Skandal Jual Beli Jabatan: 7 Bupati/Walikota Dibui, Siapa Menyusul?

oleh


JAKARTA | DutaIndonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menangkap tujuh kepala daerah (bupati/walikota) terkait kasus suap jual beli jabatan. KPK memberi warning bahwa jual beli jabatan masih menjadi modus bagi kepala daerah untuk meraup keuntungan pribadi. Karena itu, ditengarai masih akan ada lagi bupati/walikota yang memakai modus ini untuk memperkaya diri.

“KPK mencatat kasus jual beli jabatan di lingkungan pemda sejak 2016 hingga 2021 ini telah melibatkan 7 bupati,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ipi Maryati Kuding, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (1/9/2021).

Tujuh di antara kepala daerah tersebut tiga berasal dari Jawa Timur (Jatim), yakni Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, dan terakhir yang baru saja ditangkap aparat KPK adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari. Empat lain adalah Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, Bupati Kudus Muhammad Tamzil, dan Walikota Tanjungbalai M. Syahrial.

Seperti diberitakan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya yang juga anggota DPR Hasan Aminuddin terjerat operasi tangkap tangan atau OTT KPK. Keduanya kini menjadi tersangka dalam perkara jual beli jabatan kepala desa di Kabupaten Probolinggo.

Puput selaku Bupati Probolinggo ditangkap bersama suaminya dan sejumlah pihak lain pada Senin (30/8/2021). Sebelum ditangkap KPK, pasangan suami istri Hasan Aminuddin dan Puput Tantriana dikenal sudah membangun dinasti politik di Probolinggo yang sudah bertahan selama 18 tahun. Kekuasaannya dirintis pertama kali oleh sang suami ketika menjadi anggota DPRD Kabupaten Probolinggo periode 1999-2003. Setelah itu Hasan terpilih menjadi Bupati Probolinggo dua periode, 2003-2008 dan 2008-2013.

Dinasti politik sendiri dimaknai sebagai sebuah jaring kuasa politik yang dijalankan atau dikendalikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan keluarga. Ini mirip dengan pola kekuasaaan dalam sebuah kerajaan yang penguasanya berputar di lingkaran keluarga.

Usai masa tugasnya sebagai bupati berakhir, Hasan kemudian terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014- 2019 dan 2019-2024 dari Fraksi NasDem, daerah pemilihan Jawa Timur II. Selanjutnya, posisi Hasan sebagai Bupati digantikan oleh istrinya sendiri, Puput Tantriana, yang berhasil memenangkan Pilkada pada 2013. Tantriana menjabat pada periode 2013-2018, kemudian terpilih kembali pada periode kedua 2018 sampai sekarang.

Pada pilkada 2018, dia maju bersama wakilnya Timbul Prihanjoko. Saat maju dalam kontestasi pilkada, keduanya diusung lima partai, yaitu Partai Nasdem, PDI Perjuangan, Golkar, PPP, dan Gerindra.

Dalam kasus jual beli jabatan di Probolinggo, KPK menahan lima tersangka– yang sedianya akan ikut seleksi jabatan kepala desa– dari total 22 tersangka yang ditetapkan. Lima tersangka tersebut ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2021 sampai dengan 19 September 2021.

“Ini ada 22 tersangka sementara yang ditahan baru lima, yang lain ke mana? Mungkin masih di rumahnya karena pada saat kami melakukan OTT (operasi tangkap tangan), kami tidak menangkap secara keseluruhan 22 orang itu tetapi kami menangkap terhadap orang-orang yang kebetulan menyerahkan uang, yang membawa uang,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

Lima tersangka yang ditahan adalah Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari (PTS) ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Anggota DPR RI Hasan Aminuddin (HA) yang juga suami Puput ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1. Selanjutnya, Doddy Kurniawan (DK) selaku Aparatur Sipil Negara (ASN)/Camat Krejengan, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, Muhammad Ridwan (MR) selaku ASN/Camat Paiton, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan, dan Sumarto (SO) selaku ASN/Pejabat Kepala Desa Karangren, Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

“Sebagai pemenuhan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19, para tersangka akan dilakukan isolasi mandiri pada rutan masing-masing,” kata Alex.

Dalam kasus ini, sebagai penerima, yakni Puput Tantriana Sari, Hasan Aminuddin, Doddy Kurniawan, dan Muhammad Ridwan. Sementara 18 orang sebagai pemberi uang suap merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Probolinggo, yaitu Sumarto, Ali Wafa (AW), Mawardi (MW), Mashudi (MU), Maliha (MI), Mohammad Bambang (MB), Masruhen (MH), Abdul Wafi (AW), Kho’im (KO). Selanjutnya, Ahkmad Saifullah (AS), Jaelani (JL), Uhar (UR), Nurul Hadi (NH), Nuruh Huda (NUH), Hasan (HS), Sahir (SR), Sugito (SO), dan Samsudin (SD). KPK menyebut tarif untuk menjadi pejabat kepala desa di Kabupaten Probolinggo sebesar Rp20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta/hektare.

Titik Rawan Korupsi

Jual beli jabatan ini modus lama untuk mengeruk keuntungan pribadi pejabat. Sudah banyak yang ditangkap tapi para pejabat tidak pernah kapok. Karena itu, Ipi mengingatkan para kepala daerah agar menjauhi potensi benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang, khususnya dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan pemerintahannya.

Selain itu, Ipi menyebut, dari hasil pemetaan KPK atas titik rawan korupsi di daerah, KPK mengidentifikasi beberapa sektor yang rentan terjadi korupsi, di antaranya terkait belanja daerah seperti pengadaan barang dan Jasa. Kemudian, korupsi pada sektor penerimaan daerah, mulai dari pajak dan retribusi daerah maupun pendapatan daerah dari pusat, dan korupsi di sektor perizinan mulai dari pemberian rekomendasi hingga penerbitan perizinan.

“Dalam upaya pencegahan korupsi melalui perbaikan tata kelola pemerintahan daerah, KPK telah mendorong diimplementasikannya Monitoring Center for Prevention (MCP). Manajemen ASN merupakan salah satu dari delapan fokus area intervensi perbaikan tata kelola pemda yang terangkum dalam aplikasi tersebut,” kata Ipi.

Kedelapan area intervensi tersebut adalah Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa.

“Untuk mencegah benturan kepentingan dan penyalahgunaan wewenang kepala daerah dalam pengisian jabatan, KPK mendorong diimplementasikannya manajemen ASN berbasis sistem merit,” kata Ipi.

Dalam aplikasi MCP, terdapat lima indikator keberhasilan yang disyaratkan bagi pemda untuk dipenuhi, yaitu meliputi ketersediaan regulasi manajemen ASN berupa Peraturan Kepala Daerah (Perkada) atau SK Kepala Daerah, sistem informasi, kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan pengendalian gratifikasi, tata kelola SDM, serta pengendalian dan pengawasan.

“Keberhasilan daerah dalam mewujudkan manajemen ASN yang mengedepankan nilai-nilai profesionalisme dan integritas sangat tergantung pada komitmen kepala daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola SDM yang akuntabel dan bebas kepentingan, termasuk tidak menjadikan proses pengisian jabatan di instansinya sebagai lahan untuk korupsi,” kata Ipi. (hud/wis)