Oleh Imung Mulyanto (Wartawan Surabaya Post)
JURNALIS menulis puisi? Ternyata itu sudah dilakukan pendiri Surabaya Post, Abdul Azis (1922-1984), sebelum era kemerdekaan. Untuk menggelorakan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan, A. Azis merasa tak cukup hanya menulis berita, tajuk, esai, dan artikel. Tokoh pers Indonesia ini juga menulis naskah sandiwara, cerpen, dan puisi. Karya-karyanya mendapat pujian Usmar Ismail dan para sastrawan di era 1945.
Oleh ibundanya, sejak usia 4 tahun, Azis memang sudah dididik menjadi manusia berwatak sesuai ajaran Islam. Sang ayah, Ali Sastroasmoro, seorang pamong praja, asisten wedana, adalah pribumi terpelajar, elit tradisional. Oleh sang ayah, tahun 1929, Azis dimasukkan ke sekolah umum dan sekolah agama. Pagi hari di Hollands Inlandsche School (HIS) di Sumenep, sore harinya di madrasah. Tapi seiring kepindahan sang ayah, Azis menamatkan HIS di Pamekasan.
Tahun 1936, Azis melanjutkan ke Gouvernements Technische School – Koningen Emma Scholl (KES) di Surabaya. Di sini Azis menjadi satu-satunya siswa dari Madura dan selalu menjadi juara. Sejak di KES Azis sudah menjadi pengasuh dan penulis buletin sekolah Kes Blad. Di sini Azis tumbuh menjadi intelektual muda yang idealis. Tahun 1941 Azis lulus dari KES dengan predikat pujian.
Meski mendapat panggilan untuk meneruskan ke Technische Hooge School (Sekolah Tinggi Teknik) di Bandung, Azis memilih bekerja di Marine Surabaya yang kelak menjadi PAL. Saat pecah Perang Pasifik, 1942, saat usia 20 tahun, Azis beralih haluan menjadi wartawan. Cuma di surat kabar apa yang dipilih, tidak ada data yang jelas, kecuali berkantor di Aloon-aloon Straat 30 Surabaya. Saat itu ada tiga media yang berkator di situ, yakni Soerabaiasch Handslsblad, De Indische Courant, dan Pewarta Perniagaan.
Menurut pengakuan Azis sendiri, tahun 1942 dia menjadi redaktur harian Soeara Asia. Setelah itu menjadi wartawan Soeara Rakjat dan memiliki kolom Varia. Tampaknya Surabaya Post yang kemudian didirikannya bersama sang istri, Toety Amisoetin Agoestinah Soekaboel, 1 April 1953, banyak terinspirasi oleh Soerabaiasch Handslsblad.
Patut dicatat, sebelum mendirikan Surabaya Post, Azis bersama teman-temannya sebenarnya pernah mendirikan Soeara Rakjat, Merah Putih, Majalah Tindjauan, dan Harian Berita.
Azis mengenal Toety sebagai sesama jurnalis. Kala itu Azis wartawan Soeara Rakjat dan Toety wartawati Antara. Pasangan ini menikah di Blitar 1 Januari 1949. Dari pernikahan ini mereka dikaruniai 4 anak, tapi seorang wafat saat masih bocah. Ketiga yang hidup Glady Indriani Azis, Indra Jaya Azis, dan Iwan Jaya Azis.
Harian sore Surabaya Post kemudian tumbuh menjadi koran terkemuka di Indonesia. Setelah A. Azis wafat pada hari Senin, 4 Juni 1984, Surabaya Post dilanjutkan oleh sang istri, Toety Azis sampai beliau wafat. Lalu dilanjutkan putra keduanya, Indra Jaya Azis, hingga Surabaya Post dilikuidasi pada April 2002. (*)
PUISI PUISI A.AZIS
1. Djandji
Tepatilah Djandji
(Andjoeran Tyuuoo Sangi-in*)
Memang:
Moedah berdjandji, siap berbakti,
oentoek pertiwi, korbankan diri,
relakan harta, djiwa dan raga.
Tapi:
Tiada arti, djikalau djandji,
hanjalah djandji, tiada boekti.
Malah:
Haroes terasa, adalah dosa,
berdjandji rela, korbankan njawa,
laloe ternjata, tiada soeka,
berikan harta, benda belaka
Njata:
Hanja dia, djiwa hampa,
rela djandji, segan boekti.
Maka:
Biar binasa, badan dan njawa,
biar sengsara, tidak berpoenja,
sekali djandji, nepati mesti.
Karena:
Bagi Pertiwi, bahagia sedjati,
boekan negeri, tegak berdiri,
bernafas djandji, tidak berboekti,
boekan poetera, berlagak djaja,
kaja harta, miskin djiwa …
Soeara Asia, 3 Maret 2605, hal. I, kol. 6
Sumber: Buku A. Azis Wartawan Kita, 1985.
*)Tyuuoo Sangi-in atau Chuo Sangi-in adalah badan pertimbangan pusat yang dibentuk pemerintah militer Jepang di Indonesia 1943. Kala itu diketuai Ir. Soekarno. Tugasnya: (1) Mengajukan usulan kepada pemerintah; (2) menjawab pertanyaan pemerintah tentang politik; (3) Memberikan pertimbangan tentang tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah militer Jepang.
2. Djiwa Moeda
Djiwa remadja
Harapan Bangsa,
Djiwa gembira
Penoeh bertjita
Dalam bertjita
Sanggoep ketjewa,
Dalam ketjewa
Tetap bertjita.
Dalam bertjita
Dalam ketjewa
Tahan derita
Tetap gembira
Soeara Asia, 7 Djoeli 2605, Hal. II, Kol. 5
Sumber: A. Azis Wartawan Kita, 1985
3. Bersatoelah !
Bersatoelah, wahai Bangsakoe
Bersatoe, erat berpadoe
bersatoe, sikap oetama
bersatoe, koeat sentaoesa
bersatoe, dasar bahagia
Bersatoe, djauhkan perpetjahan
selisih agama, pangkat, golongan,
mendjoendjoeng persatoean kebangsaan
karoenia tjiptaan Toehan
Bersatoelah, wahai Tanah Airkoe
Bersatoe, bantoe membantoe
bersatoe, mendjoendjoeng tjita
bersatoe mendjoendjoeng tenaga
bersatoe, menjoesoen negara
Bersatoe, djaoehkan perpetjahan
pertikaian sesama kebangsaan,
Menggalang lasjkar persatoen
tiang penegak kemerdekaan…
Bersatoelah, wahai noesa-bangsakoe
Bersatoe, madjoe menjerboe…!
Soeara Asia, 24 Agoestoes 2605, Hal. II, Kol. 4
(Sumber: A. Azis Wartawan Kita, 1985)