
Nasib Pengungsi
Ibu almarhum yang mantan PMI/TKW tapi kemudian jadi overstayer dan pengungsi di Hongkong di bawah UNHCR itu sempat diamankan polisi, tapi kemudian dibebaskan karena tidak ada unsur kelalaian mengingat saat kejadian perempuan itu pergi ke kantor UNHCR mengambil jatah kebutuhan sehari-hari untuk keluarga tersebut.
“Istilah di sini paperan (paper/kertas, Red.) sebab statusnya sebagai pengungsi lantaran overstay kemudian ditampung UNHCR dan diberi identitas dalam selembar kertas oleh lembaga PBB tersebut;” kata Hj Fatimah Angelia yang ikut menghadiri pemakaman jenazah Adit, Jumat pagi.
UNHCR adalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai organisasi internasional yang mandat utamanya memberikan perlindungan serta memberikan bantuan berupa pemenuhan kebutuhan dasar bagi pencari suaka dan pengungsi bekerja sama dengan beberapa mitra di beberapa negara termasuk di Hongkong.
Sedang Hj Fatimah adalah Ketua PCI Muslimat NU Hongkong yang juga petugas pemulasaran jenazah di Happy Valley.
Kali ini Hj Fatimah tidak ikut memandikan jenazah. Namun dia berpartisipasi membuat surat bantuan mencarikan donasi dari Trustees of the Islamic Community Fund of Hongkong dan persiapan pemakaman yang dilakukan menjelang salat Ashar.
Hj Fatimah sedih melihat kejadian yang menimpa Adit. Dia juga sedih melihat kondisi mantan PMI seperti ibunya Adit yang kemudian menjadi pengungsi. Mantan PMI ini, kata dia, enggan pulang ke Indonesia karena malu gagal menjadi PMI di Hongkong atau merasa tidak akan bisa hidup enak di kampung halamannya.
Sementara statusnya di Hongkong sudah overstay sehingga dia memilih jalan pintas menjadi pengungsi agar bisa ditampung UNHCR.
“Hidup mereka lumayan enak sebab dijamin oleh UNHCR tapi seperti orang tidak punya negara,” katanya. (gas)