Laporan dari Inggris: Kerusuhan Meluas Dipicu Hoax, Imam Masjid Rangkul Pendemo Viral

oleh
Yayah Indra Pantai Brighton Inggris
Yayah Indra bersama keluarga dan teman-temannya berlibur ke Pantai Brighton Inggris. Saat kerusuhan terjadi, perempuan berjilbab harus lebih waspada.

 

LONDON| DutaIndonesia.com –Kerusuhan berbau SARA (suku, agama, ras, dan antar-golongan) di Inggris mulai mereda. Kerusuhan itu menjadi tragedi yang memilukan lantaran dipicu oleh hoax terkait tiga anak tewas ditikam dalam insiden penikaman massal di Southport, Merseyside, pada Senin (29/7/2024) pekan lalu. Insiden itu terjadi di sebuah acara bertema Taylor Swift di sekolah tari di Southport.

Tiga anak perempuan yakni Bebe King (6), Elsie Dot Stancombe (7), dan Alice Dasilva Agular (9) meninggal dunia. Sepuluh orang lainnya juga mengalami luka-luka. Para preman dari kaum ekstrem kanan yang dihantui Islamofobia kemudian menyebar hoax bahwa pelaku penikaman adalah imigran muslim. Aksi demonstrasi pun pecah hingga menjadi anarkis. Sejumlah masjid, toko, kafe, milik muslim dibakar.

Padahal, kepolisian Inggris mengumumkan, bahwa tersangka penikaman merupakan pemuda 17 tahun yang berasal dari Banks, Lancashire, sekitar 8 kilometer dari lokasi serangan. Polisi juga menegaskan bahwa pelakunya bukan orang Islam.

“Alhamdulillah, di London, masyarakatnya tidak mudah diprovokasi, masih aman. Kalau di luar London kondisinya hingga sekarang masih kurang bagus. KBRI London mengimbau WNI tidak bepergian keluar rumah bila tidak ada keperluan yang sangat penting. Mohon doanya,” kata Yayah Indra, Ketua PCI Muslimat Nahdlatul Ulama Inggris Raya, kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (7/8/2024).

Yayah menceritakan suasana tegang di luar London saat dia dan keluarganya sempat melakukan rekreasi di pantai Laut Brighton. Dalam perjalanan dia melihat orang yang mengenakan identitas muslim, seperti berjilbab misalnya, harus lebih waspada.

“Kemarin kami juga dari laut di luar London. Alhamdulilah masih aman. Hanya kami yang berkerudung
(berjilbab) waspada untuk behave. Kami ke pantai Laut Brighton. Healing-healing gitu kalau kata netizen. Sekarang masuk kerja di London sudah biasa. Yang di luar London memang ada provokatörnya,” katanya. Isu penikaman anak itu digoreng oleh English Defence League (EDL)–organisasi sayap kanan yang membenci imigran muslim. Polisi mencatat bahwa seruan untuk protes di Inggris datang dari berbagai akun media sosial. Namun tokoh kuncinya adalah Stephen Yaxley-Lennon, seorang agitator sayap kanan yang menggunakan nama Tommy Robinson. Yaxley-Lennon memimpin English Defence League, yang oleh Kepolisian Merseyside dikaitkan dengan protes keras di Southport.

Yaxley-Lennon pernah dipenjara karena kasus penyerangan, penghinaan terhadap pengadilan, serta penipuan hipotek. Saat ini, dia diburu polisi setelah meninggalkan Inggris pekan lalu sebelum sidang kelanjutan kasus penghinaan terhadap pengadilan.

Selain Yaxley-Lennon, anggota parlemen yang terpilih sebagai pemimpin partai sayap kanan Reform UK, Nigel Farage, juga disalahkan banyak pihak karena mendorong secara tidak langsung sentimen anti-imigrasi. Farage memang sempat mengkritik pemerintah karena menyalahkan kerusuhan ini pada “beberapa preman sayap kanan”. Hal itu setelah Minggu kemarin, Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menuduh “geng preman” telah menunggangi kesedihan bangsa untuk menebar kebencian. Dia pun berjanji menjerat hukum siapa pun yang melakukan tindak kekerasan.

Merangkul Pendemo

LNPAdam Kelwick, Imam Mesjid Sheikh Abdullah Quilliam di Liverpool, memeluk seorang pengunjuk rasa di luar masjidnya.
Adam Kelwick, Imam Mesjid Sheikh Abdullah Quilliam di Liverpool, memeluk seorang pengunjuk rasa di luar masjidnya. (Foto: LNP)

Dalam unjuk rasa ini, massa menargetkan masjid-masjid serta pencari suaka dan komunitas Islam di sejumlah wilayah Inggris. Misalnya di Southport, para pedemo melempar batu bata ke sebuah masjid. Lalu di kota timur
laut Inggris, Sunderland, para pedemo membakar mobil, kantor polisi, menjarah toko, hingga menyerang masjid.

Begitu pula di Belfast, Irlandia Utara, demonstran melempar kembang api di tengah-tengah pertikaian antara
kelompok anti-Islam dan pedemo anti-rasisme. Kemudian di Tamworth, para pengunjuk rasa melemparkan proyektil, memecahkan kaca jendela, serta menyalakan api. Sementara di Rotherdam, para pengunjuk rasa melempar papan kayu, membakar benda-benda di dekat hotel, dan memecahkan jendela untuk masuk.

“Setahu saya tiga masjid sudah dibakar. Mesjid Sheikh Abdullah Quilliam di Liverpool juga jadi sasaran pendemo. Alhamdulillah, saudara-saudara kita sesama muslim tidak ada yang terprovokasi. Insya Allah. Bahkan, seorang Imam Masjid Quilliam di Liverpool, merangkul demonstran sayap kanan dan videonya viral di media sosial,” katanya.

Imam Masjid yang dimaksud Yayah Indra adalah Adam Kelwick. Imam masjid itu dan Don Cornell, seorang ayah yang digambarkan penuh perhatian, berpelukan setelah setuju untuk bertemu di dalam masjid. Orang-orang,
termasuk kelompok anti-fasis yang juga ikut menjaga masjid dari serangan kelompok sayap kanan, berkerumun di luar Masjid Sheikh Abdullah Quilliam, tempat para aktivis sayap kanan mengadakan demonstrasi.

Adam Kelwick memeluk seorang pengunjuk rasa di luar masjidnya di Liverpool. Ketika kerusuhan dari kelompok sayap kanan terus menyebar di Inggris, foto seorang imam di Liverpool memeluk seorang pengunjuk rasa menjadi viral.

Adam Kelwick (41), seorang imam di Masjid Abdullah Quilliam, masjid tertua di Liverpool, bertemu dengan sekitar 50 demonstran sayap kanan kemarin malam. Setelah beberapa saat, Adam memutuskan untuk berinteraksi dengan para pengunjuk rasa dan mendengarkan mereka – karena baginya terkadang orang ‘hanya ingin didengar’. Saat itulah foto tersebut diambil dan langsung viral.

Dia mengatakan kepada Metro.co.uk: ‘Saya punya keluarga. Saya punya tagihan dan stres. Saya dan keluarga saya sangat terkena dampak pembunuhan gadis-gadis kecil di Southport. Hati kami juga hancur.” Dia menegaskan, bahwa orang muslim juga ikut bersedih atas kasus meninggalnya tiga anak kecil di klub dansa liburan Taylor Swift itu.

Adam memiliki pengalaman berinteraksi dengan anggota sayap kanan, termasuk Liga Pertahanan Inggris, yang dikenal terlibat dalam beberapa kerusuhan di seluruh Inggris. Dia bekerja dengan Light Foundation, menyelenggarakan acara terbuka dengan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap komunitas Muslim untuk melakukan dialog terbuka tentang Islam.

“Jembatan yang luar biasa telah dibangun. Kami berjabat tangan dengan orang-orang (termasuk dari Sayap Kanan), kami memeluk orang-orang, kami membagikan makanan kepada orang-orang. Kami juga bertukar nomor telepon dan berjanji akan mengadakan acara di masjid untuk berdiskusi lebih lanjut,” katanya.

Kerusuhan besar-besaran di Inggris sepanjang akhir pekan lalu dipicu ketakutan di kalangan sayap kanan Inggris bahwa negara mereka akan diambil alih oleh Muslim. Lalu apa benar ketakutan tersebut?

Muslim di Eropa

Hasil penelitian Pierre Rostan and Alexandra Rostan dari Higher Colleges of Technology yang berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, yang dilansir pada tahun 2019 lalu, mengungkap sejumlah skenario terkait populasi muslim di Eropa.

Skenario pertama, dihitung kapan umat Islam akan menjadi mayoritas ( artinya di atas 50 persen populasi) di Eropa jika imigrasi dihentikan sama sekali. Dalam skenario itu, negara Eropa yang akan menjadi mayoritas Muslim pertama  adalah Belgia (tahun 2175) disusul Bulgaria (tahun 2160).

Lalu Siprus (tahun 2175), Prancis (tahun 2165), dan Swedia (tahun 2170). Sementara Inggris, merujuk skenario ini, baru jadi negara mayoritas Muslim pada 2195. Jika dihitung dengan skenario kedatangan imigran, Inggris juga tak berada di papan atas negara Eropa yang akan jadi mayoritas Muslim.

Di puncak, ada Ciprus yang akan jadi mayoritas Muslim pada 2065 dan Yunani pada 1085. Sementara Inggris baru menjadi mayoritas Muslim dengan skenario ini pada 2165.

Saat ini, sekitar 5 persen dari penduduk Eropa adalah Muslim. Ada dua faktor utama yang mendorong pertumbuhan
cepat Muslim di Eropa.

Pertama, tingkat kesuburan populasi Muslim lebih tinggi dibandingkan komunitas di Eropa lainnya. Selanjutnya, tingginya kedatangan imigran yang mencapai puncaknya pada tahun 2015. Para pengungsi datang terutama dari negara-negara Muslim di seberang Laut Mediterania atau lewat darat melalui Eropa Tenggara.

Studi yang dilakukan oleh American Pew Research Center yang memperkirakan bahwa pada tahun 2050, persentase
umat Islam akan mencapai jumlah tersebut.

Muslim akan mencapai 20 persen di Jerman, 18 persen di Prancis, dan 17 persen di Inggris. Merujuk sensus yang dilakukan Muslim Council of Britain, ada sejumlah statistika terkait Muslim di Inggris. Pertama, Muslim Inggris yang berusia di bawah 16 tahun jumlahnya hampir dua kali lipat dari keseluruhan populasi, yang menunjukkan tren demografi kaum muda.

Selain itu, mayoritas (51 persen) Muslim di Inggris dan Wales adalah kelahiran Inggris, dan sebagian besar (75 persen) mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Inggris. Lebih dari 90 persen umat Islam fasih berbahasa Inggris atau menganggapnya sebagai bahasa utama mereka.

Meskipun populasi Muslim sebagian besar berasal dari etnis Asia Selatan dan Afrika, populasi Muslim tersebar
di berbagai kelompok etnis, termasuk komunitas Gipsi Roma yang berpindah-pindah.

Terdapat peningkatan yang signifikan dalam pencapaian pendidikan, dengan 32,3 persen umat Islam memiliki kualifikasi tingkat sarjana pada tahun 2021, dibandingkan dengan 24 persen pada tahun 2011, yang sebagian besar didorong oleh lebih besarnya partisipasi perempuan Muslim dalam pendidikan tinggi.

Meskipun ada kemajuan dalam bidang pendidikan, bayi baru lahir dari keluarga Muslim sebagian besar dilahirkan di daerah tertinggal, dengan prospek mobilitas sosial yang terbatas, terutama terlihat pada pekerjaan eselon yang lebih tinggi.

Populasi Muslim masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan yang tertinggal, sehingga memerlukan peningkatan perhatian dan inklusi dalam strategi peningkatan level pemerintah di masa depan. (gas/rpk/cnni)

No More Posts Available.

No more pages to load.