RI Hapus Moratorium Pengiriman PMI ke Arab Saudi, Ketum Garda BMI: Jangan Hanya Demi Devisa!

oleh
Ketua Umum Garda BMI Imam Subali
Ketua Umum Garda BMI Imam Subali

SURABAYA| DutaIndonesia.com – Ketua Umum (Ketum) DPP Garda Buruh Migran Indonesia (Garda BMI), Imam Subali, menyambut positif kebijakan Pemerintah RI menghapus moratorium (penghentian pengiriman) pekerja migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi mulai tahun ini. Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyatakan, rencana ini sudah disetujui oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuannya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025 lalu.

Namun demikian Garda BMI berharap bahwa dibukanya kembali keran penempatan PMI ke Arab Saudi tidak semata-mata untuk kepentingan devisa negara saja tapi harus menjadi alternatif yang dipandang strategis untuk mengurangi angka pengangguran di Tanah Air yang masih tinggi.

Data BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2024 sebesar 4,91 persen, turun sebesar 0,41 persen poin dibanding Agustus 2023. Diharapkan, dengan kebijakan penghapusan moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi, angka TPT bisa semakin turun di masa-masa mendatang.

“Oleh karena itu harus dipastikan pola perlindungannya harus benar-benar sudah tertata dan tersepakati antara dua negara, Indonesia sebagai pengirim dan Arab Saudi sebagai pengguna tenaga kerja kita. Hal ini mengingat track record Saudi Arabia kurang bagus dalam masalah perlindungan tenaga kerja asing. Ini yang harus dipastikan terlebih dulu sebelum direalisasikan kebijakan dibukanya kembali penempatan PMI ke Arab Saudi,” kata politisi PKB ini kepada DutaIndonesia, Rabu (19/3/2025).

Secara teknis Imam Subali menyarankan dua hal terkait perlindungan PMI di Arab Saudi. Pertama, SDM calon PMI yang akan ditempatkan di negara petro dollar itu harus betul-betul sudah memiliki kompetensi sesuai bidangnya. Hal ini terkait pentingnya pendidikan dan pelatihan PMI sebelum penempatan di negara tujuan.

“Kedua, monitoring masa kerja di luar negeri untuk memastikan perlindungannya maksimal di tempat kerja,” katanya.

Imam melihat masih ada kelemahan Pemerintah RI dalam memperjuangkan hak PMI di Arab Saudi. Misalnya soal upah PMI di Arab Saudi yang “hanya” Rp 6,5 juta per bulan seperti disebutkan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding. Nilai gaji 1.500 riyal itu, kata Imam, sangat tidak layak.

“Saya melihat ini bukti lemahnya pemerintah kita dalam memperjuangkan kepentingan PMI. Pemerintah gagal memberikan perlindungan secara ekonomi, gaji 1.500 riyal atau Rp 6,5 juta itu sangat tidak layak untuk pekerja kita di Arab Saudi yang rata-rata rumah majikan tempat mereka kerja ukuran besar, dengan 2-3 lantai. Para pekerja kita di Hongkong atau Taiwan gajinya sudah Rp 10 juta/bulan, dengan beban kerja 1/2 atau separo beban kerja di Saudi Arabia karena rata-rata rumah majikan apartemen dan kecil,” ujarnya.

Karena itu, Garda BMI ingin ada jaminan soal hak PMI dan perlindungannya. “Dari sisi gaji pemerintah sudah gagal memberikan perlindungan ekonomi kepada PMI yang akan ditempatkan ke Arab Saudi. Saya khawatir percepatan pembukaan penempatan PMI ke Arab Saudi ini salah satu pemicunya desakan dari para pengusaha baik pengusaha lokal maupun agency dari luar yang kalkulasinya cuma bisnis dan komersial,” katanya.

Selama ini, kata dia, GARDA BMI kurang diajak diskusi soal ini. “Mungkin karena sering bersikap kritis, sepertinya mereka lebih nyaman diskusi dengan pihak-pihak yang selalu ”yes man” atau ABS (asal bapak suka), jadi lebih lancar diskusinya dan lebih cepat dibungkus keputusannya,” katanya.

Seperti diketahui, Pemerintah RI berencana menghapus moratorium PMI ke Arab Saudi. Kebijakan moratorium ini telah diberlakukan sejak 2015 lalu.

Dengan pemberlakuan kebijakan itu PMI tidak lagi dapat bekerja di Arab Saudi. Salah satu alasan kebijakan moratorium itu diberlakukan karena maraknya tindakan kekerasan dan minimnya jaminan kesejahteraan bagi PMI di Arab Saudi.

Moratorium diberlakukan karena minimnya pelindungan hukum bagi PMI di sana. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai kasus eksploitasi, kekerasan, hingga pelanggaran hak asasi manusia para pekerja migran di Arab Saudi.

Lantas, apa alasan yang mendasari keputusan penghapusan moratorium tersebut? Usai pertemuan dengan Presiden Prabowo, Menteri Abdul Kadir Karding menjelaskan bahwa alasan yang mendasari penghapusan adalah sistem pelindungan tenaga kerja di Arab Saudi yang dinilai pemerintah telah lebih baik.

Arab Saudi, kata Abdul, bersedia menjamin PMI mendapatkan upah 1.500 riyal atau Rp 6,5 juta per bulan. Hal ini disampaikan Abdul yang mengaku telah berkomunikasi dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi.
“PMI juga akan diberikan asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan asuransi ketenagakerjaan,” kata dia.

Abdul melanjutkan, Arab Saudi juga berjanji menyediakan sekitar 600 ribu lapangan kerja bagi PMI. Rinciannya, 400 ribu untuk pekerja di lingkungan informal dan 200 ribu untuk pekerja formal.

Politikus PKB itu menambahkan, PMI yang menyelesaikan kontrak kerja selama 2 tahun di Arab Saudi juga akan mendapatkan bonus berupa pemberangkatan umrah. Bonus itu akan diberikan langsung oleh pemerintah Arab Saudi.

Di samping itu, dengan penghapusan tersebut, dia meyakinkan bahwa sejatinya pemerintah berupaya melindungi PMI. Selama ini, kata dia, ada sebanyak 25 ribu PMI yang dikirim ke Arab Saudi di luar prosedur setiap tahunnya. Dengan penghapusan ini, PMI yang selama ini sudah bekerja di Arab Saudi akan otomatis masuk data pemerintah.

“Jadi kami integrasikan data mereka dengan data kami,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

Abdul menyatakan penghapusan moratorium akan ditandai secara simbolis dengan pendandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Pihaknya berharap tahap tersebut bisa dilakukan paling lambat di bulan ini. “Sehingga, Juni sudah dapat melakukan pemberangkatan,” kata dia.

Kementeriannya saat ini sedang menyiapkan skema pelatihan dan penempatan PMI di Arab Saudi. Namun, sejauh ini, penempatan masih akan diurus oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). P3MI nantinya akan bekerja sama dengan agensi swasta yang diawasi oleh BUMN Arab Saudi, seperti Musanet. Musanet ini nantinya akan menjadi pengontrol dalam memberikan jasa PMI kepada masyarakat Arab Saudi.

“Jadi nanti majikan itu kalau mau mengambil pekerja dia harus daftar dulu ke Musanet. Dia harus punya deposit untuk gaji,” ucapnya. (gas/tmp)

No More Posts Available.

No more pages to load.