Menurut Riko, mereka merupakan tukang ojek yang mengantarkan warga sebab jalannya sangat sulit. Bahkan mereka selalu beroperasi ramai-ramai karena medan yang sangat berat itu. Tujuannya agar bisa saling membantu bila menghadapi masalah, seperti motor mati atau terjebak di lumpur, bahkan sangat mungkin bisa terjatuh di medan yang super horor tersebut. Semoga mereka selalu diberi keselamatan oleh Tuhan.
“Iya yang rame-rame itu pengojek. Mereka selalu rame-rame kalau jalan karena biasanya motor mereka ada yang bermasalah di jalan,” katanya.
Riko menceritakan masa-masa sedih saat akses ke desa ini sangat sulit. Betapa tidak, dia dulu harus naik ojek dari kota Sabang ke Seko dengan jarak tempuh sejauh sekitar 120 kilometer. Saat musim hujan ongkos ojek bisa sekitar Rp 1 juta sebab jalannya parah.
“Selama 2 hari 3 malam sehingga kita bermalam di jalan. Soal jatuh dari motor sudah pasti karena jalannya horor banget sehingga mereka harus ramai-ramai saat jalan ke desa, tidak bisa sendiri karena kalau motor tertanam di lumpur harus saling membantu. Sedang tebing yang curam itu karena itu habis longsor, jadi hanya pas untuk jalan motor saja. Tak ada jalan alternatifnya,” katanya.
Karena itu dia berterima kasih sebab Bupati Luwu Utara membangun jalan sehingga memudahkan transportasi warga. “Jalan sudah dibangun. Bulan Juni kemarin baru diresmikan Pertamina di sana, cuman dari Pertaminanya ke desa istri saya masih parah jalannya. Itu posisinya dari Desa Lambiri ke Ambalong masih parah jalannya. Itu kalau musim hujan ditempuh dari Lambiri ke Ambalong sekitar 8 jam. Padahal jaraknya hanya 30 sampai 40 kilo,” katanya.
Namun, sesampai di kampung istri Riko di Desa Ambalong, pemandangannya sangat indah. Kampung yang diselimuti kabut dan dijaga gunung-gunung. Sungguh sangat syahdu. Yang lebih menakjubkan kampung ini banyak menghasilkan kopi.
Selain itu, ada pemandangan lain di kampung ini ketika melihat atap rumah-rumah warga yang terdapat panel-panel mengkilat terkena sinar matahari. Panel-panel itu merupakan listrik tenaga surya. Hal ini dilakukan karena aliran setrum dari PLN belum bisa menjangkau daerah tersebut.
“Kampung kami memang belum dialiri listrik PLN. Jadi, aslinya kami masih hidup di zaman kegelapan. Namun kami bersyukur ada listrik dari genset dan tenaga surya sehingga meski di kampung tapi kami masih bisa mendapat penerangan listrik. Tapi kami belum bisa mengakses internet,” kata Riko.
Riko membenarkan kampungnya sangat indah. “Jalan menuju sini memang sangat berat. Tapi, kalau sudah tiba di kampung istri saya ini, Desa Ambalong, Kec. Seko, beginilah keindahannya,” katanya sambil memperlihatkan foto-foto yang memang indah.
Dia juga menceritakan hasil perkebunan desa ini. “Untuk hasil perkebunan warga di sana rata-rata bertani kopi. Kalau sawah, masyarakat ke ladang untuk menanam padi,” katanya. (Gatot susanto)