Sedangkan kerja sama internasional dalam penilaian kesesuaian meliputi saling pengakuan dan saling keberterimaan hasil penilaian kesesuaian. Kerja sama ini berupa pengembangan skema saling pengakuan dan saling keberterimaan hasil penilaian kesesuaian yang dilakukan oleh BPJPH bersama dengan lembaga nonstruktural yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang akreditasi dengan lembaga akreditasi negara setempat.
Adapun kerja sama internasional dalam pengakuan sertifikat halal merupakan kerja sama saling pengakuan sertifikat halal yang dilakukan BPJPH dengan lembaga halal luar negeri yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat halal.
“Namun apabila di negara setempat tidak terdapat lembaga halal luar negeri, maka pelaku usaha wajib melakukan sertifikasi halal ke BPJPH.” tambah Mastuki.
Kepala Pusat Kerja Sama dan Standardisasi Halal BPJPH, Siti Aminah, menambahkan bahwa saat ini sejumlah negara juga tengah berkoordinasi dengan BPJPH untuk mempersiapkan kerja sama JPH. Selain itu, BPJPH juga telah menerima permohonan kerja sama dari berbagai lembaga halal luar negeri. Penyiapan kerja sama internasional ini dilakukan BPJPH dengan berkoordinasi bersama Kementerian/Lembaga terkait.
“Dengan adanya kerja sama G-to-G antara kedua negara, maka kerja sama BPJPH dengan lembaga halal luar negeri dapat dilangsungkan. Namun apabila di negara setempat tidak ada lembaga halal luar negeri, maka pelaku usaha dapat melakukan sertifikasi halal secara langsung ke BPJPH,” kata Siti Aminah.
Untuk dapat melalkukan kerja sama dengan BPJPH, lembaga halal di luar negeri harus memenuhi sejumlah persyaratan. Di antaranya, lembaga tersebut haru memiliki: (1) legalitas lembaga dan struktur orgaisasi; (2) daftar dewan syariah/ulama; (3) daftar auditor halal dan biografinya; (4) ruang lingkup inspeksi produk halal berdasarkan kompetensi dan penilaiain akreditasi kesesuaian halal.
Selanjutnya, (5) bukti pengakuan negara setempat tentang keberadaan lembaga halal; (6) bukti pengakuan negara setempat sebagai lembaga keagamaan Islam; (7) rekomendasi dari KBRI di negara setempat; (8) bukti pengalaman kerja sama lembaga halal dengan berbagai negara/institusi; (9) bukti sertifikat halal yang dikeluarkan dan masih berlaku; (10) bukti akreditasi dari Badan Standar Nasional (ISO 17065 dan ketentuan syariah); dan (11) bukti memiliki laboratorium atau kerja sama dengan laboratorium yang terakreditasi oleh ISO 17025 dan memiliki alat PCR untuk identifikasi DNA dan gas chromatography (GC) untuk penentuan kadar etanol.
Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya Direktur INNOPRI Inès Barhoumi, Koordinator Bidang Kerja Sama JPH Subandriyah, serta para fungsional di BPJPH. Pertemuan menghasilkan kesepakatan untuk dilanjutkan dengan pembahasan draft MoU kerja sama oleh tim teknis dari masing-masing negara. (kemenag.go.id)