Daya Beli Menurun

oleh

DI  sejumlah kota di Jatim, khususnya di Madura, banyak yang mengatakan, keramaian di jalanan terkait Hari Raya Idul Fitri 2025 tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Jumlah kendaraan yang “toron” ke Madura dapar dikata berkurang. Tak hanya itu, masyarakat yang datang dari berbagai daerah itu berkurang juga dalam hal bertransaksi. Mengapa? Inikah yang disebutkan bahwa daya beli masyarakat itu menurun? Bisa jadi begitu.

Seperti diketahui, jumlah pemudik saat libur Lebaran 2025 tercatat mengalami penurunan hampir di semua moda transportasi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan melalui Strategi Hub Sistem Informasi Transportasi Terintegrasi, sejak H-10 hingga H+2 Lebaran 2025 (1 April 2025 pukul 20.00 WIB), tercatat 10.168.141 orang melakukan perjalanan mudik.

Angka ini turun sekitar 563.000 penumpang dibandingkan periode yang sama pada 2024. Penurunan terjadi di hampir semua moda transportasi, mulai dari jalan raya, sungai dan penyeberangan, laut, udara, hingga kereta api. Meski demikian, Irjen Pol. Agus Suryo Nugroho Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri menyebut, pergerakan kendaraan selama masa mudik dan balik Lebaran 2025 justru mengalami kenaikan hingga 1,1 persen. “Sebetulnya, survei penurunan itu untuk pergerakan orang. Tapi pergerakan kendaraan itu ada kenaikan 1,1 persen,” kata Agus kepada Radio Suara Surabaya, Senin (7/4/2025).

Menurunnya jumlah pemudik itu bisa kadi karena factor ekonomi yang melemah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi secara bulanan atau month-to-month pada dua bulan pertama 2025. Deflasi tercatat sebesar 0,76 persen month-to-month pada Januari 2025 dan 0,48 persen month-to-month pada Februari 2025. Berdasarkan data BPS pada Februari tahun ini deflasi secara tahun (year on year) sebesar 0,09 persen, pertama kali terjadi sejak Maret 2000.

Tanda yang menunjukkan adanya anomali konsumsi rumah tangga dapat dilihat dari deflasi tersebut menandakan lesunya daya beli masyarakat. Penurunan tersebut harus diperhatikan dan diantisipasi oleh pemerintah. Terlebih lagi saat ini pemerintah menjalankan kebijakan efisiensi anggaran yang dikhawatirkan dapat membawa multiplier efek penurunan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah perlu menerapkan kebijakan ekspansif untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Penurunan konsumsi masyarakat bisa menjadi tantangan bagi pemerintahan ke depannya. Hal ini juga mengingat Presiden Prabowo Subianto berambisi mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun ini. Hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,09 persen pada Februari 2025. Pemerintah perlu mencermati serta mengantisipasi penurunan daya beli masyarakat.

Bertolak pada kenyataan inilah, rasanya perlu pemerintah mengevaluasi lagi kebijakan efisiensi. Mengapa? Dalam perekonomian normal, rasanya bisa-bisa saja. Hanya saja, sekarang ini ekonomi melemah secara global. Jadi kebijakan efisiensi malah semakin membuat melemahnya daya beli masyarakat. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.