Oleh Masdawi Dahlan
PUASA Ramadan tahun 1445 Hijriyah ini mengandung makna tersendiri bagi kaum muslimin Indonesia. Betapa tidak puasa tahun ini bersamaan dengan momentum Pemilu tahun 2024 yang hingga kini terus berjalan proses pentahapannya.
Pemilu tahun ini terasa khusus, karena pelaksanaannya mengalami dinamika yang sangat kontras dengan pemilu tahun sebelumnya. Banyak pengamat menilai Pemilu tahun ini merupakan Pemilu langsung paling buruk sepanjang era reformasi yang bergulir sejak tahun 1998 lalu.
Sesuai dengan fungsinya, puasa Ramadhan diharapkan bisa menjadi momentum bagi umat Islam Indonesia untuk melakukan introspeksi, menahan diri dan mencermati kembali berbagai perilaku politik yang telah dilakukanya selama ini.
Para ulama merinci puasa Ramadan setidaknya memiliki empat fungsi penting. Pertama fungsi menahan diri, introspeksi, pembelajaran dan peningkatan kepedulian sosial. Puasa Ramadhan merupakan satu kesatuan aktifitas ibadah yang apabila kaum muslimin bisa mengambil hikmahnya maka akan melahirkan sosok manusia Indonesia bermental paripurna.
Sebagai momentum pengendalian diri, karena puasa berasal dari akar kata asy syiam yang artinya menahan diri. Dalam Al Quran Allah SWT berfirman : “Wahai orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa (ash shiyam) sebagaimana diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu bertaqwa,” ( QS Albaqarah : 183).
Mengendalikan diri maknanya puasa adalah manusia dilatih menahan diri agar tidak mengumbar hawa nafsu negatif atau terjebak melakukan perbuatan mungkar. Bagi orang yang berpuasa dilarang menuruti hawa nafsunya.
Manusia yang berpuasa ketika tengah mengalami masalah, harus berusaha menahan agar tidak terlalu jauh marah yang berkepenjangan, namun harus menahan dan secara bijaksana, berfikir untuk mencari solusi yang terbaik. Itu dilakukan untuk kebaikan diri juga dalam rangka menemukan penyelesaian terbaik.
Terkait dengan Pemilu tahun 2024 ini, umat Islam sebagai mayoritas yang berada di berbagai kelompok atau tim sukses pasangan Capres-Cawapres maupun partai politik harus menahan diri tidak mengumbar dendam dan kemarahan akibat ketidakpuasan atas proses politik yang terjadi.
Bagi yang merasa dirugikan, sekalipun harus menemui kekecewaan maka kekecewaannya harus dilakukan dengan mengikuti prosedur yang berlaku, tidak main hakim sendiri. Tidak berarti dengan keharusan menahan ini lalu perjuangannya menuntut keadilan jadi kendur, tetap berjalan penuh semangat dengan mengikuti mekanisme dan aturan main yang ada.
Begitu juga bagi yang merasa diuntungkan dengan proses politik yang berjalan, hendaknya juga mengendalikan diri. Kelompok ini yang dicurigai telah melakukan kecurangan dan berbagai tuduhan lainnya harus menahan diri agar tidak menambah tingkat kecurangannya hanya untuk mempertahankan kepentingannya dengan memanfaatkan kedekatannya dengan penguasa.
Makna puasa Ramadan yang kedua adalah momentum muhasabah atau introspeksi. Puasa Ramadan adalah waktu jeda bagi kaum muslimin untuk berkontemplasi sejenak mengevaluasi apa yang telah dilakukannya sepanjang satu tahun sebelumnya. Dengan introspeksi kaum muslimin bisa mengetahui tentang kesalahan yang dilakukannya untuk kemudian dilakukan perbaikan. Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa berpuasa Ramadan dengan penuh keimanan dan introspeksi, maka dia akan diampuni dosa dosanya yang telah lalu,” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam hadits di atas dosa yang telah lalu maknanya jika umat Islam melakukan kesalahan dan perilaku politik yang menyimpang, dengan berpuasa secara serius maka akan menemukan jalan keluar dengan damai dan penuh kesadaran untuk memperbaiki kesalahannya. Sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara akan berlangsung baik.
Dengan melakukan introspeksi, maka semua kelompok yang berseberangan dalam Pemilu tahun 2024 ini akan menemukan rujukan pikiran jernih berada dalam kesadaran guna menyelesaikan persoalan dengan bijaksana. Introspeksi perlu dilakukan karena kompetisi dalam politik hanya bagian dari ikhtiar lima tahunan untuk meninjau pemetaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Semua pihak harus menuju kepada tujuan utamanya yakni memiliki kewajiban memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara.
Fungsi puasa Ramadan yang ketiga adalah sebagai momentum berliterasi lagi atau bulan pembelajaran memperkuat kembali petunjuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran. Umat Islam harus terus memperkaya literasi tentang bagaimana menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Allah SWT berfirman : “Pada bulan Ramadan diturunkan di dalamnya Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan juga berisi penjelasan tentang bagaimana mendapatkan petunjuk tersebut dan pembeda antara yang haq dan yang batil,” QS Al Baqarah : 185)
Umat Islam harus kembali membaca dan mendalami dalil yang mengatur tentang kehidupan politik berbangsa dan bernegara yang ada dalam Al Quran maupun yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Semua itu nanti harus dijadikan landasan dalam menjalani proses politik dan juga harus dijadikan landasan dalam merumuskan kebijakan politik.
Terakhir makna puasa Ramadan sebagai momentum peningkatakan kepedulian sosial. Puasa Ramadan adalah pembelajaran bahwa kehidupan sosial dan ekonomi harus seimbang, tidak boleh yang kaya tambah kaya yang miskin makin miskin. Dengan berpuasa manusia akan merasakan bahwa ketimpangan ekonomi tidak baik dan berbahaya karena akan menghambat proses akselesari budaya dan pembangunan. (*)