Foto-foto Menembus Jalur Horor Menuju Desa Ambalong

oleh
[ngg src=”galleries” ids=”7″ display=”basic_slideshow”]

LUWU UTARA | DutaIndonesia.com – Infrastruktur di desa yang berada di Sulawesi Selatan ini masih sangat memprihatinkan. Jalannya rusak parah. Padahal di balik bukit sana banyak desa yang indah.

Berikut ini foto-foto menembus jalur horor itu hasil jepretan pasangan suami istri, Riko Wahani dan Abia Pratiwi. Keduanya hidup di desa yang sangat indah, yang dikepung gunung-gunung, di Desa Ambalong, Kec. Seko, Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Namun untuk mencapai keindahan itu bukan perkara mudah. Sungguh berat menuju Seko sebab jalannya masih rusak berat dan dalam proses pembangunan. Sebagian jalan lintas dari Sabang menuju Seko masih belum bisa dilalui mobil, bahkan kendaraan bermotor roda dua, pun harus berjibaku menembus “jalur horor” tersebut, mengingat bila musim hujan jalan ini berlumpur yang sangat licin.

Gubernur Sulawesi Selatan, Prof. HM. Nurdin Abdullah dan Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, saat meninjau pembangunan jalan itu Kamis 30 Mei 2019 lalu sempat menjanjikan jalan ini bisa dilalui mobil akhir tahun itu, tapi hal itu hanya sebagian sebab masih menyisakan “jalan horor” lain, khususnya yang menuju desa tempat tinggal keluarga Abia Pratiwi ini di Desa Ambalong.

“Untuk jalan ke sana sekarang sudah dalam tahap pengerjaan tapi masih ada juga yang rusak seperti dalam foto-foto yang saya ambil dalam perjalanan pulang beberapa waktu itu. Itu kalau dari Kota Sabang mau ke Seko sekitar 120 kilometer kalau 4 tahun lalu saya lalui 120 kilo selama 2 hari 3 malam di jalan dengan motor karena pas musim hujan. Itu foto kondisi jalan yang masih belum dikerjakan karena pengerjaannya belum sampai di sini. Nama lokasi ini Lambiri,” kata Riko Wahani kepada DutaIndonesia.com Senin 5 Juli 2021.

Dalam foto yang dikirim Riko tampak sejumlah orang dengan mengendarai sepeda motor membawa barang-barang dan penumpang. Tampak pula mereka berhenti berderet di sebuah tempat yang penuh lumpur. Selain itu mereka juga berhenti di jalan setapak yang super sempit di sebuah tebing yang di sebelahnya menghampar jurang beserta sungai di bawahnya.

Menurut Riko, mereka merupakan tukang ojek yang mengantarkan warga sebab jalannya sangat sulit. Bahkan mereka selalu beroperasi ramai-ramai karena medan yang sangat berat itu. Tujuannya agar bisa saling membantu bila menghadapi masalah, seperti motor mati atau terjebak di lumpur, bahkan sangat mungkin bisa terjatuh di medan yang super horor tersebut. Semoga mereka selalu diberi keselamatan oleh Tuhan.

“Iya yang rame-rame itu pengojek. Mereka selalu rame-rame kalau jalan karena biasanya motor mereka ada yang bermasalah di jalan,” katanya.

Riko menceritakan masa-masa sedih saat akses ke desa ini sangat sulit. Betapa tidak, dia dulu harus naik ojek dari kota Sabang ke Seko dengan jarak tempuh sejauh sekitar 120 kilometer. Saat musim hujan ongkos ojek bisa sekitar Rp 1 juta sebab jalannya parah.

“Selama 2 hari 3 malam sehingga kita bermalam di jalan. Soal jatuh dari motor sudah pasti karena jalannya horor banget sehingga mereka harus ramai-ramai saat jalan ke desa, tidak bisa sendiri karena kalau motor tertanam di lumpur harus saling membantu. Sedang tebing yang curam itu karena itu habis longsor, jadi hanya pas untuk jalan motor saja. Tak ada jalan alternatifnya,” katanya.

Karena itu dia berterima kasih sebab Bupati Luwu Utara membangun jalan sehingga memudahkan transportasi warga. “Jalan sudah dibangun. Bulan Juni kemarin baru diresmikan Pertamina di sana, cuman dari Pertaminanya ke desa istri saya masih parah jalannya. Itu posisinya dari Desa Lambiri ke Ambalong masih parah jalannya. Itu kalau musim hujan ditempuh dari Lambiri ke Ambalong sekitar 8 jam. Padahal jaraknya hanya 30 sampai 40 kilo,” katanya.

Namun, sesampai di kampung istri Riko di Desa Ambalong, pemandangannya sangat indah. Kampung yang diselimuti kabut dan dijaga gunung-gunung. Sungguh sangat syahdu. Yang lebih menakjubkan kampung ini banyak menghasilkan kopi.

Selain itu, ada pemandangan lain di kampung ini ketika melihat atap rumah-rumah warga yang terdapat panel-panel mengkilat terkena sinar matahari. Panel-panel itu merupakan listrik tenaga surya. Hal ini dilakukan karena aliran setrum dari PLN belum bisa menjangkau daerah tersebut.

“Kampung kami memang belum dialiri listrik PLN. Jadi, aslinya kami masih hidup di zaman kegelapan. Namun kami bersyukur ada listrik dari genset dan tenaga surya sehingga meski di kampung tapi kami masih bisa mendapat penerangan listrik. Tapi kami belum bisa mengakses internet,” kata Riko.

Riko membenarkan kampungnya sangat indah. “Jalan menuju sini memang sangat berat. Tapi, kalau sudah tiba di kampung istri saya ini, Desa Ambalong, Kec. Seko, beginilah keindahannya,” katanya sambil memperlihatkan foto-foto yang memang indah.


Dia juga menceritakan hasil perkebunan desa ini. “Untuk hasil perkebunan warga di sana rata-rata bertani kopi. Kalau sawah, masyarakat ke ladang untuk menanam padi,” katanya. (Gatot susanto)

No More Posts Available.

No more pages to load.