SURABAYA|DutaIndonesia.com – Kepala Divisi Neonatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair/RSUD dr Soetomo Surabaya, Dr dr Risa Etika SpA(K), memaklumi kalau saat ini banyak ibu-ibu menjadi galau terkait pemberitaan menyangkut sirup obat penurun demam atau paracetamol yang bisa menyebabkan gangguan pada ginjal. Apalagi gangguan ginjal akut misterius atau Acute Kidney Injury Unknown Origin (AKIUO) ini kemudian dikaitkan pula dengan meninggalnya puluhan anak di Gambia dan Indonesia. Di Indonesia sendiri, kasusnya kini dilaporkan hingga 18 Oktober 2022 bertambah menjadi 206 kasus dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak. Terbanyak angka kematian pasien yang dirawat di RSCM Jakarta mencapai 65%.
“Saya paham kalau para ibu galau, karena anak kan masa depan bangsa. Kalau obatnya akan merusak ginjal terus bagaimana!?” kata Risa yang juga Kasie Humas dan Pengabdian Masyarakat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (19/10/2022).
Namun, lanjutnya, sepanjang obat yang diberikan itu sesuai resep dokter, para ibu tak perlu ragu. Karena dokter dalam meresepkan obat tentu disesuaikan dengan kondisi anak. “Beda kalau langsung beli secara bebas di apotek,” terangnya.
Diakui dalam obat sirup ada kandungan zat tambahan yang memang akan membebani ginjal. Kalau diumpamakan roti, zat ini adalah salah satu unsur pembuat yang harus ada supaya roti itu jadi. “Tapi tidak serta merta langsung membebani ya. Ini terjadi kalau terus menerus dikonsumsi,” katanya.
Risa yang lebih banyak menangani bayi baru lahir hingga usia 1 tahun ini menandaskan, orangtua juga tidak sepenuhnya salah. “Saking sayangnya dan nggak mau anaknya sakit, jadi sedikit-sedikit diberi obat,” ujarnya.
Dia lantas mencontohkan salah satu pasiennya yang divaksin. “Belum-belum, ibunya sudah bertanya apa ini nanti membuat anaknya jadi panas. Secara vaksionologi vaksin tersebut tidak menyebabkan panas. Tapi si ibu sudah khawatir kalau anaknya panas. Saya tanya ‘lo sudah menyimpan obat?’ Si ibu bilang kan bisa beli di apotek,” urainya.
Baca Berita Terkait:
Ditegaskan, obat baru diberikan kalau diukur suhu tubuhnya dengan thermometer mencapai 37,5 derajat Celcius atau lebih. Kalau masih di 37 derajat, cukup dikompres.
“Ada yang 37 derajat sudah panik lalu diberi obat. Ketika menggigil setelah diberi obat baru dibawa ke saya. Ini overaction dan itu tidak boleh,” lanjutnya.
Dokter biasanya akan meresepkan obat panas dengan dosis yang pas. Dengan kata lain, obat akan bekerja sementara selama tubuh pasien panas sehingga tidak sampai toxid meracuni.
Ketika obat penurun panas dalam bentuk sirup masih menimbulkan kegamangan, bisa dibuat dalam bentuk puyer. Risa berpesan pada orangtua agar jangan gampang-gampang memberi obat pada anaknya. Kuncinya, waspadai 3 T dan 1W. Artinya kalau memberi obat harus, pertama Tepat Pasien, kedua Tepat Dosis, ketiga Tepat Obat, dan keempat Waspada efek samping.
“Jangan sedikit-sedikit obat. Apotek juga, hendaknya tidak gampang meluluskan permintaan pengulangan obat resep dokter yang diminta pasien atau orangtua pasien. Saya ngeri melihat orang bisa dengan gampang beli antibiotik,” pungkasnya. (eno)