SURABAYA| DutaIndonesia.com –Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK Jatim) mendapat laporan dari warga yang terkena dampak kenaikan PPN 12 persen. Untuk itu YLPK Jatim mengimbau masyarakat agar mengkritisi kebijakan kenaikan PPN bila melanggar janji Presiden Prabowo Subianto bahwa kebijakan ini berlaku untuk barang mewah.
Namun dalam kenyataannya barang konsumsi sehari-hari pun terkena dampak kebaikan pajak tersebut.
“Dear all Konsumen, PPN 12% ternyata implementasinya tidak sesuai yang dijanjikan Prabowo bahwa hanya barang mewah yang kena pajak. Di lapangan ditemukan yang bukan kategori barang mewah juga kena PPN 12%. Ayo konsumen lakukan advokasi bersama. Yang pertama kita lakukan mengumpulkan bukti-bukti struk belanja yang kena PPN 12%,” kata Ketua YLPK Jatim M. Said Sutomo kepada DutaIndonesia.com, Minggu (5/1/2025).
Seperti dikutip dari BBC News Indonesia, setelah berbulan-bulan melakukan sosialisasi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, pemerintah memutuskan pada malam pergantian tahun bahwa kenaikan tarif PPN 12% hanya berlaku bagi barang dan jasa mewah. Pengumuman tersebut membuat para konsumen kebingungan lantaran harga sejumlah barang sudah telanjur naik.
Ekonom dan pendiri lembaga pemikir CORE, Hendri Saparini, mengatakan pemerintah telanjur membuat pihak industri mengambil ancang-ancang menaikkan harga menjelang penerapan kebijakan PPN 12%.
“Para pelaku usaha itu mereka sudah mengantisipasi duluan tentang kenaikan PPN ini. Terus kemudian, ya kalau ternyata barang yang saya jual itu PPN-nya enggak naik. Kalau ternyata naik, sudahlah kita naikin saja dulu,” kata Hendri.
“Damage-nya itu sudah ada,” tambahnya.
Menanggapi kebingungan publik Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti mengatakan kebijakan pemerintah didasari kondisi aktual warga.
Setiap kebijakan pemerintah dipertimbangkan dengan seksama mempertimbangkan kondisi seluruh rakyat, kondisi perekonomian termasuk daya beli masyarakat dan pemerataan kesejahteraan,” kata Dwi dalam pernyataan tertulis kepada BBC News Indonesia.
Berikut penuturan konsumen dan pelaku usaha di sejumlah wilayah:
‘Masyarakat mulai oleng’
Neni Hartini (34) adalah salah satu warga Bandung yang berbelanja di Pasar Saeuran. Dia mengaku sudah merasakan harga barang-barang meningkat.
“Ini belanja sudah Rp150.000. [Untuk belanja seperti ini] paling [biasanya] Rp130.000-an lah,” kata ibu dua anak itu saat ditemui usai berbelanja.
Kenaikan harga hampir semua kebutuhan pokok telah Neni rasakan sejak Desember 2024 lalu, ketika wacana kenaikan PPN 12% menguat. Bahkan Neni merasakan ongkos angkutan kota ikut naik, padahal harga BBM tidak naik.
“Kebutuhan segala naik, sedangkan pendapatan masih tetap segitu-segitu saja. Semua sih terdampak. Ke sembako, transportasi, semuanya,” ujarnya.
Menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok tersebut, Neni terpaksa mengencangkan ikat pinggang.
“Lebih ngirit aja sih, enggak terlalu sering masak sekarang. Soalnya, lebih diutamain buat anak-anak untuk bekal sekolah,” ujarnya. (gas)