Muslim Indonesia di Australia antusias melaksanakan ibadah Ramadhan. Saat ini mereka juga bersiap menyambut Idul Fitri 1445 Hijriyah. Salah satunya dengan membangun masjid lagi di salah satu kawasan bernama Bankstown, Sydney.
SEJUMLAH diaspora Indonesia muslim berkumpul di sebuah gedung untuk melakukan iftar atau berbuka puasa bersama. Gedung yang cukup luas itu ternyata masjid yang baru diresmikan penggunaannya di bulan Ramadhan ini.
Yang menarik, bangunan itu ternyata bekas pabrik dan gudang. Selain pabrik, banyak pula masjid di Australia dibangun di gedung bekas gereja yang karena jemaatnya semakin sepi akhirnya dijual, seperti Masjid Al Hijrah di Tempe New South Wales.
Dalam video yang diterima Redaksi DutaIndonesia.com dan Global News Rabu (3/4/2024), tampak muslim Indonesia berkumpul setelah membeli sebuah pabrik di kawasan Bankstown, Sydney, yang kemudian direnovasi lalu digunakan sebagai masjid. Satu jalan di Bankstown ini berisi gedung-gedung victory, di mana sebagian ada yang tidak beroperasi lagi dan dijual.
“Kami Bangsa Indonesia, community Indonesia di Sydney, alhamdulillah beli satu gudang, victory, untuk dijadikan masjid. Kami beramai- ramai sokongan (patungan), terutama warga Indonesia dari Padang (Sumatera Barat), kami bersatu beli victory ini. Satu jalan ini semua gedungnya pabrik. Kami sokongan membeli satu victory dan gudang untuk masjid. Alhamdulillah,” kata perempuan yang memberi narasi dalam video tersebut.
Terlihat mobil berjajar di sepanjang jalan di depan masjid baru itu. Selain masjid yang dikelola muslim Indonesia, ada pula masjid lain di Bankstown yakni Bankstown Mosque yang dikelola oleh IFAM (Islamic Forum for Australian Muslims).
Masjid lain yang dikelola diaspora Indonesia adalah Al Hijrah Mosque di Tempe, Sydney, New South Wales. Lokasinya sekitar 20 menit dari perkotaan. Masjid Al Hijrah merupakan satu dari sekitar 340 masjid yang ada di Australia.
Ustadz Ali Abdullah, salah satu pengurus Masjid Al Hijrah, mengatakan, kepada Abdul Nazar kru channel Youtube KJRY Sydney, seperti dikutip DutaIndonesia.com dan Global News Rabu (3/4/2024), bahwa masjid ini kebanggaan muslim Indonesia di Australia.
Yang menarik, Masjid Al Hijrah dulu merupakan gedung bekas Gereja Jehovah Witness yang dibeli muslim Indonesia di Negeri Kanguru tahun 1991. Lalu diubah menjadi masjid tahun 2015.
Sekarang gedung itu sudah menjadi pusat peribadatan dengan program dakwah dan pendidikan Islam, seperti TPA untuk anak-anak, program binaan mualaf, kajian agama, sholat lima waktu, Jumatan, Tarawih, dan sholat Idul Fitri maupun Idul Adha. Namun, untuk sholat ied tidak di dalam masjid ini sebab tidak akan bisa menampung jumlah jamaah. Lembaga yang mengelola masjid ini, Centre for Islamic Education and Da’wah (CIDE), mengadakan sholat Ied di tempat yang lebih luas.
“Jamaah biasanya masjid penuh. Sekitar 200 orang, sebagian besar orang Indonesia sendiri, yang lainnya campur latar belakangnya, karena dekat kota dan bandara. Ada yang mau jemput saudara atau teman di bandara atau bekerja, mampir sholat di sini. Masjid ini baru direnovasi sebelum Ramadhan. sehingga ada perbaikan di sana sini,” kata Ustad Ali Abdullah.
Soal status gedung ini, kata dia, sudah sejak awal berizin sebagai tempat ibadah berupa gereja. Karena itu, saat berubah menjadi masjid tidak perlu izin baru lagi.
“Secara umum di Australia gedung ini izinnya untuk tempat ibadah. Di Australia banyak masjid yang dulu awalnya gereja. Karena saking sepinya jemaat lalu dijual dan kadang-kadang dibeli muslim, termasuk muslim Indonesia. Sekarang tempat ibadah yang paling hidup itu ya masjid ketimbang yang lain-lain,” katanya.
Centre for Islamic Education and Da’wah (CIDE) di negara bagian New South Wales mengadakan Salat Tarawih di Masjid Al Hijrah dan di CIDE Academy di daerah Mount Druitt. Elvo Satria dari CIDE NSW, mengatakan, tahun ini CIDE mendatangkan Dr KH Agus Setiawan, Ustadz Ahmad Susilo, Amirwan dan Ustadz Ilham untuk memimpin kegiatan ibadah Ramadhan bagi warga Indonesia di Sydney dan sekitarnya. Karena antusiasme umat Islam menyambut Ramadhan tahun ini meningkat, maka kapasitas Masjid Al Hijrah yang hanya sekitar 120 orang, kini ditunjang oleh bangunan di bagian belakang yang juga sudah dibeli oleh muslim Indonesia.
“Rumah ini seukuran empat kamar tidur dan telah kami beli sehingga digunakan untuk menampung sebagian jamaah dan juga ditinggali oleh para ustadz yang datang dari Indonesia,” kata Elvo dikutip dari detik.com.
Sama dengan di Bankstown, ibu-ibu dan bapak -bapak ramai melakukan iftar di halaman depan bangunan masjid di kompleks pergudangan di daerah Coburg, Melbourne. Aneka makanan dan jajanan dijajakan untuk menggalang dana bagi kegiatan Ramadhan tahun ini.
“Banyak kegiatan Ramadhan atau lazim disebut Tarhib yang dilaksanakan pihak Surau Kita,” ujar Novian Abu Bakar, takmir masjid tersebut, menjelaskan mengenai bazaar makanan pekan lalu.
Selain Surau Kita, ada dua center lain yang dikelola Indonesian Muslim Community of Victoria, yaitu Masjid Westall di daerah tenggara Melbourne dan Masjid Baitul Makmur di Laverton. “Tahun ini kami mengundang dua orang ustadz dari Indonesia, yaitu Mokhamad Yahya dan Gun Gun Syihabuddin. Mereka mengisi kegiatan ceramah keagamaan,” ujar Novian kepada Farid Ibrahim dari ABC Indonesia.
Bulan Ramadhan tahun ini bertepatan dengan perubahan jam di wilayah Timur Australia yang dikenal dengan sebutan daylight saving. Tepatnya pada 2 April 2023, penanda waktu dimundurkan 1 jam mulai Pukul 3 pagi, setelah sejak awal Oktober 2022 dimajukan 1 jam.
“Daylight saving berpengaruh pada pengaturan jadwal kegiatan Ramadhan, karena pada sekitar 10 hari pertama, waktu berbuka sekitar Pukul 19:30 dan salat Isya sekitar Pukul 21: 00,” ujar Novian.
Namun setelah Daylight saving berakhir pada 2 April, waktu berbuka berubah menjadi sekitar Pukul 18:11 dan salat Isya sekitar Pukul 19:30.
Menurut Novian, pengaturan kegiatan Ramadan di Surau Kita dibagi menjadi 10 hari pertama, kedua dan ketiga, dan para jamaah telah diminta untuk menyesuaikan jadwalnya.
“Kita tidak ingin menimbulkan kebingungan di kalangan jamaah terutama mengenai jadwal sholat Tarawih,” katanya. Penyesuaian jadwal ibadah terkait dengan daylight saving juga dilakukan di masjid-masjid lainnya.
Lain lagi suasana di Masjid Baitul Makmur. Takmir masjid ini, Andri Barliana, menjelaskan pihaknya membentuk kepanitiaan khusus Ramadhan. “Masjid ini berdiri 10 tahun lalu dan telah mengantongi izin sebagai tempat ibadah sehingga banyak kegiatan Ramadhan yang bisa kami lakukan,” jelasnya.
Andri menyebutkan selain Tarawih dan ceramah agama, pihaknya juga menggelar kegiatan lomba azan, kuliah tujuh menit (kultum) dan menghafal Al-Quran bagi kalangan generasi muda.
Masjid Baitul Makmur mulai tahun ini, kata Andri, mendatangkan imam tetap dari Indonesia, dengan menggunakan Religious Worker Visa, yang diseleksi dari beberapa kandidat.
Sama juga di Masjid Westall. Menurut takmirnya, Rosihan Anwar Pettarukka, kegiatan Ramadhan diisi dengan buka puasa bersama komunitas Indonesia yang dilaksanakan setiap akhir pekan.
“Jadi acara buka bersama yang ramai pada akhir pekan dilakukan delapan kali, dan ada 16 komunitas yang menyiapkan dan menyajikan konsumsi,” jelas Pettarukka.
Ia menyebut sebagai masjid Indonesia yang terbesar di Victoria, Masjid Westall selalu dipenuhi jamaah setiap kali menggelar kegiatan buka bersama. “Jamaahnya bukan saja dari komunitas Indonesia tapi juga umat Islam lainnya dari berbagai negara,” katanya.
Menurut Pettarukka, penceramah dari Indonesia Dr Aep Saepulloh mengisi kegiatan keagamaan di Masjid Westall dan dua masjid lainnya secara bergiliran. “Selain Tarawih setiap malam, kami juga mengadakan berbagai lomba untuk anak-anak dan mahasiswa serta menggelar itikaf pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan,” katanya. (Gatot Susanto)