Salah seorang diaspora Indonesia di Jerman, Ning Nur Yuchanna (Ning Yoan), aktif “kampanye” Sholawat keliling Jerman. Jamaahnya bukan hanya orang Indonesia di negeri Der Panzer itu saja, melainkan ada pula warga asli Jerman yang mualaf. Lalu, ada juga orang dari Maroko, Tunesia, Litauen (Lithuania), Palestina, dan Turkey. Berikut penuturan Ning Yoan yang juga Ketua Fatayat Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (Fatayat PCI NU) Jerman kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (31/1/2024).
Oleh Gatot Susanto
SAYA mengadakan pengajian di kota saya, Kota Bielefeld, hampir setiap hari Jumat. Tempatnya di rumah saya. Saya mengajak jamaah membaca tawassul, Asmaul Husna, membaca Yasin, dan diakhiri sholawatan.
Mereka, para jamaah ini, kebanyakan mahasiswi dari Indonesia, tapi ada juga beberapa ibu-ibu yang menetap (diaspora Indonesia) karena menikah dengan laki-laki Jerman. Sesekali saya pun berkunjung ke rumah teman-teman Indonesia di sekitar Jerman ini. Dan, di sana pun saya sering mengajak untuk membuat pengajian kecil, yang diisi dengan sholawatan.
Lalu, setiap Selasa, saya mengajak ibu-ibu dari kota saya untuk bertemu di Masjid Kota Bielefeld, tempat kami tinggal. Tujuannya untuk bertemu bersama anak-anak balita mereka. Nah, di situ pun saya mengajak mereka untuk belajar Al Quran dan sholawatan. Mereka ini dari berbagai macam kewarganegaraan. Jadi bukan hanya WNI. Tapi ada orang Jerman mualaf, ada yang dari Maroko, Tunesia, Litauen, Palestina, dan Turkey.
Seperti di negara lain, berdakwah tentu ada tantangan. Namun tantangan melakukan dakwah di Jerman, khususnya untuk mengajak bersholawat, bagi saya tidak terlalu banyak. Soal bahasa, misalnya, alhamdulillah karena saya sudah cukup lama tinggal di Jerman, bahasa bukan menjadi kendala. Tetapi terkadang perbedaan pendapat untuk hukum membaca sholawat memang kita rasakan. Ya, di kala ada seseorang mengatakan bahwa kegiatan semacam itu adalah bid’ah.
Selain berdakwah bertemu langsung dengan jamaah, saya juga melakukannya di media sosial pribadi saya. Pada akun medsos saya memang banyak postingan sholawat bersama anak-anak saya, suami, teman-teman Indonesia di Jerman. Sementara ini kalau akun Fatayat PCI NU Jerman, memang saat ini sedang tidak terlalu aktif.
Fatayat PCI NU Jerman mengadakan pertemuan online setiap Jumat 2 minggu sekali, di situ juga kami isi dengan bertawassul, membaca Asmaul Husna, membaca sholawat Diba’ pendek, dan diisi juga dengan sharing ringan seputar fiqh wanita, pendidikan anak, ataupun tema-tema lainnya.
Saya berstatus masih mahasiswi di Universitas Bielefeld, jurusan Bahasa & Sastra Jerman dan pendidikan. Tetapi memang saat ini lebih banyak sibuk di rumah. Ya, karena memang di sini tidak ada pembantu atau baby sitter. Dengan 4 anak saya, hari-hari saya sudah lumayan padat mengurus keluarga.
Selain itu saya pun setiap hari Senin dan Rabu mengadakan ngaji online via zoom, tahsin Al Quran. Audience-nya beberapa teman di Jerman dan di Indonesia baik WNA maupun WNI.
Paling baru, kami Fatayat PCI NU Jerman, bekerja sama dengan PCI Muslimat NU Jepang, mengadakan Webinar dengan tema Dahsyatnya Sholawat.
Iya, benar saya suka share soal dahsyatnya sholawat di media sosial, khususnya Instagram dengan akun @nuryuchanna. Hal itu karena saya mendapat pesan dari guru yang juga ibu dan nenek saya, bahwa apa yang ada pada dirimu, yang insya Allah itu adalah ilmu, bagikan kepada orang lain.
Saya share fadhilah sholawat, dasar-dasar fiqih, terutama untuk wanita dan anak-anak, sebagai basic, itu tidak lebih sebagai pengingat bagi diri saya, keluarga saya, sebagai tamparan dalam tanda kutip, bagi kami agar terus tahu diri.
Lalu kenapa saya kok memilih sholawat? Pertama, karena kita kan perempuan, kebetulan Muslimat dan Fatayat semua anggotanya perempuan, kita mendapatkan libur dalam tanda kutip setiap bulannya, di mana kita tidak bisa melaksanakan wirid sholat atau membaca Al Quran, tapi sholawat beda. Orang haid boleh sholawat, tidak punya wudhu juga boleh. Tidak pakai kerudung, hanya pakai daster saja, juga boleh sholawatan. Sholawat pada hakikatnya juga Wirid. Yang harus dilakukan terus menerus. Istiqomah. Dan Sholawat memang dahsyat. Allah SWT dan malaikat pun bersholawat untuk Nabi Muhammad SAW.
“Innallaha wa malaikatahu yusholluna alan nabi, ya ayyuhalladzina amanu sallu ‘alaihi wa sallimu taslima.”
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS Al Ahzab 56)
Lalu kapan mulai merantau ke Jerman? Saya aslinya dari Mayong Jepara Jawa Tengah. Saya merantau ke Jerman tahun 2004, menyusul mama dan papa serta dua adik saya yang sudah lebih duluan di Jerman sejak 2001. Saya ke Jerman dalam rangka melanjutkan pendidikan. Ya, kuliah di kota kami ini.
Selain mendapat ilmu, selama tinggal di Jerman, saya juga diberi atau dipertemukan dengan jodoh saya oleh Allah SWT. Suami saya orang berkewarganegaraan Jerman-Lebanon. Mama suami orang Jerman dan papanya orang Lebanon.
Mama mertua saya mualaf sewaktu menikah dengan papanya suami saya. Suami lahir di Hannover, Jerman, tetapi tumbuh besar di Lebanon. Ketika dia berumur 19 tahun, pada 2005 dia datang ke Jerman untuk melanjutkan pendidikannya.
Nah pada tahun 2006 akhir kami bertemu. Kami berkenalan. Kemudian akrab. Dan pada tahun 2007 awal, atau tepatnya pada Februari tahun itu, kami menikah di Hamburg. Kini kami dikaruniai empat orang anak. (*)