Tempat kuliner bernama “Medina Asian Restaurant” rupanya sudah sangat populer di Kota Nabi. Baik kalangan pemukim maupun jamaah haji Indonesia sangat mengenalnya. Bahkan sejumlah pejabat negara dan artis Indonesia kerap mampir ke restoran yang berada di kawasan Bukit Uhud itu. Berikut laporan Muhamad Saefullah, anggota Tim Media Center Haji Kemenag RI, yang sempat mengunjungi restoran itu, untuk DutaIndonesia.com.
Oleh: Muhamad Saefullah
MEDINA Asian Restaurant menyajikan masakan khas Indonesia, seperti mie bakso, mie ayam, nasi goreng, batagor, bakwan, ayam geprek, sate, rendang, pisang goreng, nasi rames, pecel Madiun, soto ayam, soto Betawi, gado-gado, ketoprak, es cendol dan aneka makanan Indonesia lainnya. Seluruh masakan tersebut dijamin memenuhi citra rasa nusantara, sebab diracik oleh juru masak asal Cilacap, Jawa Tengah, bernama Muhammad Sarwoni Thoyyibi, tapi akrab disapa Abah Umar.
Abah Umar selalu mempertahankan kualitas masakan yang disajikan di restoran miliknya dengan mengedepankan cita rasa dari bumbu yang didatangkan langsung dari Indonesia, termasuk cabai setan segar, bawang hingga bumbu lainnya untuk menghasilkan bakso dan masakan lain yang sesuai lidah orang Indonesia.
Saat ini, omzet restoran mencapai Rp 100 juta rupiah. Bahkan pada momen tertentu, restorannya bisa mencapai omzet lebih dari Rp 100 juta per bulan. Meski masakan Abah Umar banyak digemari orang Indonesia dan Asia, terutama jamaah umrah dan jamaah haji Indonesia, tapi Umar belum mau terlibat katering layanan haji. Padahal keuntungan dari bisnis layanan katering jamaah haji sangat besar.
“Saya belum sanggup karena kapasitas dapur belum memadai untuk dapat memenuhi layanan ribuan jamaah haji Indonesia. Saya juga harus menjaga kualitas masakan. Saya tidak mau sekedar menerima order tapi kualitas rasa masakan tidak terjamin ,” tutur Abah Umar.
Retoran Abah Umar berkembang pesat. Saat ini mempekerjakan 23 orang yang didominasi orang Indonesia. Abah Umar telah membuka cabang di sejumlah lokasi di Madinah. Salah satunya adalah dekat dengan pintu 338 Masjid Nabawi. Di tempat itu, warung Abah Umar juga digemari jamaah Indonesia.
Perjalanan Umar
Abah Umar adalah santri KH Anwar Iskandar, Ketua Umum MUI Pusat dan Wakil Rais Aam PBNU. Abah Umar pernah mondok di Pesantren Al-Amin, Kota Kediri, yang diasuh langsung oleh KH Anwar Iskandar. Di pondok tersebut, selain belajar agama, Abah Umar pernah menjadi juru masak pondok. Ia memasak untuk melayani kebutuhan makan ribuan santri di pondok tersebut.
Usai mondok, Abah Umar berkelana ke sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan berbagai negara, hingga ”terdampar’ di kota Rasulullah SAW, Madinah. Dalam perjalanan hidup bapak tiga anak ini, mengalami pahit getir kehidupan. Bahkan, Abah Umar pernah disangka orang gila karena memakai pakaian compang camping. Ia tidak punya apa-apa. Baju pun hanya yang melekat di tubuh.
Sebelum menetap di Madinah, pria yang sudah fasih berbasa Arab ini pernah tinggal di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, selama 30 tahun. Di kawasan elite itu, sebenarnya Abah Umar pernah sukses berjualan pisang goreng pakai gerobak. Saking larisnya pisang goreng buatan Abah Umar, datang investor untuk memodali membuka 26 cabang di sejumlah daerah di Jakarta.
Sampai wabah Covid-19 datang melanda Indonesia. Kebijakan pemerintah yang melarang kerumunan, akhirnya dagangan Abah Umar pun satu per satu bangkrut. Umar pun menganggur selama beberapa bulan. Abah Umar hidup di jalanan. Tidur pun di sembarang tempat, seperti emperan toko, pasar dan sebagainya. Untuk menghidupi keluarga, Abah Umar menjual satu per satu barang miliknya hingga hanya punya pakaian melekat di badan.
“Melamar menjadi tukang sapu jalanan yang dibayar sehari Rp 3 ribu pun gak diterima. Apa yang saya punya saya jual, barang-barang hasil jualan pisang goreng habis dijual, termauk baju, tas dan sepatu. Sebagian buat makan. Sebagian buat ongkos cari kerja,” kenang Abah Umar.
Akhirnya, Abah Umar mendapat pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga seorang pengusaha bernama Didik Kusnadi, yang pernah mengerjakan desain interior pasar Jaya, Blok M.
“Di rumah itu, pekerjaan saya, nyuci mobil, nyapu, bersih-bersih rumah dan sebagainya,” katanya. “Kebetulan, istri Pak Didik punya usaha makanan, beliau mengajari saya masak,”tambahnya.
Pergi ke Arab Saudi
Sampai akhirnya, Abah Umar memutuskan pergi ke Arab Saudi. Tujuan pertamanya, Makkah al Mukaromah. Pergi ke Arab Saudi memang sudah menjadi keinginan Abah Umar sejak menjadi santri di pondok pesantren Abah Yai Anwar Iskandar.
“Ada tiga kota yang saya rindukan untuk dikunjungi sejak di pondok, yaitu Masjidil Haram Makkah, Masjidil Aqso dan Masjid Nabawi, Madinah. Dan ternyata Allah membawa saya terdampar di Madinah,” katanya.
Menurut Abah Umar, Madinah lebih damai dibanding dua kota impiannya itu. Di Madinah Abah Umar merasa seperti di kampung sendiri.
“Saya merasa nyaman, tenteram dan relaksasi . Banyak bertemu dengan orang-orang baik di sini (Madinah),” kata Umar.
Enam bulan pertama di Madinah, Abah Umar lontang-lantung tanpa pekerjaan. Sampai bertemu orang Arab, pengusaha travel, mengajak kerja sama mendirikan rumah makan masakan Indonesia. Abah Umar memulai usaha dari tiga orang karyawan hingga kini memiliki 23 karyawan, berasal dari Indonesia dan Bangladesh.
Sekarang, terutama pada sore sampai malam hari restorannya yang berada di Kawasan Jabal Uhud cukup ramai pengunjung. Bukan hanya warga negara Indonesia, warga negara Asia lainnya, seperti Malaysia, Singapura dan Brunei juga kerap mampir di ‘warung’ Abah Umar.
Berkah Doa Kiai
Abah Umar bercerita kunci suksesnya adalah usai shalat fardu dia mengamalkan doa-doa yang diijazahkan dari kiai, utamanya KH Anwar Iskandar. Amalan itu, adalah baca sholawat 1.000 kali serta kirim Al-Fatihan dari Kanjeng Nabi Muhammad, para ulama dan guru-guru serta orang tua kita.
“Saya sering bersilaturahmi kepada guru-guru. Lalu saya ikuti nasihat nasihat dan pesan para guru, meski kadang nasihat itu terdengar tidak enak di telinga. Tapi saya sami’na wa atho’na,” ungkap Abah Umar.
Abah Umar juga membocorkan kunci sukses lainnya, yaitu cinta kasih. Setelah melanglang buana ke berbagai negara, Abah Umar mendapat banyak pelajaran kunci sukses manusia adalah cinta kasih.
“Kita harus memberi cinta kasih kepada sesama tanpa memandang agama. Mereka juga ciptaan Allah. Kita harus bantu mereka terutama membantu kepada orang lapar,” ucap Abah Umar. Begitu juga orang yang punya profesi dan keterampilan juga harus diamalkan. Jadi harus memahami. Minimal memberi jalan bagi sukses orang lain.
Ketika ditanya motivasi terbesar di Madinah? Laki-laki asli Cilacap ini, sambil menahan tangis, berkata, “Saya ingin meninggal di Madinah. Kota di mana Rasulullah dimakamkan,” pungkasnya. (*)