Bercita-cita menjadi diplomat biasanya karena mimpi indah bisa keliling dunia. Mengemban tugas negara berhubungan dengan pejabat dari berbagai negara lain. Mimpi itu pula yang dialami Ni Putu Anggraeni yang sekarang menjabat Konsul Penerangan, Sosial dan Budaya KJRI Frankfurt, Jerman.
Oleh Gatot Susanto
NI PUTU ANGGRAENI mulai bekerja di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Desember tahun 2010. Dia sudah bertugas di sejumlah negara. Selama meniti karier sebagai diplomat, Ni Putu sudah mengalami banyak pengalaman berkesan. Suka maupun duka.
“Saya memang bercita-cita menjadi diplomat sejak SMA. Dan benar akhirnya bisa mengabdi di Kementerian Luar Negeri, yang hingga sekarang sudah selama kurang lebih 10 tahun,” kata Ni Putu kepada DutaIndonesia.com dan Global News.
Di keluarganya baru Ni Putu yang menjadi diplomat. Dia memang ingin jadi diplomat karena diplomat terlihat hebat. Bisa keliling dunia dan mewakili Indonesia di berbagai forum dunia international.
“Pertama masuk Kemlu posisi saya sebagai Fungsional Diplomat Pertama dengan gelar diplomatik Atase dan ditempatkan di Direktorat Hukum, Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri RI,” katanya.
Sebagai diplomat, ada lima tugas utama. Pertama Representing. Mewakili Indonesia di negara akreditasi/forum internasional. Kedua, Negotiating. Menegosiasikan kepentingan Indonesia di negara akreditasi/forum internasional.
Ketiga, Promoting. Menjaga hubungan baik antara Indonesia dengan negara sahabat serta mempromosikan Indonesia di negara akreditasi. Keempat Protecting. Melindungi kepentingan Indonesia serta melindungi WNI yang mengalami masalah di luar negeri. Dan kelima Reporting. Melaporkan situasi di negara akreditasi ke Pusat atau Kementerian Luar Negeri dan K/L lainnya.
“Saya bersyukur selama ini sudah mendapatkan pengalaman ketika menjalankan kelima tugas utama tersebut,” ujar Ni Putu yang sudah satu setengah tahun bertugas di Jerman.
Pengalaman Membanggakan
Selama mengemban tugas itu, Ni Putu mendapat pengalaman membanggakan. Misalnya bisa bertemu dengan berbagai pejabat tinggi negara sahabat hingga ke level menteri. Bahkan bertemu presiden. Ni Putu pernah pula makan siang bersama Menteri Perdagangan Negara Djibouti yang terletak di Afrika Timur. Berguru pada pejabat tinggi dan tokoh dunia adalah karunia yang diberikan Tuhan untuk para diplomat.
“Bercakap-cakap dengan Beliau dan belajar dari Beliau mengenai banyak hal tentang negaranya. Pengalaman berkesan lainnya waktu saya mengurus WNI di rumah sakit di New York City karena yang bersangkutan dipukuli orang di jalanan Manhattan,” katanya.
Pihak KJRI, kata Ni Putu, memberikan pendampingan sebatas yang dapat dilakukan oleh perwakilan RI. Misalnya membuat laporan ke kepolisian jika yang bersangkutan tidak bisa bahasa setempat. Selain itu bekerja sama dengan retainer lawyer untuk memberikan pendampingan hukum apabila WNI tersebut tidak punya lawyer sendiri.
“Atau tidak mendapatkan lawyer probono dari negara tempat perkara terjadi, kami dari perwakilan RI yang menyediakannya,” kata Ni Putu.
Pengalaman lainnya, kata dia, ketika membawa wakil dari perusahaan Indonesia blusukan ke Pasar Merkato–sebuah open air market terbesar di Afrika yang terletak di ibukota Ethiopia, Addis Ababa. Saat itu dia bersama para pengusaha tengah mencari partner untuk ekspor produk-produk Indonesia ke Afrika.
“Sewaktu blusukan itu, kami mendampingi perwakilan dari Mayora yang ingin ekspansi produk ke pasar Ethiopia dan Afrika. Di sana kita bertemu beberapa calon pembeli dan distributor. Dari hasil blusukan, kami juga menemukan bajakan produk permen Kopiko yang dibuat oleh produsen India dan bajakan produk biskuit crackers Mayora yang dibuat oleh kompetitor perusahaan di Surabaya. Selanjutnya Mayora sendiri yang melakukan kontak dengan calon buyer yang kami temui di pasar tersebut,” katanya.
Selain itu, ada juga pengalaman sewaktu membantu memfasilitasi penerbangan perdana Ethiopian Airlines dari Addis Ababa ke Jakarta. “Ini penerbangan langsung dari Afrika pertama menuju Indonesia,” katanya lagi.
Sebelum bertugas di Jerman, Ni Putu memang bertugas di Ethiopia selama 2 tahun. KBRI Addis Ababa sendiri dipimpin Duta Besar Al Busyra Basnur.
“Saya sempat menjadi staf Beliau selama 1 tahun sebelum pindah ke Jerman,” katanya.
Menjadi diplomat juga menarik sebab bisa menyelami karakter masyarakat dari berbagai bangsa. Sebab masing-masing negara mempunyai karakter yang berbeda dan unik. Oleh sebab itu, seorang diplomat dituntut untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan secara cepat.
“Meskipun pekerjaan diplomat berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain, menurut saya kuncinya adalah kita harus open minded sehingga bisa cepat beradaptasi, bekerja dengan baik dan menikmati pekerjaan yang ditugaskan kepada kita,” katanya.
Karier Diplomat
Untuk berkarier sebagai diplomat, kata dia, bisa mengikuti jalur penerimaan jabatan fungsional diplomat (CPNS Kemlu, Red.) yang dibuka oleh Kementerian Luar Negeri setiap tahunnya. Tahun 2021 ini, baru saja ditutup pendaftarannya.
Setelah diterima menjadi CPNS, para pegawai mengikuti proses untuk menjadi PNS. Selanjutnya ditempatkan di unit-unit kerja di Kementerian Luar Negeri untuk bekerja selama beberapa tahun. Setelah itu, ditempatkan di perwakilan RI di berbagai belahan dunia.
Penempatan di Perwakilan RI kurang lebih selama 3-4 tahun, lalu kembali lagi ke Kementerian Luar Negeri untuk bekerja di unit-unit di dalam negeri selama kurang lebih 3-4 tahun. Lalu penempatan kembali di Perwakilan RI. Kurang lebih begitu pola kariernya hingga pensiun sebagai PNS nanti.
Tantangan Seorang Diplomat
Tentu saja diplomat juga menghadapi tantangan berat saat bertugas. Apalagi seorang diplomat wanita di mana harus pandai membagi peran ketika bekerja dan sebagai istri sekaligus ibu di rumah. Kadang tugas-tugas sebagai diplomat menuntut kesiapan bekerja selama 24 jam dalam tujuh hari penuh.
“Sementara kita juga punya tugas sebagai istri dan ibu di rumah. Solusinya harus pintar-pintar mengkomunikasikan situasi dengan suami dan keluarga di rumah. Mempunyai suami dan keluarga yang mendukung karier saya juga sangat membantu saya melaksanakan tugas sehari-hari sebagai diplomat,” ujarnya.
Selain tantangan tugas, juga tantangan kerinduan kepada keluarga di tanah air. “Iya memang, kangen keluarga salah satu tantangan lainnya menjadi diplomat hehehe,” katanya.
Namun, demi tugas negara, Ni Putu harus siap jauh dari keluarga.
“Kangen sudah pasti, tapi kan sekarang teknologi sudah canggih jadi bisa video call dengan keluarga di Indonesia. Saling mendoakan saja supaya keluarga sehat-sehat selalu sambil menunggu saatnya selesai penugasan dan bisa berkumpul kembali,” katanya. (*)