BATU|DutaIndonesia.com – Kota Batu, Jawa Timur, identik dengan seni Bantengan. Pesta seni budaya bantengan sering digelar di sejumlah desa di Kota Batu. Khususnya pada momen-momen tertentu seperti peringatan HUT ke-77 RI beberapa waktu lalu. Salah satunya even Kirab Banteng Agung Joyo Nuswantara yang digelar Minggu (7/8/2022). Seni-budaya memang menjadi salah satu daya tarik wisatawan di kota wisata ini.
Kesenian tradisional bantengan ini tidak hanya ditampilkan dalam atraksi budaya saja, tapi juga diangkat menjadi motif batik yang indah. Seniwati batik asal Bumi Aji, Kota Batu, Anjani Sekar Arum, berusaha melestarikan seni bantengan yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari itu dengan cara menuangkan dalam karya batik.
Dan setelah 8 tahun berkarya sejak Agustus 2014, kini batik bantengan khas Bumi Aji Kota Batu semakin diminati masyarakat.
Saat batik-batik karya Anjani yang menampilkan beragam motif banteng itu dipamerkan di Galeri Raos Kota Batu beberapa waktu lalu, misalnya, masyarakat pun antusias menikmati pesona batik tersebut. Galeri Raos sendiri selama ini menjadi tempat pameran lukisan karya pelukis dari berbagai daerah di Indonesia. Ya, batik sejatinya juga bagian dari seni lukis.
Sejak diangkat menjadi karya batik, seni bantengan pun semakin dikenal luas masyarakat. Bahkan kini bantengan menjadi ikon Kota Batu, yang sekarang seakan kehilangan julukan sebagai kota apel. Kota Batu tidak hanya mengandalkan pesona alamnya seperti dulu tapi juga seni budaya untuk menarik kunjungan wisatawan.
Lebih dari itu, UMKM di Kota Batu pun semakin berkembang. Terutama UMKM batik. Batik Bantengan Kota Batu yang semakin terkenal itu pun tampil di Festival Ekonomi Syariah Jawa di Surabaya 8-10 September 2022.
Karya batik bantengan bukan hanya diminati konsumen Indonesia tapi sudah dikenal di mancanegara. Kepada DutaIndonesia.com, owner Anjanie Batik Galeri ini mengaku batik-batik bantengan karyanya sudah dipasarkan ke Eropa, seperti Cekoslovakia, juga negara -negara Asia lain, seperti Taiwan, Malaysia, Singapura, dan Australia. Anjani juga berniat menembus pasar Amerika untuk mempromosikan batik bantengan ke negeri Paman Sam.
“Saya dengan senang hati bila ada diaspora Indonesia di Amerika yang mengajak kerjasama. Semoga ada bentuk kerja sama ke depannya,” kata Anjani Sekar Arum kepada DutaIndonesia.com, Jumat (9/9/2022), saat diberi tahu bahwa ada desainer asal Indonesia di Amerika, Vanny Tousignant, siap membantu para desainer, pembantik, maupun UMKM lain di Tanah Air untuk mempromosikan karyanya di New York, Amerika Serikat.
Vanny Tousignant yang merupakan founder dan produser New York Indonesia Fashion Week sendiri akan kembali menggelar International Fashion & Arts Week pada 11 September 2022 besok yang menghadirkan desainer asal Indonesia, seperti Sugeng Waskito, Michelle Hadip, Tari Made, Aries, Popong Sopia, Laila Alkhusna, dan Zuebarqa. Selain itu, tampil pula dua desainer Amerika yakni Merry Salmery dan Dewi Maya, serta desainer asal Italia, Stilista Berhomi Zigrida.
Batik bantengan karya Anjani sendiri sudah tampil dalam berbagai fashion show di Tanah Air. Salah satunya Malang Fashion Week. Begitu pula fashion show di luar negeri seperti di Ceko.
Para desainer di luar negeri sangat tertarik dengan batik Indonesia. Karena itu karya batik yang berakar dari seni tradisi dan budaya Indonesia ini bukan hanya harus dilestarikan tapi perlu pula semakin digencarkan promosinya di luar negeri.
Upaya Anjani yang gencar melestarikan seni-budaya, mengedukasi anak muda agar mencintai batik, memberdayakan UMKM, hingga melakukan promosi ke luar negeri itu mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Salah satunya dari PT Astra International Tbk di mana alumni Universitas Negeri Malang ini menjadi Penerima Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017.
Anjani awalnya mendirikan dan mengembangkan sanggar seni Batik di Alun-Alun Kota Batu. Lewat sanggar inilah, Anjani memulai perjuangannya dalam menerapkan budaya Bantengan ke dalam karya seni Batik yang kemudian menjadi ciri khas Kota Batu.
Perjuangan Anjani tentu tidaklah mudah. Bukan pula dalam waktu singkat. Dia harus mendesain sendiri motif kain batik Bantengan. Dia memang mewarisi bakat melukis ayahnya. Tapi, perempuan 31 tahun ini juga mengasah keahliannya di Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang.
Walaupun lahir di keluarga seniman, Anjani harus pula mempelajari berbagai teknik membatik secara mandiri di tempat lain. Berbekal semangat besar untuk menerapkan budaya Bantengan dalam motif Batik, Anjani pun belajar berbagai hal tentang Batik hingga ke Yogyakarta dan Solo. Bahkan, dia juga mengorbankan berbagai kesempatan dalam karier maupun pekerjaannya, seperti tawaran untuk mengajar sebagai dosen di almamaternya, demi menemukan batik khas Kota Batu. Semua dilakukan demi memantapkan pilihan melestarikan budaya Bantengan di seni Batik.
Anjani mulai membatik pada 2010, tapi baru pada 2014 dia bisa berpameran. Dari 54 kain, dia menyisakan satu lembar. Persoalan datang ketika istri Walikota Batu yang sekarang menjabat Walikota Batu, Dewanti Rumpoko, mengajaknya pameran di Praha, Republik Ceko. Dua pekan menuju hari H, Anjani cuma sanggup membuat 10 lembar kain. Ternyata tidak mudah mencari pembatik yang tekun dan bagus.
Pada 2015, dia bertemu dengan Aliya, gadis berusia 9 tahun yang tertarik mempelajari cara membatik. Sejak itu, Anjani memilih melatih anak-anak menjadi pembatik di sanggarnya.
Sampai kini, sudah 58 anak yang belajar di sanggarnya, 28 di antaranya menjadi pembatik aktif.
Setiap bulan, Sanggar Andana rata-rata menghasilkan 45 lembar kain batik. Setiap lembar dijual Rp 300 ribu-750 ribu. Dari setiap kain yang terjual, Anjani hanya mengambil 10 persen. Uang itu digunakannya untuk membeli kain, pewarna, dan perlengkapan lain.
Selebihnya menjadi hak para pembatik anak-anak. Tak jarang, Anjani menguras gajinya yang tak seberapa sebagai guru honorer di SMPN I Batu yang tak seberapa untuk menambal berbagai biaya sanggarnya.
Kini, sanggar dan galeri Batik Bantengan binaan Anjani sudah berpindah ke Desa Bumi Aji yang menjadi asal seni budaya Bantengan. Selanjutnya, Anjani fokus pada pembinaan para pembatik muda.
Menurutnya, menurunkan keahlian membatik pada generasi muda adalah cara melestarikan budaya Bantengan. Tidak hanya itu, generasi muda binaannya dilatih untuk dapat menghasilkan karya batik kemudian memasarkannya dan mendapatkan penghasilan dari karya seni buatan mereka sendiri. (gas)
Keterangan Foto:
Anjani Sekar Arum dan karya bantik bantengan. (Foto: tempo.co)