Pemerintah Stop Obat Sirup Gegara Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius Meningkat Tajam, Ini Respon Apotek

oleh
Apotek ini sementara tidak menjual paracetamol syrup.

SURABAYA|DutaIndonesia.com – Jumlah kasus penyakit Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal/Acute Kidney Injury (AKI) atau gagal ginjal akut misterius di Indonesia terus bertambah. Sebelumnya tercatat jumlah kasus AKI sebanyak 192 kasus, kini dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 bertambah menjadi 206 kasus dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. Terbanyak angka kematian pasien yang dirawat di RSCM Jakarta mencapai 65%.

Sejak akhir Agustus 2022, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah menerima laporan peningkatan kasus AKI yang tajam pada anak, terutama anak di bawah usia 5 tahun. Peningkatan kasus ini cukup tajam berbeda dibanding yang sebelumnya.

“Dari hasil pemeriksaan, tidak ada bukti hubungan kejadian AKI dengan Vaksin COVID-19 maupun infeksi COVID-19. Karena gangguan AKI pada umumnya menyerang anak usia kurang dari 6 tahun, sementara program vaksinasi belum menyasar anak usia 1-5 tahun,” kata Juru Bicara Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril, dalam konferensi pers, Rabu (19/10/2022).

Dia mengatakan bahwa hasil investigasi, termasuk terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien di mana ada senyawa yang diduga menjadi penyebab gangguan ginjal akut tersebut, kemungkinan akan diungkap pada minggu depan. Untuk itu Kemenkes melibatkan BPOM, ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri.

“Senyawa apa yang diduga (menjadi penyebab gangguan ginjal akut, Red.)? Kalau kita melihat hasil penyelidikan atau penelitian di Gambia Afrika, itu memang dikaitkan dengan senyawa yang ada di empat macam obat batuk dan pilek yang sudah disebutkan BPOM mengandung dietilen glikol maupun etilen glikol. Kami belum bisa mem-publish karena sedang dalam penelitian, insyaAllah minggu depan hasil penelitiannya akan kita publish,” katanya.

Selain itu, untuk meningkatkan kewaspadaan dalam rangka pencegahan, Kemenkes RI sendiri mengimbau untuk penghentian sementara resep dan konsumsi obat-obatan dalam bentuk cair atau obat sirup. Kemenkes sudah meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian ini tuntas.

Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

“Kemenkes mengimbau masyarakat untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria (anal), atau lainnya,” katanya.

Pantauan DutaIndonesia.com dan Global News di sejumlah apotek di Surabaya, Rabu (19/10/2022), sejumlah apotek masih menjual obat sirup. Termasuk paracetamol. Petugas di apotek mengaku belum mendapat pemberitahuan resmi soal larangan menjual obat berbentuk cairan tersebut baik dari BPOM maupun dari Pusat. Namun demikian, ada pula yang menariknya.

“Kami menunggu perintah dari pusat. Tadi masih ada yang beli paracetamol sirup, kami layani sebab belum ada pemberitahuan. Entah nanti sore atau malam, bila ada perintah penarikan, ya kita turunkan dari rak,” kata salah seorang petugas di apotek kawasan Gayungan Surabaya, Rabu siang. Tampak sejumlah obat berbentuk sirup masih dipajang di etalase/rak apotek tersebut.

Seorang ibu membeli paracetamol sirup ukuran 120 mg/5 ml sebagai obat untuk anaknya yang demam. Dia juga mengaku belum tahu ada larangan membeli obat dalam bentuk sirup yang dijual bebas di apotek. “Ini harganya Rp 7 ribu. Anakku panas, saya kasih obat ini (paracetamol), tanpa resep dokter, kan sudah biasa beli di apotek. Sekarang lagi musimnya anak panas. Banyak anak yang demam,” katanya.

Sedang Apotek K-24 di Menanggal Surabaya sudah tidak menjual paracetamol sirup pada Rabu malam. “Ini untuk sementara kami tidak menjual paracetamol syrup lebih dulu,” katanya. Namun demikian, apotek ini masih menjual obat Proris syrup.

Begitu juga apotek di Puskesmas, masih menunggu surat edaran resmi dari Kemenkes. Sejauh ini Puskesmas masih memberi obat sirup tapi dibatasi. “Karena belum ada informasi resmi dari Dinkes, kami saat ini masih membatasi penggunaan obat sirup, tapi tidak sampai menstop,” kata petugas apotek di Puskesmas Keling Kab. Kediri, Rabu kemarin. “Surat edaran dari Kemenkes, diminta meminimalisir,” katanya menambahkan.

Kemenkes menegaskan pelarangan menjual obat sirup ini hingga batas waktu yang belum ditentukan. “Sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” imbau Kemenkes.

Kemenkes juga mengimbau masyarakat agar waspada, khususnya yang memiliki anak balita dengan gejala penurunan jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil dengan atau tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah. Bila menemukan gejala tersebut harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat. Selanjutnya pihak keluarga pasien diminta membawa atau menginformasikan obat yang dikonsumsi sebelumnya, dan menyampaikan riwayat penggunaan obat kepada tenaga kesehatan.

Sebagai langkah awal untuk menurunkan fatalitas AKI, Kemenkes melalui RSCM telah membeli antidotum yang didatangkan langsung dari luar negeri. Kemenkes sudah menerbitkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis AKI pada anak yang ditujukan kepada seluruh dinas kesehatan dan fasyankes. Kemenkes juga telah mengeluarkan surat edaran kewajiban penyelidikan epidemiologi dan pelaporan kasus AKI yang ditujukan kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasyankes, dan Organisasi Profesi.

Sebelumnya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat per 14 Oktober 2022, temuan penyakit ini mencapai 152 orang. Lonjakan kasus bulanan tertinggi tercatat terjadi pada September 2022 dengan 76 kasus. Kemudian jumlah kasus bertambah menjadi 192 kasus hingga tercatat pada Selasa 206 kasus.

Jumlah kematian akibat penyakit ini terbanyak di DKI Jakarta. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat 49 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak per Selasa (18/10/2022). Sebanyak 36 kasus merupakan balita, sementara 13 kasus lain non-balita. Dari jumlah itu, sebanyak 25 anak dinyatakan meninggal dunia, 12 masih menjalani perawatan, dan 12 lainnya sudah sembuh.

Sementara di Jawa Timur (Jatim) belum ditemukan kasus penyakit yang disebut disebabkan obat dari India tersebut. Selain DKI Jakarta, Jawa Barat ditemukan 24 kasus, Jawa Tengah 1 kasus, DI Yogyakarta 11 kasus, Banten 2 kasus, Bali 15 kasus, Kalimantan Timur 1 kasus, Kalimantan Selatan 1 kasus, Sulawesi Selatan 1 kasus, Aceh 18 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Jambi 3 kasus, Kepulauan Riau 2 kasus, Papua Barat 1 kasus, Papua 1 kasus, NTT 1 kasus.
Meski kasus AKI di Jatim masih nihil, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tetap mengantisipasinya. Seluruh layanan fasilitas layanan kesehatan di Kota Pahlawan disiagakan untuk mengantisipasi pencegahan penyakit tersebut.

Walikota Surabaya Eri Cahyadi, menyatakan bahwa di Kota Surabaya belum tercatat adanya pasien anak-anak yang mengidap penyakit gagal ginjal misterius. Nantinya, apabila ditemukan adanya kasus tersebut, maka segera dilakukan penanganan perawatan di RSUD dr Soewandi dan RS Bhakti Dharma Husada (BDH) Surabaya.

“Di Surabaya belum ada. Semoga di Surabaya tidak ada, karena kita sudah antisipasi. Jika itu terjadi maka pengobatannya kita lakukan di RSUD Soewandi dan RS BDH, kita khususkan kalau ada yang sakit langsung kita masukkan (rawat),” kata Eri Cahyadi.

Dia melanjutkan, jika terdapat penemuan kasus tersebut di Kota Pahlawan, maka biaya rumah sakit bagi pasien KTP Surabaya ditanggung oleh Pemkot Surabaya melalui program Universal Health Coverage (UHC) kerjasama Pemkot Surabaya dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis.

“Surabaya sudah memiliki BPJS melalui program UHC, artinya sudah ditanggung semua. Pembiayaan untuk cuci darah dapat dicover dengan BPJS, kalau itu sudah KTP Surabaya maka itu gratis,” terangnya.

Nanik Sukristina Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya mengatakan, hingga saat ini belum ada laporan kasus gagal ginjal misterius yang menyerang warga Kota Surabaya. Karenanya, pihaknya terus meningkatkan upaya promosi kesehatan melalui sosialisasi kepada masyarakat melalui puskesmas di seluruh Kota Surabaya.

“Memantau perkembangan kasus penyakit gagal ginjal misterius melalui portal informasi resmi satu pintu, yaitu WHO dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Serta meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit tersebut melalui pengamatan dan deteksi dini di fasilitas pelayanan kesehatan,” kata Nanik.

Oleh karena itu, Dinkes Surabaya juga terus meningkatkan kewaspadaan melalui pengamatan laporan Surveilans Berbasis Kejadian (EBS) di aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) dan deteksi kasus penyakit gagal ginjal misterius yang datang ke fasilitas layanan kesehatan dan melakukan Penyelidikan Epidemiologi kasus apabila ditemukan kasus penyakit gagal ginjal misterius yang berasal dari laporan masyarakat, media, maupun fasilitas layanan kesehatan.

“Untuk penanganan yang diperlukan, sesuai dengan hasil kolaborasi dari dokter spesialis yang menangani, dikarenakan penyakit ini masih belum diketahui penyebabnya. Pasien akan ditangani sesuai dengan tanda dan gejala dari pemeriksaan fisik, anamnesa dan pemeriksaan penunjang. Bila diperlukan, pasien akan dilakukan tindakan cuci darah yang sudah tersedia di Kota Surabaya, di RSUD dr. Moh Soewandhie dan RSUD BDH,” ujarnya.

jNanik menambahkan, para orang tua di Kota Surabaya harus tetap tenang dan waspada terhadap penyakit tersebut. Yakni, dengan menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan mengonsumsi makanan yang bergizi yang tinggi kalori dan protein. Jika ada keluarga yang sakit, diharapkan untuk segera dibawa ke fasilitas layanan kesehatan untuk memperoleh pengobatan dari dokter.

“Selalu mengecek tanggal kadaluarsa obat / makanan sebelum dikonsumsi dan segera melaporkan jika ada keluarga yang mengalami gejala suspek gagal ginjal misterius. Terutama untuk usia di bawah 18 tahun dengan demam 7-14 hari atau jika ada gangguan pada proses urinaria dan pembengkakan pada bagian – bagian tubuh tertentu,” pungkasnya.

Obat Racik

Sementara itu Wakil Menteri Kesehatan dr Dante Saksono Harbuwono menegaskan obat paracetamol tetap aman dan boleh saja dikonsumsi. Ia menyebut kandungan yang berbahaya pada obat adalah etilen glikol (ED), bukan paracetamol.

“Bukan paracetamolnya yang tidak boleh. Paracetamol tetap aman, tapi ada obat paracetamol yang mengandung etilen glikol,” kata Wamenkes saat ditemui di agenda Hospital Expo oleh PERSI, Jakarta, Rabu (19/10/2022).

“Yang tidak boleh adalah karena beberapa obat-obatan tersebut mengandung etilen glikol,” sambungnya.

Meski demikian, demi kewaspadaan Kemenkes menghentikan sementara sediaan obat-obatan sirup dan meminta tenaga kesehatan untuk tidak memberikan resep obat sirup kepada anak.

Sejauh ini, dr Dante mengatakan sudah ada 18 obat yang diteliti dan diuji di Puslabfor. Obat-obatan tersebut masih membutuhkan pengujian lebih lanjut untuk melihat keterkaitannya dengan kasus gagal ginjal akut pada anak. “Sementara masyarakat diimbau pergi ke dokter karena dokter akan memberikan obat racikan,” pungkasnya.

Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat 49 kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak per Selasa (18/10). Jumlah tersebut akumulasi kasus dari Januari 2022 lalu. “Di Jakarta saat ini sudah ada 49 kasus per pagi ini, akumulasi dari Januari 2022,” kata Kepala Seksi Surveillans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama dalam siaran langsung di Instagram @dinkesdki, Selasa (18/10/2022).

Ngabila merinci dari 49 kasus tersebut, 36 merupakan balita, sementara 13 kasus lainnya non-balita. Dari jumlah itu, sebanyak 25 anak dinyatakan meninggal, 12 masih menjalani perawatan, dan 12 lainnya sudah sembuh.
“Tidak ada penambahan kematian pada balita maupun anak, baik itu kematian diagnosis secara umum maupun gagal ginjal akut,” ujar Ngabila saat dikonfirmasi lebih lanjut.

Menurut Ngabila kasus gangguan ginjal akut misterius di DKI Jakarta masih harus diinvestigasi lebih lanjut.
Ngabila juga meminta agar para orang tua tetap mewaspadai gejala awal gangguan ginjal akut misterius ini. Salah satu gejala paling umum yakni intensitas buang air kencing berkurang.

“Kita harus waspada kalau ada gejala awal gangguan ginjal akut ini seperti misalnya kencing kurang, orang tua yang tahu frekuensi pipis anaknya,” jelas Ngabila. “Atau biasa pakai pampers, itu bisa dilihat atau urine lebih sedikit dan lebih pekat atau enggak kencing sama sekali,” kata dia menambahkan.

Selain itu, gejala lainnya yakni ketika anak demam, diare, hingga muntah-muntah. Menurut Ngabila, jika gejala-gejala itu tak berkurang, orang tua harus segera membawa anaknya ke fasilitas kesehatan terdekat. Ia juga menekankan bahwa fasilitas Puskesmas di Jakarta saat ini sudah melayani pemeriksaan gangguan ginjal akut secara gratis.

“Alhamdulillah puskesmas kita bisa akses gratis dan layanan sudah lengkap, artinya puskesmas kita udah bisa periksa fungsi ginjal,” ujarnya.

Terpisah, Dinas Kesehatan Bali juga mencatat terdapat 11 pasien gagal ginjal misterius dan akut yang meninggal lantaran dinilai mendapatkan penanganan yang terlambat. Dinkes mengatakan pasien yang datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi fungsi ginjal yang menurun.

Di sisi lain, seorang anak berusia 2 tahun di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga diduga meninggal dunia akibat mengalami gagal ginjal tanpa penyebab yang jelas atau misterius pada akhir September 2022. Hal itu diungkapkan oleh IDAI cabang NTT.

Dengan demikian, sementara ini terdapat 37 kasus meninggal di Indonesia. CNNIndonesia.com telah mencoba meminta detail data lengkap kematian kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Namun Kemenkes mengaku seluruh data didapatkan dari IDAI.

“Data detail ada di IDAI yang memang memitigasi langsung kepada anggotanya ya, karena ini masih dalam penelitian penyakitnya,” kata Pelaksana tugas Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes Yanti Herman.

Kasus di Gambia

Sejumlah orang mulai mengaitkan kasus gangguan ginjal misterius yang terjadi di Indonesia dengan kematian puluhan anak di Gambia akibat gagal ginjal akut. Hal itu terjadi karena kedua kasus tersebut mendadak muncul ke permukaan dalam waktu bersamaan. Keduanya juga sama-sama menyerang kelompok anak.

Namun demikian, Guru Besar Farmakologi dan Farmasi Klinik Universitas Padjadjaran Profesor Keri Lestari menegaskan bahwa keduanya berbeda. Keri mengatakan bahwa setelah ditelusuri, keempat merek obat yang menyebabkan gagal ginjal akut di Gambia tak tersedia dan tidak mendapatkan izin edar di Indonesia.

Di sisi lain, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga merespons puluhan kasus kematian di Gambia, Afrika, yang diduga disebabkan konsumsi obat sirup yang terkontaminasi dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) dengan menetapkan aturan baru di Indonesia.

Terkini, setiap perusahaan farmasi yang melakukan registrasi obat tidak diperbolehkan mendaftarkan produk yang mengandung baik DEG maupun EG. BPOM juga memastikan keempat produk yang ditarik di Gambia tersebut tidak terdaftar di Indonesia, dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM. (gas/det/cnni/ssn)

IMBAUAN KEMENKES TERKAIT PENYAKIT GINJAL AKUT MISTERIUS

-Setiap fasilitas pelayanan kesehatan baik tingkat pertama dan/atau Rujukan Tingkat Lanjutan yang menerima kasus AKI harus melakukan pelaporan melalui link yang tersedia pada aplikasi RS Online dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).

  • Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Dinas Kesehatan Daerah Provinsi, Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai:

a. Perlunya kewaspadaan orang tua memiliki anak (terutama usia < 6 tahun) dengan gejala penurunan volume/frekuensi urin atau tidak ada urin, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain untuk segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan terdekat.

b. Orang tua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengkonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah lebih mengedepankan tatalaksana nonfarmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis. Jika terdapat tanda-tanda bahaya, segera bawa anak ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan terdekat.

FOTO: GATOT SUSANTO
APOTEK di Menanggal Surabaya ini sementara tidak menjual paracetamol sirup, Rabu malam.

No More Posts Available.

No more pages to load.