Kriminalisasi Guru Marak: Para Guru Butuh Perlindungan Hukum

oleh
Supriyani guru honorer
Kapolres Konsel AKBP Febry Sam (kiri), Guru Honorer Konsel Supriyani (kedua kiri), Bupati Konsel Surunuddin Dangga (tengah), dan Aipda Wibowo Hasyim dan istri (kedua kanan) saat bersepakat untuk damai. (Foto: ANTARA)

 

MADIUN| DutaIndonesia.com – Maraknya guru atau tenaga pendidik dipolisikan oleh orang tua siswa gegara dianggap melakukan kekerasan terhadap muridnya saat mengajar memicu pro-kontra di masyarakat. Terbaru kasus guru honorer, Supriyani, dituduh menganiaya siswanya hingga dia harus mendekam di penjara. Namun, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, itu akhirnya dituntut bebas oleh JPU di Pengadilan Negeri setempat.

Ini bukan kasus pertama. Sebelumnya di Sidoarjo, Jawa Timur, seorang guru bernama Sambudi juga sempat dilaporkan ke polisi oleh orangtua siswa. Laporan tersebut terkait dugaan tindak kekerasan fisik berupa cubitan yang mengakibatkan memar pada tubuh siswa. Peristiwa ini bermula dari teguran guru terhadap siswa yang tidak mau melaksanakan ibadah salat.

Selanjutnya, di Bengkulu, Zaharman, guru SMA Negeri 7 Rejang Lebong, bahkan mengalami kebutaan permanen setelah matanya dikatapel oleh orangtua siswa. Peristiwa ini terjadi setelah Zaharman menegur seorang murid yang kedapatan merokok di lingkungan sekolah.

Kekerasan yang dialami guru saat mengajar ini membuat prihatin banyak kalangan. Masyarakat merespons dilema para guru saat mendidik siswanya ini dengan berbagai cara.

Misalnya di media sosial, netizen membuat parodi yang memperlihatkan guru acuh tak acuh saja saat seorang murid sedang berkelahi atau tidur pulas di kelas. Di akhir parodi ini, muncul pesan mengungkapkan jika alasan guru acuh tak acuh lantaran takut dipermasalahkan oleh orang tua siswa.

Bukan hanya netizen. Para guru pun angkat bicara meminta perlindungan hukum saat sedang bertugas mengajar di sekolah. Nurul Indayati SPd, MMPd, Guru SMPN 4 Jombang, misalnya, menegaskan, bahwa guru mempunyai hak mendapatkan perlindungan hukum. “Guru punya kewajiban mendidik siswa. (Perundungan dan kriminalisasi guru), itu orang tuanya siswa yang salah,” katanya kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (12/11/2024).

Lalu bagaimana guru mendidik siswa, termasuk bila harus menghukum karena muridnya melakukan pelanggaran peraturan sekolah? Menurut Nurul, kalau siswanya masih di bawah umur, masih di bawah pengampunan orang tua, sebaiknya jangan dihukum. Sebab mereka masih proses belajar.

“Beri sanksi yang ringan agar mereka jera. Jangan sampai dipenjara (bila melanggar hukum). Ini menurut aku. Kayak di Blitar itu ada rumah anak negara. Khusus yang melanggar hukum, di bawah umur, atau pelajar. Kemarin ada siswa saya tawuran antarperguruan silat, terus dilaporkan oleh warga. Lalu, dia dipenjara. Akhirnya orang tuanya lapor ke sekolah. Pihak sekolah mengajukan permohonan agar mereka dikeluarkan dari penjara, supaya dia bisa belajar,” katanya.

Yusuf, pensiunan guru di SDN 01 Dempelan Kec./Kab. Madiun, juga prihatin atas maraknya perundungan terhadap guru. Karena itu dia berharap agar ada jaminan perlindungan terhadap profesi ini. Pasalnya, profesi guru beda dengan profesi lain. Guru bertugas mengajar, mendidik, dan membina siswa agar mengerti dan pandai serta mencetak akhlaq yang baik. Hal itu bukan untuk diintervensi.

“Saat ini banyak siswa berani sama guru karena moral akhlaq yang tidak baik. Kalau guru bertindak disalahkan. Lalu mau jadi apa mereka?” katanya tegas, kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (13/11/2024).

Menurutnya, kebanyakan guru tidak bisa melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Selain tertekan dengan sistem pendidikan yang ada, waswas dikriminalisasi, juga adanya intervensi dari instansi/birokrasi terkait yang mengharuskan menyelesaikan tugas-tugas yang bukan tupoksinya.

” Seringkali kali guru tidak fokus dalam mendidik anak, karena harus membuat dan menyelesaikan laporan yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan anak,” ujarnya.

Maka, dia pun setuju ada UU Perlindungan Guru. Dengan UU ini diharapkan bisa lebih memberikan kemerdekaan dan perlindungan terhadap guru dalam upaya mendidik dan mencerdaskan anak didik.

“Semoga ke depan profesi guru lebih diberikan kemerdekaan dan perlindungan dalam mendidik anak-anak,” pungkasnya.

Sebelumnya Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka, juga ikut bersuara. Sekolah, kata dia, selayaknya menjadi tempat yang aman bagi seluruh pihak termasuk guru dan tenaga pendidik. Hal tersebut dia sampaikan dalam rapat koordinasi bersama Kepala Dinas Pendidikan se-Indonesia di Hotel Sheraton Jakarta, seperti dikutip dari detikNews, Rabu (13/11/2024).

Gibran pun mendorong agar praktik kekerasan dan perundungan tidak terjadi lagi. Apalagi hingga berujung pada kriminalisasi guru. Bahkan Wapres mendorong adanya Undang-undang Perlindungan Guru. Gibran berharap adanya Undang-undang ini dapat menjaga peran guru sebagai pendidik tanpa takut dikriminalisasi saat menjalankan tugas mereka.

“Ke depan perlu kita dorong juga UU Perlindungan Guru, jadi guru bisa nyaman, guru punya ruang mendidik dengan cara disiplin tapi harus ada UU dan perlindungannya,” ucap Gibran.

UU Guru & Dosen

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menjelaskan terkait UU Perlindungan Guru. Mu’ti menjelaskan, perlindungan terhadap guru dan dosen telah tertuang dalam UU 20/2003 dan UU 14/2005 tentang guru dan dosen. Namun, jika aturan tersebut dianggap masih belum melindungi para pendidik, Mu’ti tidak menutup usaha untuk mengupayakan payung hukum tambahan.

Menurut Mu’ti, sebenarnya sudah ada pasal-pasal yang mengatur tentang perlindungan guru. Baik secara profesi maupun dalam keamanan dan jaminan yang berkaitan dengan profesi guru.

“Tapi kalau itu dirasa masih belum memadai, memang kalau kita ketemu dengan DPR, itu ada dua rancangan program legislasi nasional,” kata Abdul Mu’ti saat bertemu dengan Kapolri di Mabes Polri, Selasa (12/11/2024).
Dua rancangan program legislasi nasional tersebut berupa revisi UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan revisi UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. “Nanti kita lihat apakah cukup memasukkan (apa yang) diperintahkan Undang-Undang ini atau membuat undang-undang yang baru, kami akan melakukan pengkajian dengan memohon masukan dan aspirasi dari masyarakat,” ungkap Mu’ti.

Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyebut DPR berupaya untuk memperkuat perlindungan guru. “Kami di DPR saat ini sudah memasukkan Revisi UU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2025. Jadi bisa kita integrasikan di sana penguatan Perlindungan Guru,” kata Hetifah kemarin.

Menurut Hetifah, Indonesia sudah memiliki payung hukum untuk melindungi guru. Aturan yang dia maksud adalah Pasal 39 ayat 3, Undang-undang Nomor 14 tahun 2024 tentang Guru dan Dosen. Aturan itu berbunyi:

(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

“Pasal 39 yang sudah mengatur cukup rinci perlindungan bagi guru. Dan sudah ada aturan di bawahnya. Jadi perlu dikuatkan sosialisasi dan penegakan hukumnya,” katanya. (her/det/wis)

No More Posts Available.

No more pages to load.