daru Pangayunan

[ngg src=”galleries” ids=”63″ display=”basic_thumbnail” thumbnail_crop=”0″]

HARI Senin, 24 Juli 2023, waktu menunjukkan pukul 09.00 pagi. Saatnya berangkat! Kerja? Apa tidak terlambat? Umm, saya tidak ke kantor hari ini, namun saya akan berangkat ke Taiwan untuk urusan pekerjaan. Pekerjaan apa?

Saya adalah seorang Fungsional Diplomat Ahli Muda di Direktorat Pelindungan Warga Negara Indonesia (PWNI), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan hari ini saya ditugaskan untuk memimpin Tim untuk memulangkan 7 orang anak Pekerja Migran Indonesia Overstayer (PMIO) berusia 3-7 tahun dari Taiwan ke Indonesia.

Mengapa mereka harus dipulangkan? Ketujuh anak tersebut ditinggalkan orang tua mereka di sebuah panti di Taipei dengan berbagai alasan, entah karena malu karena anak tersebut adalah hasil dari hubungan gelap, nikah siri yang tidak didaftarkan, atau sekedar tidak mampu dan tidak mau bertanggung jawab mengurus anak. Karenanya, ketujuh anak tersebut tidak memiliki dokumen yang lengkap yang tidak memungkinkan mereka untuk mengenyam pendidikan formal di Taiwan.

Direktorat PWNI bekerja sama dengan Direktorat Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) Anak, Kementerian Sosial (Kemensos), serta Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, memiliki program untuk memulangkan anak-anak tersebut ke Indonesia agar mereka dapat memperoleh hak pendidikan yang layak.

Pesawat saya hari ini pukul 14.20 sehingga pagi ini saya masih sempat untuk pergi ke tempat penukaran uang untuk membeli New Taiwan Dollar atau NTD dengan nilai Rp 480 per NTD. Saya menukarkan NTD yang sekedar cukup untuk jajan dan membeli oleh-oleh, karena saya memperoleh informasi bahwa hotel di sana dapat menerima kartu kredit Indonesia.

BACA POSTINGAN TERKAIT:

  1. Kisah Perjalanan Diplomat Muda Indonesia (Bagian 1): Cita-cita dan Cinta
  2. Laporan Road Trip Keliling Barat Laut Argentina, Libur Lebaran Menikmati Desa Wisata Salinas Grande-Pucara del Tilcara

Selesai menukarkan uang, saya menuju kantor saya di Kemenlu di Jalan Taman Pejambon No. 6 dan memarkirkan mobil saya di basement kantor selama saya tugas di Taiwan. Dari kantor, saya langsung berangkat ke bandara menggunakan taksi online.

Setibanya di bandara, saya bertemu dengan rekan-rekan satu Tim yang akan berangkat ke Taiwan: Mbak Dian, senior saya di Direktorat PWNI; Mbak Ariska, staf di Direktorat PWNI; Bu Ipeh, Pekerja Sosial Kemensos; Bu Isni, Psikolog di Kemensos; dan Dokter Nova, Dokter di Kemensos.

Dinas ke Taiwan menjadi pengalaman yang cukup unik bagi kami yang bekerja di pemerintahan. Diplomat di Kemenlu biasa berdinas dengan paspor diplomatik (hitam) dan rekan-rekan di kementerian lain termasuk Kemensos biasa berdinas dengan paspor dinas (biru).

Namun kali ini ke Taiwan, kami tidak menggunakan paspor diplomatik atau dinas, melainkan paspor biasa (hijau). Kenapa? Karena Indonesia berpegang pada prinsip One China Policy – mengakui satu negara Tiongkok yaitu Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan tidak mengakui negara Taiwan secara resmi, sehingga secara politik Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan.

Nah agar bisa terbang ke Taiwan, beberapa hari sebelum keberangkatan, kami harus mengurus visa melalui Taipei Economic and Trade Office (TETO) di Jakarta. Keberangkatan kami pun harus memperoleh clearance dari Direktorat Kemanan Diplomatik Kemenlu di mana kami diingatkan agar tidak membawa atribut kenegaraan, serta menjaga sifat kunjungan ke Taiwan sebagai kunjungan yang tidak resmi dan tidak dalam kerangka kerja sama G to G.

Setelah selesai melakukan check in dan melalui proses imigrasi, kami pun menuju gate menunggu boarding. Kami menggunakan maskapai EVA Air.

Penerbangan dari Jakarta ke Taipei memakan waktu 5,5 jam. Penerbangan cukup lancar dan kami mendarat pukul 20.45 waktu setempat. Perbedaan waktu Taipei dengan Jakarta adalah 1 jam lebih cepat di Taipei. (Bersambung)

No More Posts Available.

No more pages to load.