SURABAYA| DutaIndonesia.com – Fenomena ekonomi terjadi menjelang hingga saat Lebaran Idul Fitri 2025. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada Lebaran Idul Fitri 2025 masyarakat tidak menghadapi lonjakan kenaikan harga barang kebutuhan pokok.
Selain itu, meski pasar hingga mall dipenuhi masyarakat yang hendak berbelanja kebutuhan Lebaran, tapi kenaikannya tidak terlalu signifikan. Sejumlah kalangan menilai terjadi penurunan daya beli masyarakat yang mengindikasikan kondisi ekonomi masih belum membaik. Masyarakat memilih berhemat dan menabung uangnya.
Menanggapi fenomena itu, Ir Soekam Parwadi, Direktur Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Indonesia, kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (9/4/2025), melihat, menghadapi momen Lebaran Idul Fitri 2025 para pengusaha sudah siaga dengan stok barang dalam jumlah yang cukup sehingga tidak terjadi kekurangan.
“Namun masyarakat yang berbelanja, walaupun tampak ramai, tetapi mereka membatasi jumlah belanjaan. Sehingga harga-harga cenderung tidak naik secara signifikan. Mungkin hanya daging sapi yang biasanya 1 kg harganya Rp 120.000 naik menjadi sekitar Rp 160.000 – Rp 165.000 per kg atau naik sekitar 35%,” kata Soekam.
Kedua, kata dia, untuk Lebaran Idul Fitri tahun ini, informasi yang dia dapat, jumlah pemudik turun sekitar 25%. Walaupun dari Pemerintah membantah tidak seperti itu tapi sumber lain menyebutkan demikian. “Ini menggambarkan bahwa likuiditas di masyarakat rendah. Mereka banyak berhemat. Ini berpengaruh pada besaran belanja. Harga-harga tidak naik saja serapannya biasa-biasa saja,” katanya.
Pasca-Lebaran, kata dia, tren permintaan terhadap komoditi pangan di kota sekarang ini belum normal. Hal ini karena pemudik belum seluruhnya balik sampai di rumahnya masing-masing di kota.
“Yang balik baru para pegawai dan karyawan. Sementara para pekerja dan pengusaha-pengusaha warung menengah ke bawah masih menunggu selesainya masa tiket mahal. Biasanya kan normal setelah 2 minggu lepas Lebaran,” katanya.
Ketua Umum Afiliasi Global Ritel Indonesia (Agra), Roy Nicholas Mandey, juga menanggapi banyak warga memilih menahan pengeluaran dan lebih fokus menabung pada Lebaran tahun ini. Tren ini berdampak langsung terhadap aktivitas ritel dan peredaran uang selama momen Lebaran.
Menurutnya, fenomena “window shopping” semakin dominan. Pengunjung pusat perbelanjaan cenderung hanya melihat-lihat tanpa bertransaksi secara signifikan.
“Basket size atau rata-rata belanja per transaksi mengalami penurunan dibanding tahun lalu. Ini pertanda masyarakat lebih selektif dalam membelanjakan uang mereka,” kata Roy Senin (7/4/2025).
Data survei Populix menunjukkan bahwa sekitar 55–56 persen penerima THR memilih untuk menabung uangnya. Hal ini juga berdampak pada jumlah pemudik yang tercatat menurun drastis, dari 192 juta pada 2024 menjadi 146 juta pada 2025, berdasarkan data Kementerian Perhubungan. Peredaran uang di masyarakat pun turun sekitar 16 persen dibanding tahun sebelumnya. Roy menjelaskan bahwa ada dua alasan utama di balik penurunan konsumsi ini.
Pertama, masyarakat sengaja menahan belanja sebagai strategi keuangan. Kedua, sebagian memang kehilangan daya beli akibat pemutusan hubungan kerja (PHK).
Senada dengan Roy, ekonom dari Indef, Eko Listiyanto, menilai bahwa ketidakpastian ekonomi serta meningkatnya PHK di sektor manufaktur turut mempengaruhi keputusan konsumen. “Masyarakat lebih memilih bertahan di kota tempat tinggal dan menghindari pengeluaran besar, termasuk mudik,” katanya.
Eko juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Menurutnya, langkah tersebut justru bisa menghambat pemulihan ekonomi. “Di saat konsumsi melemah, seharusnya pemerintah justru memperkuat belanja, bukan menekan,” tandas Eko.
Situasi Lebaran 2025 menjadi pengingat bahwa stabilitas daya beli masyarakat sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi. Ketika dompet rakyat mengerem, roda ekonomi pun ikut melambat.
Konsumsi Nasional
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa belanja masyarakat selama periode Ramadhan hingga Idul Fitri 2025 mencapai Rp248,1 triliun. “Belanja saat Ramadhan itu kelihatan naik di angka Rp248,1 triliun. Jadi Natal, tahun baru, dan Ramadhan membantu daya ungkit daripada konsumsi kita,” kata Airlangga dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia, di Jakarta, Selasa (8/4/2025).
Dia menuturkan momentum Natal, tahun baru, dan Idul Fitri turut mendorong konsumsi nasional. Konsumsi masyarakat menjadi sektor yang penting dalam menopang perekonomian nasional, mengingat saat ini kondisi ekonomi global tengah menghadapi tantangan.
Hal itu tercermin dari kondisi pasar keuangan yang masih menunjukkan fluktuasi, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat berada di zona negatif, namun kini sudah menunjukkan tren positif. Selain itu, nilai tukar rupiah juga relatif stabil meskipun ada pelemahan, namun masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
“Nilai tukar rupiah juga relatif terjaga, walaupun ada pelemahan tetapi kalau kita bandingkan negara lain di Jepang pelemahan itu sampai 50 persen demikian pula beberapa negara lain, kita masih lebih baik,” kata Menko Airlangga.
Di sisi lain, Airlangga juga menyampaikan bahwa yield treasury Indonesia dan obligasi masih terjaga dengan baik, serta cadangan devisa Indonesia relatif tetap stabil. Meski demikian, ia menyampaikan bahwa Indonesia masih perlu mewaspadai kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).
“Trade policy uncertainty -nya juga tinggi, sehingga kita masuk dalam kebijakan yang tidak pasti, terjadi gejolak pasar uang seluruh dunia, pelemahan mata uang di emerging market, kemudian juga retaliasi tarif oleh China, kemudian rantai pasok global juga terganggu,” katanya pula.
Sebelumnya Pemerintah berharap momen Lebaran bisa meningkatkan daya beli masyarakat sehingga berdampak positif ke pertumbuhan ekonomi. Namun, terindikasi tidak ada peningkatan signifikan atau bahkan terjadi anomali ekonomi saat momen Lebaran 2025.
Secara historis, konsumsi masyarakat memang kerap meningkat pada momen Hari Raya Idul Fitri. Dalam tiga tahun terakhir misalnya, secara kuartalan tahun tersebut pertumbuhan konsumsi rumah tangga terbesar selalu terjadi pada momen Lebaran yaitu kuartal II/2024 sebesar 4,93%, kuartal II/2023 sebesar 5,22% dan kuartal II/2022 sebesar 5,52%. Pada tahun ini, momen Lebaran bergeser ke kuartal I.
Oleh sebab itu, tak berlebihan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini pergerakan mudik Lebaran akan mendongkrak perekonomian pada kuartal I/2025. Oleh sebab itu, sambungnya, pemerintah juga menggelar sejumlah program untuk mendongkrak daya beli masyarakat pada momen Lebaran seperti diskon tarif tol, tiket pesawat, hingga hari belanja online nasional (Harbolnas). * gas/knc/ant