SURABAYA| DutaIndonesia.com – Seperti diketahui, Jum’at, 10 November 2023, kemarin, dalam rangka memperingati Hari Pahlawan Nasional, Presiden Joko Widodo, memberikan anugerah gelar kepahlawanan kepada enam orang pejuang kemerdekaan. Satu di antaranya adalah KH Abdul Chalim (Leuwimunding) dari Majalengka, Jawa Barat.
Salah satu tokoh pendiri NU ini (Alm KH Abdul Chalim), adalah orang tua dari Prof DR KH Asep Saifuddin Chalim MA (Kiai Asep), pendiri dan pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, Siwalan Kerto, Wonocolo, Surabaya dan Pacet Mojokerto. Yang berarti pula kakek dari DR Mohammad Al Barra Lc MHum (Gus Barra), Wakil Bupati Mojokerto.
Berikut hasil wawancara khusus dengan Kiai Asep dan juga komentar Gus Barra seperti disampaikan pada NU Online.
Bagaimana komentar Kiai Asep tentang anugerah KH Abdul Chalim sebagai Pahlawan Nasional?
Saya berterimakasih kepada pemerintah, khususnya Bapak Presiden Indonesia, Bapak Joko Widodo, yang telah memberikan anugerah gelar kepahlawanan kepada Abah saya almarhum.
Ini sebagai bukti, bahwa negara dan bangsa kita, adalah negara dan bangsa yang besar. Karena amat sangat menghargai jasa para pahlawannya.
Bagi masyarakat?
Negara kita adalah negara yang bertabur para pahlawan. Jadi saya kira, masih banyak para pahlawan yang belum terungkap, yang layak menyandang gelar Pahlawan Nasional.
Jadi siapa saja, yang anggota keluarganya dirasa memiliki jasa yang besar kepada bangsa dan negara, khususnya dalam merebut kemerdekaan, maka boleh mengusulkan melalui dinas sosial. Nanti setelah lolos oleh tim seleksi di tingkat kabupaten, provinsi dan pusat, berhak mendapatkan gelar itu.
Jangan sampai mereka yang sudah lolos dan memenuhi syarat, kemudian tidak diperhatikan oleh pemerintah.
Ada seleksi ilmiah. Artinya, tim seleksi memerlukan data-data primer sejarah calon Pahlawan Nasional. Kalau sudah layak, ya harus diberi penghargaan oleh negara.
Apakah itu berarti Kiai Asep dulu mengusulkan?
Alhamdulillah saya dulu tidak berkeinginan mengusulkan Abah saya sebagai pahlawan nasional. Akan tetapi saya didatangi oleh Kepala Dinas Majalengka Jabar, akan mengusulkan dan mengupayakan KH Abd. Chalim sebagai Pahlawan Nasional. Ketika itu saya respon sebaik-baiknya, karena itu perwakilan dari pemerintah.
Jujur, memang sudah banyak yang meminta untuk mengusulkan. Kira-kira sepuluh – lima tahun yang lalu, sudah ada yang meminta mengusulkan. Ya dari para ahli sejarah, khusunya NU.
Waktu itu mereka berkata; “Mungkin kiai Asep tidak merasa penting, abahnya almarhum (KH Abdul Chalim) juga mungkin tidak merasa penting, tetapi kami generasi muda, merasa penting untuk diusulkan.
Mendapat desakan-desakan seperti itu, saya sebagai orang muslim, melakukan sholat istikhoroh (Sholat meminta petunjuk dari Allah) dulu. Kenapa ? Karena siapa tahu, Abah saya (KH Abdul Chalim), tidak senang, karena akan mengurangi nilai keikhlasan perjuangannya, karena itu merupakan amal sholehnya.
Tetapi kemudian saya didatangi oleh Kepala Dinas Sosial bernama Pak Iwan, dari Kabupaten Majalangka. Pak Iwan meminta izin saya untuk diperkenankan mengusulkan Abah saya menjadi Pahlawan Nasional. Ya saya anggap itu sebagai jawaban dari sholat istikhoroh saya.
Apa manfaat bagi keluarga?
Bagi keluarga kami, tentu sebagai pengingat bagi kami. Bahwa hidupnya di Indonesia, mengalir darah kepahlawanan. Dan insya Allah mereka bisa meneladani ini. Semoga, di kemudian hari, dari keluarga kami akan terlahir generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia.
Apa betul keluarga Kiai Asep ada trah dari Sunan Gunung Jati?
Soal anak keturunan Sunan Gunung Jati, memang Abah saya dulu punya silsilah. Tapi sama Abah saya dihapus dan berpesan agar tidak boleh diketahui oleh anak turunannya. Agar anak turunan tidak menyombongkan diri.
Tapi saya pribadi pernah diberi unen-unen oleh Abah saya. ‘Bahwa kamu harus berbangga diri, percaya diri, ‘Ajah Weruh Sini Gawe’, aku nak putune ki kuwu Cirebon. Yang berarti, jangan coba-coba, aku anak turunnya Sunan Gunung Jati.
Semoga anak-anak saya, memiliki kepercayaan diri yang baik, tidak sombong dan berbakti kepada bangsa dan negara. Apakah jadi bupati, jadi gubernur, jadi anggota DPR RI dan seterusnya.
Kata Gus Barra
Lalu apa komentar Gus Barra?
“Ini merupakan satu penghormatan yang tiada tara bagi kami, karena dengan begitu keluarga besar KH Abdul Chalim dan anak turunnya dapat meneruskan perjuangannya,” ujarnya.
Dia mengatakan, Kiai Chalim merupakan sosok yang turut berperan dalam perjuangan pendirian organisasi Nahdlatul Ulama. Disebutkan, di awal perjuangan Nahdlatul Ulama Kiai Chalim selalu menyertai KH Abdul Wahab Hasbullah.
“Di awal-awal perjuangan pendirian NU beliau (Kiai Chalim) selalu menyertai Kiai Wahab. Dan pada kepengurusan awal NU beliau menjabat sebagai Katib Tsani (kedua) NU, yang mana katib awal (pertama) dijabat Kiai Wahab,” terang Wakil Bupati Mojokerto ini.
Ketua Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Mojokerto ini meyakini, senyatanya para pahlawan ini tidak butuh gelar penghargaan ataupun penghormatan.
Namun, selayaknya negara bisa menghormati dan menghargai jasa para pejuang terdahulu, agar dapat diteladani oleh generasi selanjutnya. (Moch. Nuruddin)