Peringatan Hari Kartini 2024 juga banyak dilakukan di luar negeri. Hal itu karena banyak pula perempuan Indonesia berkiprah di sejumlah negara. Para diaspora perempuan Indonesia itu mengabdikan dirinya untuk kemajuan Indonesia di mata negara lain. Berikut kisah Kartini-Kartini masa kini yang ada di sejumlah negara.
Oleh Gatot Susanto
ADALAH Vanny Tousignant, founder dari New York Indonesia Fashion Week (NYIFW), aktif membantu perempuan Indonesia baik yang tinggal di Amerika Serikat maupun di Tanah Air, melalui event-event yang digelar NYIFW setiap Februari dan September. Sejumlah perempuan diaspora Indonesia di Negeri Paman Sam juga ikut aktif bergabung di NYIFW, yang juga memiliki sekolah mode untuk anak-anak diaspora dari Indonesia.
Bersama Rissa Asnan, pendiri Dangdut in America, misalnya, Vanny juga baru saja menggelar acara Indonesian Fashion, Music, and Culture atau IFMC di Gedung KJRI New York Amerika Serikat pada tanggal 8 Maret 2024. Dalam acara itu NYIFW memberikan award untuk Yulia Giacalone. Diaspora asal Malang Jatim yang sudah lama tinggal di wilayah South Jersey itu mendapat award yang diberikan oleh Dr Reba Renee Perry-Ufele dari Presidential Award Organization. Yulia mendapat penghargaan berupa Presidential Achievements Award, sebuah award tertinggi untuk para volunteers yang banyak berjasa di dalam membantu kegiatan community setempat.
“Banyak sekali kita lihat Kartini-Kartini modern, yang menjadi tulang punggung bangsa dan tulang punggung keluarga. Perjuangan dari RA Kartini untuk memajukan setiap wanita Indonesia dulu tidaklah sia-sia. Sekarang emansipasi wanita Indonesia jelas sudah terlihat dari impact positive yang diberikan Kartini-Kartini masa kini kepada bangsa dan negara mulai dari bagian politik dunia, penataan keuangan negara di dalam negeri, entrepreneur dan juga penggerak fashion,” kata Vanny Tousignant kepada DutaIndonesia.com dan Global News, Rabu (24//4/2024) siang.
Tidak sedikit dari diaspora-diaspora Indonesia yang sudah menetap di luar negeri masih ingin menjadi bagian dari Kartini- Kartini masa kini. Mereka merupakan penggerak dan pencetus ide-ide baru, baik itu di bidang kuliner, music, seni-budaya.
“Seperti saya sendiri di bagian fashion dan seni budaya bangsa Indonesia,” kata desainer asal Maluku yang sudah 30 tahun lebih tinggal di New York ini.
Sebagai founder NYIFW, Vanny berusaha konsisten setiap tahun mempromosikan UMKM Indonesia ke Amerika. Khususnya di bidang wastra Nusantara. Batik dan juga barang kerajinan.
“Saya berusaha konsisten mempromosikan Indonesian fashion kepada dunia international melalui designers dan artis kita yang datang langsung dari Tanah Air ke New York City maupun ke Milan, Italy,” ujarnya.
Vanny berpesan kepada perempuan diaspora asal Indonesia di seluruh dunia, sebagai Kartini masa kini tetaplah menjunjung tinggi harkat dan martabat perempuan Indonesia. “Pesan saya satu, sebagai Kartini masa kini, tetaplah menjunjung tinggi harkat, dan martabat perempuan Indonesia, walaupun kita sudah menetap di luar negeri. Karena melalui kitalah, dunia international akan melihat siapa itu wanita Indonesia. Mari kita memberikan support kepada sesama wanita diaspora Indonesia yang ada di belahan bumi ini dan juga dapat memberikan sumbangan pikiran melalui karya kita kepada NKRI yang kita cintai,” katanya.
Guru Ngaji Asal Gresik
Selain Vanny, Siti Chafsah juga termasuk Kartini masa kini di Amerika. Siti Chafsah merupakan seorang perempuan asal Gresik yang bekerja sebagai guru ngaji. Pada tahun 90-an, dia dan suaminya yang bekerja di kedutaan memulai hidup baru di Amerika Serikat.
Siti menggeluti berbagai macam bidang pekerjaan, mulai dari catering hingga caregiver. Semangatnya sebagai guru ngaji juga membuat Siti kerap mengajarkan anak-anak mengaji di Negeri Paman Sam.
“Saya kebetulan tinggalnya di downtown, dekat ibu kota. Jadi banyak orang Muslimnya, terutama orang Indonesia yang di sini banyak ngumpul. Ada masjid Indonesia juga. Jadi kalau bulan puasa itu kita seperti di Indonesia saja suasananya,” tuturnya, dikutip dari kanal YouTube VOA Indonesia, Rabu (24/4/2024).
Sebagai guru ngaji di AS, ada banyak tantangan yang dia hadapi. Salah satunya adalah karakter anak-anak yang cenderung bersikap kritis.
Meski begitu, Siti tidak goyah. Ia lebih giat mengajarkan Al-Qur’an dengan berbagai metode yang mengasyikkan dan lebih mudah dimengerti.
“Terus akhirnya saya ajarkan Arab (mengaji) dengan artinya. Nah dari baca Al-Qur’an satu ayat, diartikan, saya terangkan. Akhirnya paham, ini tuh ada ternyata di Al-Qur’an untuk support-nya aku bukakan hadisnya. Sekarang dia makin makin berpikir kalau ini tuh semuanya dari Allah,” tuturnya.
Sama dengan Siti, seorang WNI bernama Vicky Nastasha juga menggeluti profesi sebagai guru TK di Jerman. Dalam unggahannya, Vicky menyebut bahwa guru TK di Jerman memiliki gaji awal mulai dari 3.000-3.500 euro atau setara dengan Rp50 hingga Rp60 juta per bulan.
Selain gaji, guru di Jerman juga berhak mendapatkan masa cuti 30 hari di luar tanggal merah. Mereka juga akan mendapatkan THR setiap Hari Natal.
“Waktu cuti ini kita akan tetap dibayar gaji full plus uang THR (di sini bukan di bulan Ramadan tapi waktu Natal) atau disebutnya 13 Monatsgehalt,” kata Vicky dikutip akun Instagram @vicky_nastasha.
Bonus lainnya adalah, Vicky bisa menikmati kegiatan berkeliling Eropa dengan mudah. Hal ini karena setiap negaranya memiliki jarak yang berdekatan. “Bonusnya bisa keliling Eropa lebih mudah karena antar negaranya berdekatan,” paparnya.
Bisnis Tempe dan Restoran
Lihat juga kiprah Rahayu. Kartini modern ini Bisnis Tempe di Afrika. Rahayu menikah dengan seorang pria Nigeria bernama Ezekiel. Saat ini, dia menjalani peran sebagai istri dan Bunda di negara tersebut.
Di sela-sela kesibukan rumah tangga, Rahayu mencoba peruntungan dengan menjadi juragan tempe. Ia memproduksi tempe di rumah bersama asisten rumah tangganya yang bernama Sarah.
“MasyaAllah ini adalah tempe pesanan, ini pembuatannya yang keberapa kali ya teman-teman. Ini masih panas dan besok baru bisa matang. Selain bikin tempe, aku juga bikin toge, kalau toge ini buat makananku teman-teman,” ujar Rahayu, dikutip dari kanal YouTube KIELRahayu O.
Rahayu menjual tempe tersebut dengan harga 1500 Naira atau sekitar Rp20 ribu. Tak disangka, tempe jualannya laris manis.
“MasyaAllah tempenya sudah jadi, masih pematangan sampai besok. MasyAAllah senang banget aku dapat orderan tempe kemarin sampai enam belas biji terus ini lagi diproduksi. Kemarin enam belas, terus sepuluh, ini ada lagi pesanan enam, MasyaAllah,” ungkap Rahayu.
Sementara WNI asal Tegal, Sujono Setiawati, berhasil membuka sebuah restoran di AS. Ia mendirikan rumah makan itu sejak 1999 silam bersama sang suami asal Austria, Raimund Stieger.
Restoran yang diberi nama Euro Bistro itu didirikan di kawasan Herndon, Virginia dan menyajikan hidangan khas Austria dan Jerman. Selain itu, dia juga memberikan sentuhan kuliner Indonesia di beberapa menunya.
“Kadang tak influence-in pake Indonesian, kalau ada acara spesial, kayak wine dinner. Kadang masakannya kan internasional, enggak cuman Jerman saja. Biasa ayam goreng, nasi goreng, biasa aja kayak bakmi goreng, rendang, opor ayam, kayak nasi ayam, kayak nasi ayam dari Semarang,” ungkap Noni, dikutip dari VOA Indonesia.
Kelezatan masakan mereka sukses mencuri hati pelanggan dari berbagai negara. Salah satu pelanggan setia, Dana Rodgers sudah rutin berkunjung ke restoran mereka sejak 20 tahun lalu hingga sekarang.
“Ini adalah restoran keluarga yang menyenangkan,” ujarnya ketika menyantap hidangan pencuci mulut Chocolate Mousse di Euro Bistro. (*)