Ritual Usir Pagebluk (Covid-19): Mulai Pelkudukan Warga Using hingga Tari Dongkrek di Madiun

oleh
Pertunjukan tari dongkrek. (instagram bagas_bimbim)

Kesenian Dongkrek Madiun

Indonesia memang pernah mengalami kejadian seperti tragedi Covid-19 ini. Tepatnya pada tahun 1867 silam, yakni di saat kematian mendadak terjadi di banyak tempat, salah satunya di Mejayan yang kini menjadi Kecamatan Caruban, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Saat itu warga juga memiliki tradisi mengusir wabah.

Mengutip suarajatim.id, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro yang saat itu menjabat sebagai palang atau Kepala Desa yang membawahi empat desa di wilayahnya, melihat warganya mengalami kejadian yang tidak lazim. Puluhan orang meninggal secara mendadak. Pagi sakit, sore meninggal.

Sebagai orang yang dipercaya mengemban amanat penduduk desa, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro merenungkan musibah pagebluk atau wabah yang menyerang warganya. Ia kemudian bertapa di gunung kidul Caruban. Dalam pertapaannya, ia mendapat wangsit bahwa wilayahnya telah dimasuki makhluk halus yang bermaksud jahat.

Dalam wangsit yang diterimanya, Raden Ngabehi Lo Prawirodipuro mendapatkan petunjuk untuk menciptakan sebuah tarian: fragmentasi kesenian untuk mengiringi punggawa roh jahat keluar dari Desa Mejayan.

Berdasarkan wangsit tersebut, Raden Lo Prawirodipuro membuat kesenian Dongkrek. Yakni kesenian musik yang digabungkan dengan tarian. Kesenian Dongkrek adalah kesimpulan yang sangat sederhana.

Diambil dari bunyi alat yang digunakan, yaitu ketika kendang dipukul akan menghasilkan bunyi “dung” dan satu alat serupa bujur sangkar dari kayu yang memiliki gigi, dimainkan dengan cara diayunkan atau diputar dan menghasilkan suara “krek”. Alat musik itu diberi nama korek. Dari kedua bunyi alat musik inti tersebut, kemudian terciptalah nama kesenian Dongkrek.

Kesenian ini dibawakan oleh empat penari yang mengenakan topeng. Topeng buto atau raksasa, topeng perempuan yang diberi nama Roro Ayu dan Roro Perot yang mengunyah kapur sirih, serta topeng orang tua. Pada masing-masing karakter terdapat gambaran terkait musibah pagebluk yang menyerang Desa Mejayan.

Topeng buto adalah gambaran roh jahat yang memasuki wilayah Mejayan, topeng Roro Ayu adalah perempuan cantik anak pejabat yang baik dan sopan, sedangkan Roro Perot adalah pengasuh Roro Ayu yang merawat dan memenuhi perintah orang tuanya. Digambarkan sebagai penduduk desa yang menjadi sasaran roh jahat yang ingin menculiknya keluar dari wilayah tersebut.

Sedangkan topeng orang tua merupakan gambaran kebijaksanaan dan kebaikan untuk mengusir pagebluk keluar dari desa. Selain penari yang mengenakan topeng, musik pengiring juga dimaknai sebagai wasilah mantra atau doa-doa yang dipanjatkan oleh Raden Lo Prawirodipuro bersama warga desa untuk mengusir roh jahat yang memasuki wilayahnya.

Kesakralan kesenian Dongkrek di Mejayan adalah ritual kepercayaan masyarakat yang sebagian cirinya menampakkan diri dalam penggunaan dupa, serta penentuan hari pelaksanaan ritual tersebut.