Oleh Imam Shamsi Ali*
HARI-hari ini Umat di seantero dunia mengingat kelahiran baginda Rasulullah SAW. Manusia terbaik, mutiara di antara bebatuan, utusan terakhir Ilahi untuk menuntun manusia ke jalan kebenaran.
Di tengah ragam perbedaan pendapat tentang kata “maulid” apalagi dikaitkan dengan peringatan, ada satu hal yang penting untuk diingat. Bahwa semua anak-anak Umat ini, setuju atau tidak dengan peringatan itu, semua sepakat bahwa Muhammad itu harus dikenal, diimani, dicintai dan ditaati.
Kesepakatan ini yang seringkali saya istilahkan sebagai “common ground” keumatan.
Poin yang ingin saya garisbawahi bahwa jangan sampai perbedaan pendapat, sesuatu yang alami bahkan terkadang diperlukan, menjadikan Umat ini terpecah dan merobek ikatan ukhuwahnya.
Kata kunci dari relasi antara Rasulullah SAW dan Umat ini adalah “ketauladanan”. Dalam Al-Quran ada dua kata yang dipakai untuk memaknai ketauladanan ini. Yang pertama kata “ittiba’” (ittabi’uuni) yang berarti “mengikut”. Dan yang kedua “uswah” (uswatun hasanah) yang berarti ketauladanan itu sendiri.
Dan karenanya di momen-momen seperti ini hal yang terpenting yang kita perbaharui (tajdid) dan segarkan (refresh) adalah komitmen tauladanan. Yaitu menguatkan komitmen untuk mengikuti jalan atau contoh hidup yang Beliau pernah jalani.
“Jalan hidup” ini yang kemudian dibahasakan dengan kata populer “sunnah”. Sunnah atau jalan hidup Rasulullah mencakup seluruh aspek hidupnya. Bahkan pada hal yang bersifat personal sekali pun.
Sebagai misal, ada sebuah hadits yang menegaskan “pernikahan itu” sebagai jalan hidup Rasul. Memilih untuk tidak menikah tanpa alasan yang dibenarkan secara syar’i dapat dikategorikan memilih jalan hidup yang di luar dari jalan hidup Rasulullah SAW.
“Annikahu min sunnati. Faman raghiba an sunnati falaesan minni” (hadits).
Membangun Peradaban Itu Jalan Rasul.
Sesungguhnya sunnah tertinggi dari Rasulullah SAW itu adalah mewujudkan peradaban dunia. Tentu peradaban yang dimaksud adalah perwujudan dari konsep “baldatun thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur”. Peradaban yang berasaskan “Tauhid”, kuat dengan ubudiyah dan indah dengan karakter (Akhlaq karimah).
Jika kita merujuk kepada kronologis perjalanan Hidup Rasulullah SAW, ada tiga fase yang harus menjadi rujukan.