Bercermin dari Ramadan untuk Efisiensi dan Makan Gratis

oleh
Imam Amrusi Jailani
Imam Amrusi Jailani

Oleh Imam Amrusi Jailani

(Dosen Pascasarjana IAIN Madura)

DI awal tahun 2025 Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto telah mengeluarkan program efisiensi yang berimbas kepada pemangkasan anggaran di berbagai departemen yang juga sekaligus berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2025 diterbitkan sebagai bukti keseriusan dalam menjalankan efisiensi anggaran dalam pelaksanaan APBN dan APBD.

Dari adanya inpres ini, maka kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus menyesuaikan diri dengan program efisiensi ini.

Saking ketatnya efisiensi ini, sampai-sampai ada beberapa pos belanja negara yang dipangkas 90%. Taksirannya bahkan mencapai 306.695.177.420.000,00 (tiga ratus enam triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar seratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus dua puluh ribu rupiah). Efisiensi ini dicanangkan untuk mempertahankan ketercukupan pembiayaan di setiap sektor kehidupan terutama yang berhubungan langsung dengan warga.

Diharapkan dengan efisiensi ini negara tidak lagi terbebani oleh hutang-hutang yang pada saat ini sudah menumpuk dan diharapkan hutang-hutang itu akan terbayarkan dalam beberapa tahun kedepan.

Akan tetapi banyak kalangan menyangsikan terhadap adanya program efisiensi ini. Namun kesangsian itu pun patut untuk dipertanyakan. Bukankah efisiensi ini untuk menjaga ketahanan moneter dan untuk menutup celah bagi bocornya anggaran-anggaran yang mengalir hanya ke segelintir orang dan kalangan serta menutup – kalau bisa rapat-rapat – adanya peluang untuk korupsi.

Dengan adanya efisiensi ini, apalagi di barengi dengan adanya pengawasan yang ketat, insya Allah korupsi akan bisa diminimalisir, jika tidak bisa ditumpas sama sekali. Maka menjadi tugas berat bagi pemerintah untuk mengatur alokasi dana yang sudah diefisienkan dan juga untuk mengawasi terjadinya kebocoran dan korupsi.

Sebagian pengamat kebijakan menyatakan bahwa efisiensi ini digulirkan karena pemerintah juga mencanangkan adanya program makan bergizi gratis bagi para pelajar agar mereka lebih berkualitas lagi jika didukung oleh asupan yang bergizi. Program makan bergizi gratis ini tentunya membutuhkan dana yang besar sehingga tidak sedikit anggaran yang harus dialokasikan untuk program makan bergizi gratis ini.

Bayangkan saja, kalau dikalkulasi berapa ratus ribu atau berapa juta pelajar di Indonesia yang harus diberi makan setiap harinya, tentu akan membutuhkan dana yang tidak sedikit dan itu harus dikucurkan dari APBN dan harus didukung sepenuhnya oleh seluruh lapisan masyarakat.

Diharapkan dengan adanya asupan yang bergizi bagi para pelajar di Indonesia, maka generasi muda di Indonesia yang sekarang disebut generasi z itu akan menjadi generasi emas yang bisa diharapkan untuk membawa bangsa Indonesia ini kompetitif dengan negara-negara maju di dunia sekarang ini.

Kalau kita mau flashback ke belakang, sebenarnya efisiensi atau juga adanya makan gratis itu sudah terbiasa di bulan Ramadan.

Masyarakat muslim di tanah air sudah sejak lama jika bulan Ramadan datang maka dengan sendirinya efisiensi itu secara otomatis terjadi.

Mengapa demikian?

Ya karena Ramadan tidak memberikan peluang makan-makan yang berhamburan apalagi selama siang hari ditutup rapat untuk makan-makan, apalagi menghamburkan makanan. Sementara di malam hari mereka sudah disibukkan dengan aktivitas ritual mulai dari shalat berjamaah, shalat tarawih, dan tadarus.

Maka dengan sendirinya waktunya akan berkuras untuk ritual-ritual itu dan hanya sedikit waktu yang bisa dipakai untuk makan-makan. Bahkan di bulan puasa sering kali sebagian kalangan itu hanya merasakan makan bersama di waktu buka dan sahur, sedangkan di luar waktu itu hampir tidak ada lagi kesempatan untuk makan-makan.

Demikian pula efisiensi itu terjadi secara massif, bukan hanya di kalangan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari mereka. Akan tetapi hal itu juga itu bisa dirasakan di sekolah-sekolah, kantor-kantor, perusahaan-perusahaan, dan sebagainya. Di bulan Ramadan mereka tidak lagi mengadakan pesta makan bersama yang menghamburkan banyak makanan dan membuang-buang biaya.

Begitu pula perjalanan domestic, apalagi internasional akan banyak terkurangi di masa Ramadan, karena semangat untuk beribadah di bulan Ramadan ini sangat tinggi, sehingga mereka yang gemar touring dan lain sebagainya mengistirahatkan aktivitasnya untuk dipergunakan beribadah di bulan Ramadan, maka dengan sendirinya efisiensi itu terjadi secara efektif dan efisien.

Sedangkan acara makan bersama secara gratis sudah sejak dahulu dilaksanakan oleh kaum muslimin di tanah air, terutama di masjid-masjid atau di tempat-tempat lainnya. Mereka setiap hari menyediakan makanan buka puasa untuk sejumlah umat Islam yang berpuasa dan tidak sedikit jumlahnya, bisa ratusan bahkan ribuan. Hal itu didorong oleh hadis Nabi yang menyatakan bahwa siapapun yang bersedekah, menyediakan makanan untuk orang yang puasa, maka dia akan mendapatkan pahala yang sama besarnya dengan orang yang diberi buka puasa tersebut.

Program buka puasa bersama yang diadakan oleh berbagai masjid di tanah air dengan sponsor dari para donatur dan dermawan itu sangat besar manfaatnya untuk peningkatan ketahanan sosial dan pertumbuhan SDM di tanah air. Contoh kasus saja di Masjid Jogokariyan Jogjakarta atau di daerah Kauman lainnya yang selalu setiap hari menyediakan buka bersama dan dengan porsi yang begitu banyak hingga kini dilaporkan setiap harinya ada 4.000 porsi makanan buka puasa yang disediakan oleh mereka dan pendanaannya berhasil dihimpun dari para donatur dan infaq atau sumbangan dari kaum muslimin.

Begitu pula di daerah-daerah yang lain seperti di Aceh dan daerah-daerah lainnya di Sumatera banyak sekali masjid-masjid yang menyediakan makan buka bersama dengan dana dari donatur yang memadai.

Tak ketinggalan pula di daerah Jawa Timur seperti di Sidoarjo, Surabaya, dan daerah lain, ribuan porsi makan buka bersama disediakan. Di daerah Lamongan ada Masjid Namira yang setiap Ramadan selalu menyediakan 1.000 porsi makanan untuk buka puasa dan itu kemudian diikuti oleh takmir-takmir masjid yang ada di kampung atau pelosok dengan alokasi dana yang tidak sebesar di masjid-masjid besar.

Mereka hanya bisa menyediakan seratusan porsi makan bersama untuk buka puasa. Jika dikalkulasi, mungkin jutaan porsi makanan buka puasa yang tersedia setiap harinya. Menariknya lagi, ratusan ribu porsi setiap hari itu tidak memerlukan suntikan dana dari APBD juga APBN. Itulah hebatnya kedermawanan kaum muslimin, khususnya di bulan Ramadan.

Secara tidak langsung buka puasa bersama itu mempererat hubungan persaudaraan diantara sesama muslim dan memberikan dorongan simpati dan empati terhadap mereka yang diberi kelebihan rezeki oleh Allah subhanahu wa ta’ala agar dibagikan kepada saudaranya yang masih membutuhkan.

Dengan demikian, Ramadan sudah jauh mendahului program efisiensi apalagi makan gratis yang ada pada saat ini. Setiap tahunnya kita bisa menyaksikan betapa semaraknya adanya kegiatan buka bersama di berbagai masjid yang jika kita hitung mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk mengkalkulasinya. Mungkin sebagai catatan hal itu menarik untuk diteliti seberapa besar dana yang sudah diinfakkan untuk buka bersama oleh umat Islam di seluruh Indonesia selama bulan suci Ramadan.

Belum lagi ada juga yang mengadakan sahur bersama walaupun ini hanya segelintir, namun itu juga bisa membuka pandangan dan wawasan kita betapa besarnya kontribusi Ramadhan ini untuk efisiensi dan pertumbuhan filantropi yang tidak sedikit dirasakan bantuannya oleh masyarakat.

Begitulah Ramadan banyak kelebihan-kelebihan yang ada di dalamnya, sehingga pantaslah jika Ramadan itu disebut sebagai bulan suci karena banyaknya kebaikan yang ada di dalamnya termasuk adanya semangat untuk selalu berinfak, sedekah, dan zakat itu sangat massif selama bulan suci Ramadan. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.