Oleh Masdawi Dahlan
PRESIDEN Jokowi meminta maaf atas segala kesalahan yang dimilikinya selama memimpin Indonesia 10 tahun terakhir. Pemintaan itu disampaikan pada saat memberi sambutan dalam acara zikir dan doa kebangsaan di Istana Negara Kamis (1/8/2024).
Presiden Jokowi mengungkapkan dengan kerendahan hati bersama Wakilnya KH Ma’ruf Amin mohon maaf yang sedalam dalamnya atas segala salah selama menjalankan amanah sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Dia mengaku menyadari sebagai manusia tidak mungkin bisa menyenangkan dan memenuhi harapan semua pihak.
“Saya tidak sempurna, saya manusia biasa, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Hanya milik Allah penjaga langit dan bumi, Dia maha kuasa atas segala sesuatu. Terakhir saya mengajak agar memohon agar kita diberi kemudahan untuk meraih cita cita bangsa yang maju. Bangsa yang tayyibatun warabbun ghafur,” ungkapnya.
Tentu saja, permintaan maaf Presiden Jokowi mendapat tanggapan beragam banyak pihak. Ada yang menilai positif seperti yang dikemukakan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang menilai permintaan maaf itu bukti Jokowi seorang negarawan. Tapi politisi PKB Jazilul Fawaid menilai permintaan itu harus ditindaklanjuti dengan memenuhi janji janjinya terlebih dulu, sedangkan Dedi Sitorus dari PDIP melihat permintaan itu terlambat, karena Jokowi sudah tidak bisa berbuat apa apa di akhir kekuasaannya.
Tapi ada tanggapan lain yang lebih keras lagi utamanya dari kalangan aktifis media sosial, mereka bukan hanya tidak menerima permintaan maaf, namun meminta aparat penegak hukum agar Presiden Jokowi diproses hukum, karena dianggap telah banyak melakukan pelanggaran hukum selama meminpin Indonesia.
Peneliti dan pengamat politik Prof Siti Zuhro menilai sebagai kepala negara, kata dia, Presiden Jokowi pasti melek politik. Ada yang puas ada pula yang kecewa, lalu bagi yang kecewa itulah Jokowi muncul permintaan maaf apa yang terjadi di tengah masyarakat.
Namun permintaan maaf itu, kata dia, harus dibedakan atas nama institusi negara atau secara individual normatif. Kalau secara formal institusional tidak boleh dilakukan saat acara kegiatan berdzikir. Harus dipisahkan posisinya sebagai warga dengan sebagai presiden.
Pengamat politik Rocky Gerung dengan tegas menilai Presiden Jokowi tidak boleh diberi maaf. Dia mengatakan meminta maaf itu antar orang ke orang, kalau dalam jabatan tidak ada permintaan maaf. Kalau pejabat bisa minta maaf maka pejabat yang koruptor juga bisa minta maaf.
Seharusnya Presiden Jokowi, kata Rocky, mengakui gagal dalam bidang ekonomi, demokrasi, hukum dan dalam berbagai komunikasi diplomasi politik dunia gobal karena dinilai jarang menghadiri pertemuan pertemuan global. Permintaan maaf, kata Rocky, hanya bisa diberikan pada Jokowi sebagai kepala keluarga bukan sebagai kepala negara.
Permintaan Maaf dalam Islam
Dalam ajaran Islam permitaan maaf atas kesalahan dan kekeliruan yang dilakukan merupakan tindakan mulia. Bukan hanya kepada sesama manusia, namun permintaan maaf juga harus dilakukan kepada Allah SWT tuhan pencipta alam semesta.
Perbuatan dosa manusia atas sesama manusia harus diselesaikan dulu sesama manusia lalu kemudian meminta ampun kepada Allah. Sedangkan perbuatan dosa yang berhubungan dengan Allah SWT maka permohonan ampun langsung kepada Allah SWT.
Tentang permintaan maaf atas segala salah dan dosa manusia kepala tuhannya, maupun kepada sesamanya Allah SWT menguraikan secara rinci dalam Firman- Nya dalam Al Quran Surat Ali Imron ayat 135.
“Dan bagi orang yang melakukan perbuatan keji dan menganiaya atas diri sendiri, lalu kemudian (segera) mengingat Allah SWT (menyadari kesalahannya), maka kemudian meminta ampun atas kesalahannya, maka tidak ada dzat yang maha mengampuni kesalahan kecuali Allah SWT. Lalu kemudian tidak mengulangi lagi apa yang telah dilakukannya dan dia mengatahui apa yang dilakukannya.” (QS Al Imron 135)
Ayat diatas menjelaskan secara gamblang bahwa permintaan maaf dari seseorang atas kesalahan yang dilakukannya baik kepada sesamanya maupun kepada tuhannya harus diawali dengan kesadaran bahwa dia telah berbuat salah. Setelah itu ditindaklanjuti dengan meminta ampun (maaf), dan yang paling penting adalah tidak mengulangi lagi atas perbuatan yang dilakukannya.
Permintaan maaf yang disampaikan Presiden Jokowi benarkah telah didasarkan kepada berbagai persyaratan di atas? Apakah dia benar benar sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan menyelenggarakan pemerintahan ? Lalu kemudian apakah dia berupaya untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya?
Dari berbagai kebijakan pemerintahan yang dilakukan pada era pemerintahan Presiden Jokowi baik dalam bidang ekonomi, hukum dan politik dan demokrasi, yang dikritik oleh banyak pihak, tampaknya Presiden Jokowi dinilai tak banyak menggubris kritikan itu, sehingga dia dinilai banyak pengamat tidak merasa bersalah selama ini.
Contohnya pembangunan IKN yang dikritisi oleh banyak pengamat membahayakan keuangan pemerintah kedepan, otak atik hukum ketatanegaraan untuk kepentingan politik hingga berbagai bentuk kebijakan pemerintah lainnya. Tanda tandanya bisa dilihat dari tindakannya tidak merespon kritik yang dilakukan banyak pihak.
Presiden Jokowi tetap saja menjalani roda pemerintahan sesuai dengan pilihan kehendak pikiran hatinya sendiri.
Yang terakhir, kritik atas kebijakan Presiden Jokowi dalam berbagai persoalan telah dilakukan oleh banyak kalangan. Misalnya kritikan atas kebijakan utang negara yang terus membengkak. Namun Presiden Jokowi malah terus menambah utang lagi, begitu juga kritik atas pembangunan IKN yang terus dijalankan. Seakan “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu’’.
Permintaan maaf yang disampaikan Presiden Jokowi dinilai tidak lebih dari sekedar ornamen etis untuk memperbaiki citra dirinya di akhir kekuasannya. Permintaan itu diduga tidak muncul dari kesadaran tulus atas kesalahan yang dilakukannya, atau sekedar formalitas saja. Bagi masyarakat permintaan maaf itu juga dinilai tidak mengandung apa apa. Sebab permintaan maaf itu tidak diikuti upaya memperbaiki serta kesadaran untuk tidak mengulangi perbuatannya yang salah. (*)