Seri Sainstek Bagian 2: Mesin Membuka Mata Hati Ketauhidan

oleh
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Niyama berkapasitas 2 x 18 Mega Watt (MW) merupakan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang memanfaatkan teknologi hidro.
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Niyama berkapasitas 2 x 18 Mega Watt (MW) merupakan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang memanfaatkan teknologi hidro.

“Dia-lah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk rupa…”
(QS. Al-Hasyr: 24)

Di tengah hiruk-pikuk kemajuan teknologi, muncullah sebuah ciptaan manusia yang luar biasa: kecerdasan buatan, atau Artificial Intelligence (AI). AI adalah mesin yang bisa menjawab, menganalisis, bahkan meniru gaya bicara manusia. Sebagian orang menganggap AI sebagai puncak kemajuan. Tapi bagi seorang mukmin, AI justru adalah jendela untuk memahami Tauhid lebih dalam.

1. AI Membuktikan Keterbatasan Ilmu Manusia

AI adalah hasil dari pengumpulan data, algoritma, dan logika yang disusun oleh manusia. Maka, semakin canggih AI, justru makin jelas bahwa:

Manusia mampu menciptakan sistem kompleks. Tapi manusia tetap tidak tahu segala sesuatu. Karena semua kecerdasan itu berasal dari ilmu yang telah Allah izinkan diketahui.

Allah berfirman:
“...Kecuali sedikit ilmu yang diberikan kepada kalian.” (QS. Al-Isra: 85)

AI mengingatkan kita: kecanggihan bukan berarti kemandirian, dan pengetahuan bukan berarti kemahatahuan. Semua hanya terjadi karena Allah mengizinkan.

2. AI Tidak Punya Kesadaran, Hati, dan Ruh

AI bisa bicara seperti manusia, tapi ia tidak memiliki ruh. Ia tak punya cinta, iman, atau rasa syukur. Di sinilah letak pelajaran Tauhid:

AI bisa memproses kata, tapi tak bisa merasakan makna doa, AI bisa menjawab tentang Tuhan, tapi tak bisa bersujud,

AI bisa menghafal Al-Qur’an, tapi tak bisa menangis karena ayatnya.

Maka siapakah yang memberi manusia keistimewaan ruh, hati, dan fitrah?
Tidak lain dan tidak bukan: Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

3. AI Mengajarkan Kerendahan Diri

Semakin kita melihat betapa AI bisa belajar dengan cepat, kita menyadari:
“Kalau mesin saja bisa begitu ‘pintar’, bagaimana dengan Penciptanya pencipta mesin?” Tentu saja Maha Pintar, Maha Mengetahui.

Yang perlu dipahami juga bahwa AI punya keterbatasan. Ia tidak bisa menyimpulkan makna di luar logika,

AI juga tidak bisa mengenal Allah.
AI hanyalah cermin kecil dari kebesaran ilmu Allah.

Manusia menciptakan AI. Tapi siapa yang menciptakan pikiran manusia?
Manusia menanam logika ke dalam chip. Tapi siapa yang menanam akal dalam otak manusia?

4. AI Bukan Tuhan Baru, Tapi Bukti Keagungan Tuhan

Beberapa futuris dan ilmuwan mulai berbicara seolah AI bisa menjadi “Tuhan baru” umat manusia. Tapi inilah saat kita, umat beriman, harus menjawab:

AI tidak bisa menciptakan kehidupan.
AI tidak bisa menghidupkan atau mematikan.
AI tidak bisa mengampuni dosa.
AI tidak bisa menenangkan hati yang gelisah.

Allah berfirman:
Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Penutup: Tauhid Di Era Teknologi

AI bukan ancaman bagi iman, tapi tantangan untuk menguatkan Tauhid.
Karena justru di tengah teknologi yang makin tinggi, kita semakin sadar akan kebesaran Allah.

Bahkan, jika seluruh kecerdasan manusia digabungkan, dan seluruh superkomputer digandengkan, mereka takkan pernah bisa menciptakan seekor nyamuk sekalipun. Karena hanya Allah yang Maha Pencipta. (*)

*Bambang Hariawan adalah pengamat sosial, agama dan politik.

No More Posts Available.

No more pages to load.