BEIJING|DutaIndonesia.com – Virus Corona kembali mengganas di negeri asalnya China. Pemerintah setempat mencatat jumlah tertinggi kasus baru transmisi lokal COVID-19 harian lebih dari enam minggu. Kenaikan ini terjadi seiring dengan usaha negara tersebut berjuang memerangi pandemi ini, terutama di provinsi-provinsi utara.
Channel News Asia melaporkan, sebagian besar kasus lokal baru berada di China utara. Kasus COVID-19 baru itu dilaporkan di Heilongjiang, Mongolia Dalam, Gansu, Beijing dan Ningxia.
Per 29 Oktober 2021, China melaporkan 59 kasus penularan lokal baru COVID-19. Menurut Komisi Kesehatan Nasional, kasus ini naik dari yang sebelumnya 48 kasus dalam sehari. Kasus penularan lokal ini menjadi yang tertinggi sejak 16 September.
Selain itu ada pula kasus yang diimpor dari luar negeri. Untuk itu China mencatat 78 kasus COVID-19 baru pada 29 Oktober. Negara tersebut juga melaporkan 24 kasus baru tanpa gejala, yang diklasifikasikan secara terpisah dari kasus yang dikonfirmasi.
Namun, tidak ada kasus kematian baru akibat COVID-19. Sehingga, total kematian tidak mengalami perubahan, masih di angka 4.636 kasus.
Meskipun jumlah kasusnya tergolong lebih kecil dari negara lain, kemunculan kasus ini membuat para pejabat kembali melakukan pencegahan. Misalnya memperketat pembatasan, menekan sektor jasa, termasuk perusahaan pariwisata dan katering.
Masih Misteri
Asal usul virus Corona penyebab Covid-19 masih misteri. Namun banyak yang menyebut berasal dari Wuhan China.
Pada akhir Desember 2019, pejabat kesehatan mengeluarkan peringatan pertama tentang klaster kasus pneumonia di Wuhan, China. Kasus-kasus itu akan menjadi kasus COVID-19 pertama yang dilaporkan di dunia.
Mengutip detik.com, pada awal Januari 2020, para peneliti telah mengidentifikasi virus corona baru di balik kasus-kasus tersebut. Virus itu lalu resmi diberi nama SARS-CoV-2.
Disebut bersumber dari kelelawar
Menurut FactCheck, kerabat terdekat dengan SARS-CoV-2 diketahui adalah virus corona yang pertama kali diidentifikasi pada kelelawar tapal kuda di provinsi Yunnan, China, pada 2013.
Virus ini dikenal sebagai RaTG13, berbagi 96% genomnya dengan SARS-CoV-2. Namun, RaTG13 memiliki urutan genetik tertentu yang berarti tidak mungkin melompat langsung dari kelelawar ke manusia.
Virusnya pun cukup berbeda sehingga para peneliti percaya bahwa SARS-CoV-2 bukan keturunannya. Sebaliknya, diduga bahwa beberapa prekursor SARS-CoV-2 yang tidak diketahui melompat ke inang perantara dan inang ini menularkan virus ke manusia.
Sayangnya, perantara ini belum dapat diidentifikasi. Sejumlah hewan seperti trenggiling, anjing, bahkan ular telah diusulkan sebagai inang perantara yang mungkin, tetapi tidak ada yang terbukti.
Menurut FactCheck, mungkin juga tidak ada inang perantara dan virus melompat langsung dari kelelawar ke manusia. Tetapi untuk mendukung teori ini, para peneliti perlu menemukan virus pada kelelawar yang lebih dekat hubungannya dengan SARS-CoV-2.
Sebagai bagian dari penyelidikan asal-usul SARS-CoV-2 untuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), para peneliti menguji lebih dari 80.000 sampel dari satwa liar dan hewan ternak termasuk kelelawar, sapi dan ayam tetapi tidak mendeteksi SARS-CoV-2 di salah satu sampel.
Beberapa ilmuwan mengatakan bahwa mengidentifikasi sumber hewan untuk SARS-CoV-2 bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Pasar di Wuhan diduga jadi tempat penyebaran
Banyak kasus pertama COVID-19 terkait dengan Pasar Makanan Laut Huanan di Wuhan. Para peneliti awalnya menduga bahwa pasar ini adalah tempat virus berpindah dari hewan ke manusia.
Tetapi ketika para peneliti menguji produk hewani yang dijual di pasar, tidak ada yang dinyatakan positif SARS-CoV-2.
Hasil investigasi WHO yang dirilis pada bulan Maret menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara pasar Huanan dan asal-usul virus yang dapat dibuat.
Tetapi penelitian lain menunjukkan kemungkinan virus itu masih berasal dari pasar. Sebuah studi yang diterbitkan pada bulan Juni di jurnal Scientific Reports mensurvei pasar di Wuhan yang menjual hewan liar antara 2017 dan 2019, dan menemukan bahwa ada lebih dari 47.000 hewan dari 38 spesies yang dijual di pasar selama waktu ini.
Dari jumlah tersebut, 33 spesies diketahui membawa penyakit yang juga dapat menginfeksi manusia. Secara khusus, penelitian ini menemukan bahwa cerpelai, musang sawit, dan anjing rakun dijual di pasar, dan hewan-hewan ini diketahui mengandung virus corona. (det/wis)