Gaduh Jelang Muktamar NU, Inilah Tawaran Solusi dari Kader Muda

oleh
Abdul Hamid Rahayaan


JAKARTA|DutaIndonesia.com – Suasana gaduh akibat persaingan antar-kandidat calon ketua umum PBNU menjelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) di Provinsi Lampung membuat kader muda NU prihatin. Apalagi persaingan antar-kubu kandidat ketum PBNU dinilai sudah tidak lagi sehat akibat kepentingan para elite NU.

“Mencermati kondisi NU dalam menghadapi Muktamar NU ke-34 di Provinsi Lampung yang menegangkan akibat adanya berbagai kepentingan para petinggi NU yang maju sebagai calon Ketua Umum PBNU, kami sungguh sangat prihatin,” kata tokoh muda NU Indonesia Timur, Abdul Hamid Rahayaan, kepada pers di Jakarta, Rabu (27/10/2021).

Berbagai kepentingan itu, kata Abdul Hamid, belum lagi pendekatan dalam memperoleh dukungan masing-masing kubu yang menggunakan gaya dan cara yang kurang elegan, sehingga sangat berpengaruh terhadap keutuhan Jamiyah Nahdlatul Ulama.

“Agar tidak terjadi perpecahan yang dapat mengganggu keutuhan warga nahdliyin, saya menawarkan solusi yang bijak yaitu bagi para kiai dan ulama sepuh untuk mengambil langkah penyelamatan NU dengan mencari figur alternatif untuk memimpin dan mengendalikan NU, dengan catatan mengakomodir dua kubu sehingga tidak ada yang merasa dirugikan atau diuntungkan,” ungkap Hamid.

Misalnya KH Said Aqil Siroj diangkat menjadi Wakil Rais Aam, sementara Gus Yahya diangkat menjadi Wakil Ketua Umum. Penasihat pribadi KH Said Aqil ini menyebut, ketua umum PBNU bisa dijabat figur lain yang mempersatukan semua elemen NU.

Menurut Abdul Hamid, cara inilah solusi terbaik untuk menghindari perpecahan yang tajam dalam NU. Jika langkah tersebut tidak dilakukan dan keadaan ini terus dibiarkan maka tentu kehancuran akan terjadi disebabkan kedua kubu tidak saling mengikhlaskan.

“Sebagai orang yang senantiasa mengikuti Muktamar NU dari masa ke masa, saya melihat situasinya sangat berbeda dengan muktamar kali ini, karena masing-masing politisi begitu terang-terangan menunjukkan warna untuk memperlihatkan arah dan dukungan mereka,” ujarnya.

Sehingga pada saatnya, lanjut Abdul Hamid, sudah bisa ditebak jika KH Said Agil Siroj terpilih sebagai ketua umum akan dikendalikan oleh siapa dan dari partai politik mana, sebaliknya bila Gus Yahya pun demikian akan dipengaruhi oleh politisi dan partai politik tertentu.

“Maka untuk menjaga kemandirian NU dan harkat dan martabat NU tidak ada kata lain melainkan NU harus terhindar dari permainan politik praktis, NU harus kembali ke ruhnya yaitu menjalankan politik kebangsaan untuk keutuhan dan keselamatan bangsa dan negara sekaligus melaksanakan ajaran sesuai pedoman yang telah diletakkan oleh pendiri Nahdlatul Ulama,” tegas Abdul Hamid.

Atas dasar itulah, kata Abdul Hamid, solusi terbaik adalah ketua umum PBNU ke depan bukanlah KH Said Agil Siroj atau Gus Yahya namun sebaiknya ada figur pemersatu yang dapat mengayomi serta mampu menghilangkan seluruh perbedaan untuk kebaikan NU, dan seluruh warga bangsa.

“Saya kira inilah jalan tengah yang harus ditempuh untuk kebaikan NU dan bangsa,” pungkasnya.

Sementara itu, Samsul Hadi Karim, pemerhati isu sosial dan politik, mengatakan, dia tidak sepakat dengan adanya tokoh alternatif yang akan menggantikan Kiai Said dan Gus Yahya. “Justru saya tidak sepakat munculnya tokoh alternatif itu,” ujarnya.

Menurut Samsul, NU meskipun di luar gaduh tapi sebenarnya di dalam adem ayem. “Jadi jangan melihat NU dari luar saja, jangan samakan NU dengan ormas lain. Bahwa di NU ada pengkaderan yang jelas dan terukur,” ungkapnya.

Samsul pun menghimbau kepada seluruh pengurus NU di semua tingkatan untuk tetap tenang dan tidak mudah terbawa arus. “Para pengurus harus tetap tenang, fokus saja dengan rencana kegiatan Muktamar NU, semoga Muktamar NU sukses dan menghasilkan pemimpin yang lebih baik,” pungkasnya. (hud)

No More Posts Available.

No more pages to load.