Gus Miftah, Penjual Es Teh, dan Ketimpangan Ekonomi Umat

oleh
Gus Miftah
Gus Miftah

 

Oleh Masdawi Dahlan*

 

PERNYATAAN Gus Miftah atau Maulana Habiburrahman saat berceramah dalam sebuah pengajian di
Magelang, Jawa Tengah, Rabu (20/11/2024), yang dinilai merendahkan penjual es teh bernama
Sunhaji, warga Desa Banyusari, Kecamatan Gradag Magelang-—sekalipun Gus Miftah mengaku hanya
sebagai candaan-—benar-benar mendapat respon luar biasa dari publik. Publik bersimpati pada
Sunhaji dan sebaliknya geram terhadap Gus Miftah.

Publik simpati karena penjual es teh ini dihina oleh Gus Miftah di depan khalayak ramai,
dengan kata-kata “goblok”. Padahal dia tengah mencari rezeki di jalan Allah dengan cara yang
halal untuk menghidupi keluarganya. Sementara publik geram terhadap Gus Miftah karena dia
dinilai sombong melakukan perbuatan di luar ajaran Islam. Padahal dia seorang juru dakwah,
apalagi dia termasuk seorang pejabat negara yang ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai
utusan khusus Presiden untuk kerukunan antar umat beragama.

Simpati masyarakat terhadap Sunhaji ditandai dengan mengalirnya bantuan kepadanya. Ada yang
memberikan bantuan berupa ibadah umrah di bulan Ramadhan mendatang dari seorang pengelola
travel perjalanan haji umrah. Ada juga yang berupa uang yang jumlahnya mencapai ratusan
juta rupiah. Bahkan jumlah itu berkemungkinan terus bertambah mengingat besarnya simpati
terhadap Sunhaji. Bahkan Gus Miftah sendiri selain menyatakan meminta maaf atas perbuatannya,
dia juga menyerahkan bantuan kepada penjual es teh tersebut.

Kasus ini akan lebih menarik lagi jika dilihat dari sudut pandang sosial ekonomi umat maupun
sosial keagamaan. Dari sudut pandang sosial ekonomi menandakan bahwa sekalipun rakyat
Indonesia dikenal masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan, namun di sisi lain
banyak orang kaya yang dengan mudah mengeluarkan uang banyak untuk membantu saudaranya yang
tengah mengalami masalah. Fakta ini sangat penting untuk diperhatikan oleh masyarakat secara
umum, maupun pemerintah dalam membuat kebijakan penanganan kemiskinan di negeri ini.

Yang kedua jika dianalisa lagi munculnya rasa simpati dari masyarakat terhadap Sunhaji,
karena secara kebetulan kasus itu mendapat perhatian besar media massa dan khususnya media
sosial. Masyarakat beramai-ramai membantu setelah melihat kasus itu mendapat liputan besar
dari media. Seandainya kasus ini tidak mendapat liputan massif, maka kemungkinan respon
masyarakat untuk membantu tidak begitu besar.

Fakta sosial lainya menunjukkan bahwa kekuatan ekonomi masyarakat sebenarnya sangat kuat.
Hanya saja kekuatan itu menumpuk pada kalangan tertentu saja, karena jaringan usaha atau
karena relasi kekuasaan. Pada saat yang bersamaan masyarakat miskin yang belum tertangani
dengan maksimal terus bertambah dan kurang mendapat perhatian serius, baik oleh pemerintah
maupun masyarakat lainnya secara umum khususnya dari kalangan ekonomi kuat.

Kasus Gus Miftah dan respon masyarakat yang demikian massif menunjukkan bahwa ada yang salah
dalam pendistribusian ekonomi umat. Atau setidaknya selama ini terdapat penyimpangan dalam
pendistribusian kekayaan atau ekonomi umat. Satu sisi ada kelompok miskin yang tetap terus
miskin, ada yang setengah miskin ada pula yang kaya raya. Ketimpangan ini secara sosiologis
bisa dilihat dari banyak penyebab.

Pertama karena kurang pedulinya kaum ekonomi kuat terhadap kondisi yang dialami oleh
saudaranya yang miskin. Tentunya keadaan yang dimaksud adalah berupa komitmen untuk saling
tolong menolong dan mengangkat derajat saudaranya agar sama-sama bisa menikmati kehidupan
yang tenang. Sehingga kehidupan sosial kemasyaraatan berjalan aman dari dan sejahtera
bersama.

Cepatnya respon kalangan ekonomi kuat memberi bantuan kepada Sunhaji setelah dihina oleh Gus
Miftah menunjukkan bahwa banyak orang kaya yang tersembunyi. Mereka baru akan muncul ke
permukaan bersadakah jika ada momentum yang penting dan mendapat perhatian media.

Padahal kepedulian itu seharusnya bisa dilakukan kapan saja ketika melihat ada saudaranya
yang membutuhkan bantuan dan kemitraan agar usahanya berkembang, tanpa harus menunggu
maraknya pemberitaan. Kalangan ekonomi kuat masih belum tulus dan ikhlas dalam memberikan
bantuan kepada saudaranya, karena harus menunggu momentum besar dan liputan media.

Perlu pemahaman baru bagi kalangan ekonomi kuat untuk mengubah suara hatinya untuk membantu
saudaranya memberdayakan dan mengatasi kemiskinan sesuai dengan ajaran agama, yakni
menghilangkan kebiasaan menumpuk harta, Bersadakah semata-mata mengharap ridla Allah SWT,
bukan karena yang lainnya, ikutan trend media yang akhirnya jadi kurang ikhlas. Sebab begitu
banyak dalam kehidupan masyarakat sekitar warga yang masih membutuhkan bantuan.

Keuangan Sosial Keagamaan

Kekuatan Keuangan Sosial Islam (KSI) di Indonesia sangat fantastis. KSI adalah dana yang
dimiliki kaum muslimin yang secara syar’i wajib dimanfaatkan sesuai dengan petunjuk
peruntukannya. KSI ini meliputi zakat, infak sadaqah, hibah maupun dana social keagamaan
lainnya. Data yang dimiliki Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Timur menunjukkan bahwa
potensi KSI yang dimiliki Jawa Timur tiap tahun rata-rata mencapai Rp 40 triliun, sementara
untuk tingkat nasional mencapai hampir Rp Rp 500 triliun.

Dr Husnul Huluk, Wakil Ketua Baznas Jatim dalam kesempatan menjadi pembicara dalam sebuah
kajian ekonomi umat di Kantor Bakorwil IV Pamekasan Madura beberapa waktu lalu mengatakan
sekalipun dari hitungan jumlahnya sangat besar, namun yang terkumpul melalui Baznas sangat
minim. Dana KSI yang bisa terkumpul melalui Baznas Jawa Timur hanya Rp 1,2 triliun.

Kemungkinan jumlah besar lainnya tersalurkan namun tidak melalui Baznas, namun bisa juga dana
itu tidak tersalurkan karena berbagai factor lainnya di antaranya karena banyaknya orang kaya
tersembunyi yang enggan mengeluarkan sebagian hartanya.

Seandainya dana KSI itu terkumpul dengan maksimal, misalnya di Jatim terkumpul penuh dengan
angka Rp 40 triliun tiap tahun, maka akan sangat membantu menciptakan pemerataan ekonomi
maupun mengatasi kemiskinan yang terjadi di Jawa Timur.

Cepatnya respon sebagian kalangan ekonomi kuat dalam menyikapi kasus Gus Miftah-Sunhaji
menandakan bahwa potensi dana KSI sangat besar, hanya selama ini tidak terkelola dengan
baik. Sehingga masalah kemiskinan dan pemerataan ekonomi belum berjalan dengan baik. Ini
ditandai dengan kecilnya angka pengumpulan zakat infak dan sadakah yang masuk ke Baznas
Jatim. (*)

*Penulis adalah wartawan DutaIndonesia.com dan Global News Biro Pamekasan.

No More Posts Available.

No more pages to load.