SURABAYA| DutaIndonesia.com – Terdapat sejumlah kondisi yang menuntut seorang muslim harus (wajib) melakukan mandi besar atau mandi junub. Demikian juga dianjurkan (sunnah) untuk mandi sebelum beberapa jenis sholat.
Hal ini dijelaskan Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim MA, saat memberikan pengajian Subuh di Ponpes Amanatul Ummah, Siwalankerto, Surabaya, Rabu (1/8/2023), pada para santriwan dan santriwatinya.
Berdasarkan kitab Muchtarul Hadist, disebutkan ada 7 kondisi, di mana seseorang wajib melakukan mandi besar (junub). Asal kata janabah itu sendiri berarti jauh, lawan dari kata dekat.
Disebut jauh karena seseorang yang sedang berstatus janabah dia sedang dalam posisi jauh (tidak bisa melakukan) sebagian ritual ibadah, semisal sholat , membaca Al Quran serta berdiam diri di masjid.
Istilah janabah ini digunakan untuk menunjukkan kondisi seseorang yang sedang berhadats besar karena telah melakukan hubungan suami istri, ataupun sebab-sebab lainnya, janabah dan hadas besar itu adalah dua kata yang mempunyai maksud yang sama.
Jika ada seseorang yang berkata sedang dalam kondisi janabah, itu berarti dia sedang dalam keadaan berhadats besar.
Tujuh penyebab seseorang memiliki janabat dan diwajibkan untuk mandi besar, di antaranya:
Pertama, keluarnya air mani seorang lelaki. Bagaimanapun cara keluarnya, disengaja (masturbasi) atau mimpi, atau dengan cara hubungan suami istri, semua wajib mandi. Ternyata hal ini tak hanya berlaku untuk laki-laki saja.
Perempuan juga dapat keluar mani, dan bagi perempuan juga memiliki kewajiban yang sama jika mani keluar dari mereka.
Dari Ummi Salamah RA bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya RA, “Ya Rasulullah sungguh Allah tidak malu bila terkait dengan kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila bermimpi? Rasulullah SAW menjawab: “Ya, bila dia mendapati air mani.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kedua, berhubungan suami istri.
Apabila berhubungan suami istri disertai keluarnya mani atau tidak, meski hanya sebatas bertemunya dua kemaluan, maka kondisi itu sudah membuat seseorang wajib mandi. Rasulullah SAW bersabda:
“Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya maka hal itu mewajibkan mandi.”
Ketiga, wanita yang telah selesai masa haid.
Kewajiban mandi ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Baqarah ayat 222: “Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid, dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”
Keempat, selesai masa nifas. Nifas adalah darah yang keluar mengiringi keluarnya bayi juga darah yang keluar setelahnya. Keluarnya darah nifas ini mewajibkan mandi walaupun ternyata bayi yang dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia.
Setelah darah ini berhenti, maka bersegeralah untuk mandi, agar bisa menjalankan aktivitas ibadah yang selama ini tertinggal.
Kelima, wanita yang telah melahirkan. Kewajiban mandi ini didasarkan kepada ijma (konsensus) para ulama, seperti yang tegaskan Ibn Al Mundzir.
Bagian dari hal yang mewajibkan seseorang mandi, walaupun melahirkannya tidak disertai nifas. Menurut penuturan sebagian dari para suami memang ada sebagian istri mereka yang melahirkan tanpa nifas.
Keenam, orang yang meninggal dunia. Ini adalah kondisi terakhir yang membuat seseorang wajib mandi, karena sudah meninggal dunia dan tidak mampu untuk mandi sendiri, maka kewajiban memandikan berada dipundak mereka yang masih hidup.
Rasulullah SAW berkata saat salah satu putri beliau meninggal dunia, “Mandikanlah dia tiga kali atau lima kali atau lebih dari sana.” (HR Bukhari dan Muslim)
Ketujuh, Orang yang baru masuk Islam. Perkara Islamnya seseorang kafir ini memang masih menjadi perdebatan di antara para ulama, apakah mereka wajib mandi atau tidak.
Para ulama dari Mazhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa orang kafir yang masuk Islam wajib mandi.
Diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwa Tsumamah bin Atsal RA dahulunya baru masuk Islam, lalu Rasulullah SAW berkata, “Bawalah dia ke salah satu dinding bani fulan, dan perintahkanlah dia untuk mandi.” (HR Ahmad).
Selain itu besar kemungkinan bahwa mereka yang kafir itu pernah mengalami status berhadas besar, baik karena mimpi atau hubungan suami istri sehingga atas dasar inilah mereka wajib mandi.
Kalaupun sebab janabah itu sendiri tidak ada, tetap saja masuk Islamnya itu menjadi sebab mandi. Dan dalam kedua mazhab ini kewajiban mandi ini tidak membedakan antara mereka yan kafir asli dan murtad.
Kedelapan, mandinya orang sakit gila dan ayan. Setelah sembuh dari salah satu penyakit tersebut (gila dan ayan), orang tersebut wajib mandi besar. Karena sangat mungkin saat menderita gila atau ayan, mengalami keluar air mani dan lainnya.
Mandi Sunnah
Sedang dalam beberapa kondisi, seorang muslim juga disunnahkan untuk mandi. Kondisi tersebut antara lain:
- Mandi sebelum Sholat Jum’at
- Mandi sebelum Sholat Idul Fitri
- Mandi sebelum Sholat Idul Adha
- Mandi sebelum Sholat Istisqah (minta siraman air/hujan dari Allah)
- Mandi sebelum Sholat Gerhana Matahari
- Mandi sebelum Sholat Gerhana Bulan
- Mandi sebelum Sholat Tengah malam
- Mandi sebelum Sholat Mayit
- Mandi setelah Memandikan Jenazah
- Mandi sebelum memakai kain ihrom
- Mandi sebelum memasuki kota Makkah
- Mandi sebelum Wukuf di Arafah,
- Mandi sebelum Lempar 3 Jumroh
- Mandi sebelum melakukan thawaf (baik thawaf qudum, ifadah, wada’)
- Mandi sebelum ke Musdalifah. (Moch. Nuruddin)