Reformasi Polri dan Buronan yang Masih Berkeliaran

oleh
Ulul Albab
Ulul Albab

SURABAYA | DutaIndonesia.com – Isu reformasi Polri kembali mengemuka. Dua puluh lima tahun pasca-reformasi, perjalanan kepolisian dinilai masih menyisakan banyak pekerjaan rumah. Di sisi lain, daftar panjang buronan besar yang tak kunjung tertangkap menjadi sorotan publik dan menimbulkan tanda tanya soal keseriusan penegakan hukum di negeri ini.

Hal tersebut disampaikan oleh Ulul Albab, Ketua ICMI Jawa Timur sekaligus akademisi Administrasi Publik yang konsen pada isu good governance dan reformasi tata kelola Polri. Dalam wawancara bersama media ini, Ulul Albab menegaskan bahwa reformasi Polri tidak bisa dilepaskan dari persoalan buronan yang hingga kini masih bebas berkeliaran.

“Reformasi Polri bukan hanya soal memperbaiki citra dan internal organisasi. Tolok ukur nyatanya ada pada keberanian dan efektivitas Polri dalam menangkap buronan besar yang merugikan negara triliunan rupiah. Kalau itu belum tuntas, publik akan terus meragukan komitmen reformasi,” ujar Ulul Albab.

Reformasi yang Masih Terjal

Menurut Ulul Albab, sejak dipisahkan dari ABRI dan berdiri sebagai institusi sipil, Polri sudah menunjukkan perubahan signifikan. Namun, berbagai kasus besar—mulai dari pembunuhan berprofil tinggi, suap, hingga kekerasan aparat terhadap massa—masih membayangi kepercayaan publik.

“Harapan masyarakat sederhana saja, Polri harus benar-benar menjadi pelindung dan pengayom, bukan justru sosok yang menakutkan atau mudah terseret kepentingan politik. Untuk itu, rekrutmen harus bersih dari KKN, penggunaan teknologi ditingkatkan, dan yang paling penting adalah transparansi serta keterlibatan publik dalam pengawasan,” jelas Ulul Albab.

Baginya, modal terbesar Polri bukan sekadar peralatan canggih, melainkan kepercayaan masyarakat. Tanpa itu, semua jargon reformasi hanya akan menjadi slogan kosong.

Buronan: Luka Lama yang Belum Sembuh

Dalam refleksinya, Ulul Albab juga menyoroti fenomena buronan kelas kakap yang hingga kini sulit dijangkau hukum. Kasus-kasus besar seperti BLBI, Jiwasraya, Asabri, hingga E-KTP masih meninggalkan nama-nama yang hidup nyaman di luar negeri.

“Setiap kali ada daftar buronan dirilis, masyarakat selalu bertanya: kenapa sulit sekali menangkap mereka? Apakah mereka lebih lihai, atau ada tangan-tangan yang sengaja melindungi?” tegas Ulul Albab dengan nada kritis.

Ia mengakui, ada kendala diplomasi, perjanjian ekstradisi, dan kerja sama internasional yang tidak mudah. Namun, alasan-alasan itu menurutnya tidak cukup meredakan keresahan publik ketika melihat uang rakyat lenyap, sementara pelakunya bebas.

Dua Isu, Satu Benang Merah

Ulul Albab menilai, isu reformasi Polri dan buronan ibarat dua sisi mata uang yang sama. Keduanya menjadi ujian integritas institusi kepolisian.

“Sayangnya, publik masih melihat paradoks. Pelanggar kecil seperti salah parkir cepat ditindak, tapi mereka yang merugikan negara ratusan miliar bahkan triliunan lenyap entah ke mana. Reformasi Polri akan dianggap berhasil jika keberanian menangkap buronan besar itu diwujudkan. Itu ujian utamanya,” ujar Ulul Albab.

Agenda Reformasi ke Depan
Sebagai akademisi, Ulul Albab menawarkan beberapa langkah konkret untuk memperkuat reformasi Polri:
Transparansi penuh dalam rekrutmen, promosi, dan penanganan perkara.
Pengawasan eksternal yang lebih kuat dari masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga independen.

Pemanfaatan teknologi digital untuk melacak buronan lintas negara dengan kerja sama internasional.
Peningkatan integritas internal, agar tidak ada oknum yang justru melindungi buronan.

Menurut Ulul Albab, wajah-wajah polisi yang tulus mengabdi di lapangan masih ada, tetapi kebaikan individu tidak cukup jika sistem masih memberi ruang bagi praktik koruptif.

Harapan dari Jawa Timur

Sebagai Ketua ICMI Jawa Timur, Ulul Albab menekankan pentingnya menjaga optimisme. Ia mengajak masyarakat untuk terus mendoakan agar hukum benar-benar tegak.

“Di banyak daerah, kita masih melihat polisi yang berintegritas, membantu masyarakat di tengah bencana, menjaga keamanan dengan dedikasi tinggi. Itu wajah reformasi yang sejati. Tinggal bagaimana sistem mendukung agar praktik baik itu menjadi kultur, bukan pengecualian,” tutup Ulul Albab.

Di penghujung wawancara, Ulul Albab kembali menegaskan bahwa reformasi Polri dan upaya menangkap buronan adalah agenda besar bangsa yang saling terkait. Ujian sejatinya, kata dia, bukan pada jargon, melainkan pada tindakan nyata: apakah hukum mampu tegak tanpa pandang bulu, atau masih tunduk pada kuasa dan uang. (gas)

Catatan Redaksi: Wawancara dengan Ulul Albab ini dilakukan dalam suasana refleksi di hari Jumat pagi, yang menurutnya menjadi momentum tepat untuk merenungkan cita-cita keadilan dan integritas hukum di Indonesia.

No More Posts Available.

No more pages to load.