Madrasah “Renewable Energy” Al Furqan: Santri Hafal 30 Juz Plus Ahli Energi Baru Terbarukan

oleh
Salah satu kegiatan Madrasah Al Furqan yang melibatkan masyarakat. Inzet: Natarianto Indrawan, PhD. kolah
Salah satu kegiatan Madrasah Al Furqan yang melibatkan masyarakat. Foto lain: Natarianto Indrawan, PhD.

Pondok Pesantren (Ponpes) yang di dalamnya memiliki Madrasah Al Furqan ini unik. Lokasinya memang di Desa Bantan Kecamatan Membalong Kabupaten Belitung, tapi santrinya mendapat bekal keahlian global di bidang energi baru terbarukan (EBT). Maklum saja, salah satu pengelola ponpes tahfidz ini adalah Natarianto Indrawan, PhD., mantan peneliti di Departemen Energi Amerika Serikat (AS) sekaligus Founder FlexiH, LLC, sebuah perusahaan rintisan dalam mendukung pengembangan Hidrogen Hub (H2Hub) di Amerika Serikat (AS).

Oleh Gatot Susanto

PENGALAMAN Natarianto Indrawan sebagai peneliti dan praktisi pengembangan hidrogen ramah lingkungan di Amerika Serikat (AS) tampaknya diimplementasikan pula untuk mendukung transisi energi di Indonesia. Selain memberi masukan kepada Pemerintah, termasuk kepada BUMN energi PLN dan Pertamina, Natarianto juga menerapkan proses transisi energi dalam skala kecil di Pondok Pesantren dan Madrasah Al Furqan. Lembaga pendidikan ini memilih tagline green madrasah Tahfidz Quran.

“Madrasah ini sejak awal kita rencanakan mengusung konsep lingkungan yang terbaik sebab konsep ini ada di dalam kitab Al Quran. Sulit atau memang belum pernah ditemukan dalam kitab yang lain seperti Injil, Taurat, Zabur dan lainnya, sementara di dalam Al Quran dan banyak hadist Nabi Muhammad SAW yang menekankan soal pentingnya manusia memelihara lingkungan, sehingga kami termotivasi membuat madrasah Al Furqan ini dan berupaya mewujudkan dalam muatan lokalnya. Salah satu di antaranya adalah memanfaatkan limbah kelapa sawit berupa limbah kayu dan biomassa sebab di sekitar Madrasah Al Furqan ada beberapa perkebunan kelapa sawit, yang limbahnya seperti ranting, cangkang, dan biomassa lainnya, bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi,” katanya kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (6/12/2023).

Natarianto Indrawan
Dr Natarianto Indrawan

Selain itu, kata ahli hidrogen asal Belitung ini, di musim panas pengelola pesantren berencana memasang solar panel, meski mereka tahu intensitas panas matahari di Belitung tidak seperti di Nusa Tenggara Timur yang intensitas panas mataharinya cukup memenuhi syarat keekonomian bagi program solar power.

“Di NTT sangat efektif sementara di daerah lain tidak terlalu baik, karena itu perlu di-back up dengan beberapa format renewable energy lainnya sebab wilayah Indonesia tidak termasuk yang bisa mencapai nilai keekonomian untuk solar power, yang mensyaratkan intensitas sinar mataharinya di atas 7 kilo watt per meter persegi per hari, sementara pengukuran LIPI di lebih dari 40 titik tersebar di beberapa wilayah Indonesia itu hanya 4,8 kilo watt per meter persegi per hari,” ujarnya.

Namun demikian, Al Furqan tetap memasang solar power untuk memanfaatkan sinar matahari khususnya di musim panas. Bahkan saat ini sudah dipasang di musala yang lama.
“Sedang di musala yang baru, masjid utama, belum kita pasang, sebab kita sekarang masih fokus mengumpulkan dana dulu,” katanya.

Selanjutnya Al Furqan nantinya juga akan mengolah limbah organik menjadi energi. Saat ini sampah kota di Pulau Belitung banyak dibuang. Sampah-sampah itu ada yang di-landfill-kan, tapi pihaknya menawarkan konsep lain.

“Kami gunakan metode lain yang lebih baik daripada landfill sebab landfill, dalam pengolahan sampah ini, merusak tanah, apalagi banyak limbah plastik,” katanya.

Maka, yang paling baik dikelola dengan thermal process. Ini teknologi yang sedang diupayakan untuk diterapkan di Al Furqan. Dia lalu mencontohkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo Solo yang baru beroperasi pada Senin (30/10/2023) lalu.

“Mungkin kita sudah menyaksikan peresmian PLTS Solo yang kini sudah beroperasi dengan memanfaatkan teknologi gasifikasi atau semacam itu. Saya kira itu bagus. Saya katakan itu lebih baik daripada landfill, itu yang nanti kita upayakan dengan memanfaatkan limbah organik. Plastik kita kelola menjadi hidrogen, atau produk turunannya seperti amoniak dan lainnya. Tapi itu jangka panjang, jangka pendeknya adalah memanfaatkan limbah kelapa sawit yang melimpah di wilayah Belitung tadi. Hanya tantangannya saat ini adalah fundraising untuk pembangunan asrama dan penyempurnaan bangunan masjid dulu,” katanya,

Pemilihan konsep green madrasah dengan energi baru terbarukan bukan hanya untuk penerangan lingkungan ponpes saja, tapi juga untuk menyiapkan skill para santri di bidang energi baru terbarukan tersebut. Artinya, madrasah ini memfasilitasi para santrinya untuk memiliki keahlian di bidang energi baru terbarukan.

Karena itu banyak area untuk pembelajaran para santri, seperti dua area pertanian, area perikanan, peternakan sapi, kebun raya, instalasi pengolahan air, dan instalasi pengolahan air limbah. Selain itu ada pula gedung Usaha Kecil Menengah (UKM).

“Kami membuat madrasah hijau di Bangka Belitung ini untuk menjadi sarana, fasilitas pendidikan, berupa practical skill set, keahlian praktis, yang bisa langsung diimplementasikan di dunia kerja bagi para santri atau siswa Al Furqan di masa depan, tentunya kita fokus pada renewable energy, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan renewable energy ini, sebab demand terhadap pekerjaan ini sekarang sangat sangat tinggi,” jelasnya.

Seperti diketahui saat ini Indonesia sedang bergerak meninggalkan energi fosil ke EBT dalam rangka Net Zero Emission 2060. Perusahaan energi seperti PLN dan Pertamina gencar menjajaki peluang bisnis di bidang energi hijau ini. Termasuk berkolaborasi dengan perusahaan asing. Karena itu, sekarang dan yang akan datang diperlukan banyak SDM di bidang renewable energy.

“Jadi pembekalan terhadap santri terkait materi ini diberikan dalam perjalanan pembelajaran mereka di madrasah selama beberapa tahun, bagi anak-anak sampai mereka menyelesaikan 30 juz hafalan Al Quran. Nanti dilanjutkan dengan menempuh pendidikan yang lebih tinggi mengikuti kurikulum yang sudah ditentukan oleh Kementerian Agama RI,” katanya.

Dalam proses belajar mengajar itulah, kata dia, para santri dibekali dengan keahlian-keahlian yang sangat dibutuhkan oleh kebutuhan lapangan pekerjaan saat ini dan yang akan datang. Keahlian bidang renewable energy tersebut termasuk pemasangan solar panel, instalasi electric charging station, berkebun hidroponik, peternakan biogas, dan produksi green amoniak untuk industri pupuk. “Semua kita realisasikan satu per satu setelah bangunan masjid utama dan asrama santri sudah selesai,” katanya.

Yayasan Insan Cendikia Furqani mendirikan Ponpes/Madrasah Al Furqan pada tanggal 8 April 2013. Tujuanya untuk memberikan pembelajaran Al Quran berkualitas tinggi bagi para pemimpin masa depan yang memiliki kesadaran tinggi dalam menjaga kelestarian lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Al Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW.

“Tidak ada seorang pun di antara kaum muslimin yang menanam pohon atau menabur benih, kemudian dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, melainkan ia merupakan sedekah,”katanya mengutip salah satu Hadist Nabi Muhammad SAW.

Pembangunan seluruh fasilitas di ponpes yang menelan biaya sekitar $ 1,7 juta dibagi menjadi tiga tahap. Natarianto Indrawan berharap BUMN khususnya BUMN energy PLN maupun Pertamina bisa mendukung program hijaunisasi ponpes/madrasah ini baik Madrasah Al Furqan maupun ponpes/madrasah lain di Tanah Air.

“Tentu saja, sekiranya BUMN termasuk Pertamina dan PLN dapat mendukung hijaunisasi madrasah dan pondok pesantren di seluruh Indonesia. Hal tersebut akan berdampak langsung pada masyarakat dalam bidang ekonomi dan lingkungan. Aktivitas hijaunisasi yang dilakukan akan berdampak pada terciptanya lapangan pekerjaan serta mendukung upaya dekarbonisasi pemerintah dan masyarakat global saat ini. Sumber daya Madrasah dan Pondok Pesantren dengan segenap santri yang ada akan sangat penting dalam pelestarian lingkungan dan pembangunan desentralisasi energi berbasis muatan lokal yang sangat beragam di tanah air, seperti energi biomassa, sampah organik, peternakan, termasuk energi fossil seperti batubara dan minyak, jika dikelola dengan konsep hijau. Sebagai contoh, instalasi solar panel akan membantu masyarakat pedesaan dalam akses energi bersih yang bermanfaat dalam menunjang aktivitas harian khususnya proses belajar mengajar yang dilakukan, dan meningkatkan akses terhadap ketersediaan air bersih dan lain sebagainya,” katanya.

Sebelumnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, bahwa Pondok Pesantren merupakan salah satu pondasi utama kemajuan ekonomi umat. Oleh karena itu, agar umat Islam yang mayoritas di negeri tak hanya menjadi buih, BUMN terus memperkuat komitmen dalam meningkatkan kualitas pendidikan di ponpes yang penting bagi kemajuan peradaban dan perekonomian Indonesia. Salah satunya Erick Thohir menyaksikan seremoni pencanangan program kolaborasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) BUMN di Jawa Timur yang berlangsung di Pondok Pesantren Qomaruddin, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jumat (10/6/2022). Kegiatan ini berupa program bisnis terapan (vokasi) PesantrenPreneur bagi 26 Pondok Pesantren di Jawa Timur. (*)

No More Posts Available.

No more pages to load.