SURABAYA| DutaIndonesia.com – Tidak kunjung disahkannya Revisi Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) membuat para kepala desa (kades) khawatir sebab DPR RI sudah menyetujuinya melalui Rapat Paripurna pada 10 Juli 2023. Rancangan undang-undang (RUU) usul inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR ini tinggal menunggu persetujuan Pemerintah saja.
Sejumlah kades khawatir pengesahan atas Revisi UU Desa molor mengingat sejumlah daerah sekarang tengah mempersiapkan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak yang secara otomatis membutuhkan kepastian hukum. Misalnya Pilkades serentak di Kabupaten Banyuwangi dan Ngawi pada Oktober 2023 serta Gresik pada Desember 2023.
Karena itu, Asosiasi Kepala Desa Jawa Timur (AKD Jatim) sebagai organisasi para kepala desa segera meminta kejelasan atas nasib revisi UU Desa ini ke DPR RI dan Pemerintah Pusat.
“Kami berharap Revisi UU Desa segera disahkan menjadi UU. Kami dengan pengurus AKD di Jatim yang lain tengah membahas kemungkinan ke Jakarta lagi (menemui DPR dan Pemerintah Pusat, Red.) untuk meminta kejelasan masalah pengesahan UU ini. Insya Allah kalau tidak dalam minggu ini, minggu kedua dalam bulan September 2023,” kata Bendahara AKD Jatim, Syaifullah Mahdi, yang akrab disapa Sandi, kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (6/9/2023).
Sandi mengatakan, RUU Desa tinggal menunggu surat presiden (Surpres) dari Pemerintah ke DPR. RUU Desa sudah disetujui menjadi RUU usul DPR pada Paripurna tanggal 13 Juli 2023.
“Jadi, ya tidak perlu masuk Prolegnas lagi, sebab sudah disetujui DPR,” katanya menjawab kekhawatiran sejumlah kades di Jatim terkait pemberitaan di media bahwa RUU Desa tidak termasuk dalam Prolegnas 2023.
Sandi yang juga Kades Pangkah Wetan Kabupaten Gresik lalu menunjukkan tahapan proses legislasi sejumlah RUU di DPR. Dalam daftar itu terlihat RUU Desa sudah masuk pembahasan tingkat 1 di DPR bersama lima RUU lain yakni RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sudah disetujui menjadi RUU usul DPR pada Paripurna tanggal 21 Maret 2023, RUU BPIP menjadi usul Pemerintah yang Surpresnya sudah masuk DPR, RUU tentang Perubahan atas UU Kelautan, RUU Bahasa Daerah, dan RUU tentang Perampasan Aset Terkait Tindak Pidana.
“Jadi sekarang bukan soal Prolegnas lagi, tapi sudah masuk pembahasan di Pemerintah yang nanti Surpresnya disampaikan ke DPR. Kita kawal lagi agar segera disahkan. Kita akan ke Istana,” katanya.
Sebelumnya anggota DPR RI Komisi V, Suryadi Jaya Purnama, mengatakan, RUU Desa tinggal meminta persetujuan pemerintah pada masa sidang Agustus-September 2023. Insya Allah pada masa sidang Agustus-September mudah-mudahan bisa disepakati bersama pemerintah menjadi Undang-Undang, ujarnya.
Adapun beberapa poin yang disepakati yakni soal masa jabatan kades. Semula masa jabatan kades 6 tahun untuk 1 periode dan dapat dipilih untuk 3 periode, direvisi menjadi 9 tahun untuk 1 periode dan dapat dipilih untuk 2 periode. Dan keputusan di DPR itu langsung berlaku bagi kades yang sedang menjabat. Otomatis diperpanjang. Misal dia sedang menjabat 1 periode, maka diperpanjang lagi 3 tahun dan boleh maju lagi untuk 1 periode berikutnya, kata anggota Komisi V DPR RI yang bermitra dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal ini.
Kemudian bagi kades yang sedang menjabat 2 periode, maka diperpanjang 3 tahun dan boleh maju lagi untuk 1 periode. Adapun untuk kades yang sedang menjabat periode ketiga, hanya diperpanjang 3 tahun dan tidak boleh maju lagi. Itu draf yang sudah disepakati. Tetapi itu nanti tergantung kesepakatan dengan pemerintah, tegasnya.
Dengan demikian terhadap pemerintah daerah yang akan menggelar pemilihan kepala desa (pilkades) dalam waktu dekat disarankan agar ditunda. Selain Banyuwangi, Ngawi, dan Gresik, Kabupaten Lombok Utara (KLU) juga akan menggelar pilkades 5 desa pada Oktober nanti di mana tahapan pencalonan saat ini sedang berlangsung. Penundaan itu, lanjut politisi yang akrab disapa SJP ini, disarankan untuk mencegah terjadinya polemik di masyarakat.
Artinya, jangan sampai pilkades selesai dan menghasilkan pemenang, namun belum bisa dilantik karena masa jabatan kades sebelumnya tidak jadi berakhir karena diperpanjang 3 tahun sesuai hasil revisi UU Desa. Jadi pilkades kita sarankan ditunda, karena pada bulan Agustus-September itu disahkan, jelasnya.
Adapun untuk memperkuat argumen penundaan pilkades itu, pemerintah daerah disarankan berkonsultasi ke DPR RI. Dari konsultasi itu ada berita acara atau saran tertulis dari DPR RI, apakah pilkades dilanjutkan atau tidak. Jadi pemerintah daerah silakan datang konsultasi secara kelembagaan, sehingga ada dasar formal untuk menunda atau melanjutkan pilkades, biar tidak ada polemik di bawah, pungkasnya. (gas)