Benefit Oriented Life

oleh
Imam Shamsi Ali (Foto: CNNIndonesia)

Oleh Imam Shamsi Ali

SEKALI lagi saya memakai bahasa Inggris untuk judul tulisan ini. Bukan karena tinggal di kota New York. Tidak juga karena sok tinggal di luar negeri. Bukan juga untuk dikenal bisa bahasa bule. Apalagi untuk sekedar dikenal New Yorker man!

Saya memakai judul Inggris, seperti yang pernah saya sampaikan, untuk menarik perhatian. Biar judul ini punya “eye catchy”. Punya daya tarik. Walau mungkin substansinya biasa-biasa saja. Sekaligus ingin mengingatkan betapa kita sering terperangkap oleh “cover” sebuah buku tanpa mendalami isinya.

Hanya saja judul yang saya pakai kali ini juga bisa disalahpahami secara konten. Kemungkinan saja ada yang salah memahaminya sebagai dorongan hidup untuk tujuan kepentingan (interest). Padahal yang saya maksud adalah “benefit” (kemanfaatan).

Asumsi saya di atas juga merujuk kepada realita betapa ada orang-orang tertentu sangat cekatan mencari salah orang. Yang benar saja dicarikan celah salahnya. Apalagi memang salah. Sehingga tugasnya memang hanya menyalahkan orang lain, bahkan mencari-cari kesalahan orang lain.

Dengan judul ini saya ingin sekaligus menyampaikan bahwa dalam menilai dunia, termasuk diri kita sendiri dan tetangga, kerap cara pandang seperti ini berlaku. Menilai diri atau orang lain pada tepian realita. Prestasi dan kehebatan dinilai pada penampakan sesaat. Tanpa usaha menyelami siapa diri kita atau tetangga di sekitar kita.