Disorientasi ICMI Jatim: Dari Cendekiawan ke Pendekar Mabuk?

oleh

Oleh: M. Isa Ansori

(Kolumnis)

SAAT ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) lahir, ia membawa harapan besar: menjadi wadah bagi kaum intelektual Muslim untuk merumuskan gagasan besar demi kemajuan umat. Ia hadir bukan hanya sebagai forum diskusi akademik, tetapi sebagai kekuatan strategis yang mampu menjembatani kepentingan umat Islam dengan kebijakan negara. Bukti nyatanya adalah lahirnya Bank Muamalat sebagai solusi atas perbankan ribawi, berkembangnya dunia pendidikan berbasis Islam yang kuat, dan berbagai inisiatif lainnya yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.

Namun, di Jawa Timur hari ini, ICMI seolah kehilangan arah. Tidak ada denyut kehidupan yang terasa dalam menangani problematika umat. Seperti pendekar mabuk, ICMI Jatim limbung dalam menentukan posisinya. Bukannya mengisi kekosongan dalam ranah pemikiran strategis dan advokasi kebijakan, ia justru terjebak dalam agenda-agenda seremonial dan isu-isu yang sejatinya sudah ditangani oleh organisasi besar seperti NU dan Muhammadiyah.

Di saat umat menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat, apakah ICMI hadir dengan konsep ekonomi Islam yang lebih kuat? Ketika pendidikan menghadapi krisis orientasi, apakah ICMI menawarkan formulasi kebijakan yang membangun generasi Muslim unggul? Saat hukum dan kebijakan publik seringkali tidak berpihak kepada masyarakat kecil, di mana suara ICMI sebagai representasi cendekiawan Muslim?

Seharusnya, ICMI bukan hanya sekadar mengulang atau menyaingi kerja-kerja NU dan Muhammadiyah, tetapi justru menjadi kekuatan penguat. NU memiliki kekuatan struktural dalam jaringan pesantren dan dakwahnya, Muhammadiyah kuat dalam institusi pendidikan dan kesehatan, lalu di mana posisi ICMI?

Jawabannya seharusnya jelas: ICMI adalah laboratorium pemikiran strategis, yang membangun konsep kebijakan berbasis keislaman dan memberikan masukan bagi para pemangku kebijakan.

Jika ICMI Jatim ingin kembali relevan, ia harus segera berbenah. Ia harus mampu menjadi pusat studi kebijakan Islam yang mengadvokasi kepentingan umat dalam sektor ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan. Ia harus hadir dalam perdebatan kebijakan publik, menawarkan solusi yang berbasis nilai-nilai Islam, dan menjadi rujukan bagi para pengambil kebijakan dalam menyusun regulasi yang berkeadilan.

Kebangkitan ICMI Jatim bukan hanya sebuah pilihan, tetapi sebuah keharusan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi organisasi elitis yang kehilangan makna dan sekadar simbol tanpa substansi. Umat menunggu, sejarah menagih peran, dan inilah saatnya bagi ICMI Jatim untuk kembali kepada marwahnya: menjadi lokomotif perubahan bagi kebangkitan Islam di Jawa Timur dan Indonesia.

Moment Silakwil yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 – 15 Pebruari di Universitas Brawijaya Malang merupakan momentum ICMI Jatim untuk siuman dari mabuk panjangnya, bahwa ICMI Jatim perlu membangun kesadaran sebagai organisasi cendikiawan yang membumi, hadir menjawab persoalan persoalan yang dihadapi masyarakat. (*)

Surabaya, 3 Pebruari 2025

No More Posts Available.

No more pages to load.