SURABAYA| DutaIndonesia.com- Masyarakat Jawa Timur (Jatim) akhir-akhir ini merasakan suhu udara sangat panas. Termasuk di malam hari. Bahkan, di saat turun hujan pun suhu masih terasa panas. Sementara fenomena gelombang panas juga melanda sejumlah negara di Asia. Sejumlah orang dikabarkan tewas dan sekolah serta kampus diliburkan.
Prakirawan BMKG Stasiun Juanda, Arif Krisna Widadi, kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Kamis (2/5/2024), mengatakan, suhu udara panas ini tidak ada hubungannya dengan erupsi Gunung Semeru atau letusan Gunung Ruang. “Tidak ada sama sekali,” katanya.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyampaikan terjadi lagi erupsi Gunung Semeru pada Selasa (30/4/2024) malam pukul 22.03. Masyarakat diminta untuk tak beraktivitas di sepanjang Sungai Besuk Kobokan. Pada hari yang sama, Gunung Ruang di Tagulandang, Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara (Sulut), juga kembali erupsi. Peristiwa ini membuat Bandara Sam Ratulangi dan Bandara Djalaluddin Gorontalo ditutup sementara hingga ribuan warga dievakuasi.
Arif menjelaskan bahwa salah satu penyebab suhu panas karena sebagian besar wilayah Jatim sudah memasuki awal musim kemarau. Suhu permukaan cenderung meningkat karena radiasi matahari dipancarkan ke bumi akan diserap dan akan dipancarkan kembali ke udara.
“Biasanya suhu maksimum itu sendiri terjadi 2 atau 3 jam setelah tengah hari. Dan pada malam hari akan terasa panas karena radiasi yang terpancar itu terhalang oleh tutupan awan,” katanya.
Kedua, kata Arif, di musim kemarau itu sendiri secara umum bertiup angin timuran di mana angin timuran itu sendiri berasal dari Australia yang cenderung kering. Ketiga, faktor banyaktidaknya tutupan awan juga bisa mempengaruhi tinggi rendahnya suhu udara.
“Keempat, pengaruh posisi matahari. Dan kelima, vegetasi di daerah setempat. Berdasarkan rilis BMKG Jatim, secara umum lama musim kemarau sendiri diprakirakan hingga November pertengahan dan untuk secara resminya kapan musim hujan dimulai nanti akan dirilis secara resminya juga,” katanya.
Namun demikian, kata Arif, normalnya kemarau akan berlangsung hinngga pertengahan November dan nanti akan menjadi ekstrem atau berlangsung secara normal tergantung dengan perkembangan dinamika atmosfer.
“Nanti akan kami update jika ada perkembangan terbaru. Dan untuk petani diimbau untuk menyesuaikan dengan pola tanam dan jenis tanaman,” ujarnya.
Untuk itu BMKG juga mengimbau masyarakat, agar menjaga kondisi kesehatan tubuhnya. Jika melakukan aktivitas di luar ruangan diimbau untuk membawa cairan guna mengurangi risiko dehidrasi dan diimbau untuk tidak membakar sampah atau membuang puntung rokok di sembarang tempat.
“Hal itu karena musim kemarau rawan akan terjadinya kebakaran lahan dan hutan,” katanya.
Sebelumnya Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan fenomena suhu panas di Indonesia terjadi karena posisi semu Matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa. Hal ini menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari. Tapi fenomena suhu panas di Indonesia bukan merupakan heat wave, karena memiliki karakteristik yang berbeda. Cuaca panas di Indonesia hanya dipicu faktor pemanasan permukaan sebagai dampak dari siklus gerak semu Matahari sehingga dapat terjadi berulang dalam setiap tahun.
BMKG mengatakan sekitar 63% wilayah Zona Musim diprediksi mengalami Awal Musim Kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024. Sebelumnya, di periode pertengahan April, beberapa wilayah masih cukup basah dan terjadi hujan. Antara lain di Luwu Utara (Sulawesi Selatan), Banjarbaru (Kalimantan Selatan), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), dan Tanjung Perak Surabaya (Jawa Timur).
Guswanto mengungkapkan dalam sepekan ini, BMKG mengidentifikasi masih adanya potensi peningkatan curah hujan secara signifikan. Lokasinya sebagian besar di Sumatera, Jawa bagian Barat dan Tengah, sebagian Kalimantan dan Sulawesi, Maluku dan serta sebagian besar Papua.
Sementara itu, Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan bahwa pada bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia.
Untuk itu, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es.
Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari.
Andri mengimbau masyarakat agar tetap tenang meski perlu tetap waspada terhadap potensi bencana terutama banjir yang sewaktu-waktu dapat terjadi, mengenali potensi bencana di lingkungan masing-masing khususnya di daerah rawan bencana, serta dengan langkah-langkah sederhana salah satunya dengan tidak membuang sampah sembarangan, bergotong royong menjaga kebersihan dan menata lingkungan sekitarnya.
Bukan Indonesia, sejumlah negara juga dilanda gelombang panas. Jutaan orang yang tinggal di negara Asia Selatan hingga Asia Tenggara ikut terdampak dari gelombang panas yang terjadi itu.
Akibatnya, beberapa sekolah dan kampus dipaksa tutup demi menjaga muridnya agar tak terkena serangan panas yang berbahaya bagi kesehatan. Produktivitas lahan pertanian juga terganggu akibat dari gelombang panas yang terjadi secara berkelanjutan.
Mengutip CNBC Indonesia gelombang panas (heat wave) terjadi di beberapa negara tetangga RI. Misalnya saja Thailand yang mencatat suhu maksimum hingga 52°C.
Pada Kamis (25/4), Thailand mengeluarkan peringatan baru. Pemerintah setempat mengatakan sengatan panas (heatstroke) telah menewaskan sedikitnya 30 orang tahun ini.
Cuaca panas juga melanda Manila, Filipina, pada awal April. Sejumlah sekolah bahkan terpaksa membatalkan kelas tatap muka, Temperatur di ibu kota bahkan menembus 42 derajat celcius.
Indeks panas yang mengatur kondisi suhu dengan pertimbangan kelembaban menyebut Manila dalam tingkat “bahaya”. (gas/cnni)