SURABAYA | DutaIndonesia.com – Memiliki hati yang lembut, penyabar, dan suka beribadah, agar mudah menerima, menyerap hidayah (petunjuk) dari Allah. Terutama petunjuk di bidang ilmu agama.
Hal ini dijelaskan oleh Prof DR KH Asep Saifuddin Chalim MA (Kiai Asep), pendiri sekaligus pengasuh Ponpes Amanatul Ummah, pada pengajian kitab kuning, Rabu subuh di Siwalan Kerto, Wonocolo, Surabaya (11/9/2024).
Dijelaskan oleh Kiai Asep, bahwa hidayah berasal dari kata istilah yang berasal dari bahasa Arab atau bahasa Al-Qur’an dan telah diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Akar katanya adalah hadaa, yahdi, hadyan, hudan, hidyatan, hidaayatan. Khusus yang terakhir, kata hidaayatan kalau wakaf (berhenti) dibaca hidayah, sebagaimana yang diucapkan dalam bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia istilah hidayah memiliki arti petunjuk atau bimbingan dari Allah SWT.
“Ada tiga perumpamaan ‘hidayah’ agar dapat kalian mengerti. Hidayah Allah pada manusia ibarat air hujan yang turun ke bumi. Perumpamaan pertama, air hujan turun ke tanah yang gembur, sehingga mudah menerima dan menyerap air hujan. Karenannya, tanah gembur tersebut menjadi subur, dan bisa ditanami berbagai tumbuhan, dan kelebihan airnya bisa bermanfaat untuk minum manusia dan hewan,” jelas Kiai Asep.
“Ibarat kedua, air hujan turun pada tanah yang keras, namun tanah tersebut mampu menerima dan menyerap air, lalu mempertahankan air tersebut. Setelah banyak baru dikeluarkan, menjadi sumber-sumber mata air. Bermanfaat pada kehidupan sekitarnya,” lanjut Kiai Asep.
“Dan ibarat ketiga; tanah tersebut berupa pasir. Padang pasir, yang tak mampu menerima dan menyerap tanah, apalagi mempertahankannya. Jadi air berlalu begitu saja, dan seringkali menimbulkan bencana banjir. Tak bermanfaat bagi manusia dan makhluk sekitarnya,” kata Kiai Asep.
“Nah dari ketiga ibarat tersebut, kalian pilih yang mana ? Ya pilihlah yang pertama, jadi tanah yang gembur dan subur. Kalau tak mampu, setidaknya ibarat kedua, tanah yang keras, masih ada manfaatnya meski nggak banyak. Tapi janganlah menjadi pasir, tanah padang pasir, tak mampu menerima hujan (hidayah), jadi gersang apapun tanaman di atasnya meranggas,” jelas Kiai Asep.
Itulah hidayah (petunjuk) dari Allah melalui ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, agar kalian bisa menjalani kehidupan di dunia dengan baik, benar dan selamat.
Hidayah itu hak prerogative Allah. Maka manusia yang harus mencarinya supaya dapat hidayah tersebut. “Kalian mondok dan sekolah di Amanatul Ummah, itu adalah ikhtiar kalian mencari hidayah,” jelas Kiai Asep.
Dikatakan lagi, bahwa hidayah itu amat sangat berharga. Ibaratnya bagi orang Arab, seperti memiliki onta warna merah, harganya akan sangat mahal.
JENIS HIDAYAH
Seorang pakar tafsir dari Mesir, Syaikh Ahmad Mustafa al-Maraghi membagi hidayah menjadi lima macam. Berikut ini penjelasannya:
1. Hidayah al-Ilhami (Instink, Naluri)
Hidayah ini tidak hanya diberikan kepada manusia saja, melainkan juga kepada hewan sekalipun. Hidayah al-Ilhami adalah denyut hati (gerak hati, inpuls) yang ada pada setiap makhluk hidup.
Jenis hidayah ini merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu yang tidak didasarkan pada suatu pemikiran, melainkan hanya berupa dorongan insting hewan. Hidayah ini diberikan Allah kepada manusia sejak bayi.
2. Hidayah al-Hawasi
Hidayah al-Hawasi dapat dikatakan juga dengan hidayah panca indera, yaitu salah satu bagian-bagian tubuh yang peka terhadap rangsangan dari luar, seperti rangsangan cahaya, rangsangan bunyi dan lain-lain. Panca indera yang dimaksud mencakup mata, telinga, hidung, indera perasa, dan indera peraba.
3. Hidayah al-Aqli
Hidayah akal ini diberikan untuk meluruskan kekeliruan-kekeliruan panca indera, sebab kadangkala tangkapan indera kurang akurat, mungkin karena mengalami gangguan atau cacat. Mungkin juga karena kemampuan indera yang terbatas, tidak mampu menyimpulkan, mengakomodasi dan menyalurkan sesuai kebutuhan tubuh.
Akal merupakan perangkat lunak manusia sebagai pengakomodir segala hal yang dihimpun oleh panca indera. Peran akal melebihi peran panca indera, karenanya akal menempati posisi penting bagi segala aktivitas manusia.
4. Hidayah al-Adyani
Hidayah al-Adyani bisa dikatakan juga hidayah agama. Petunjuk agama juga berperan dalam kehidupan manusia, karena akal semata belum bisa sampai kepada kebenaran yang hakiki. Dengan agama, Allah telah menunjukkan kebenaran berupa wahyu Ilahi yang mampu menunjukkan jalan lurus dan mengajari manusia segala sesuatu yang belum bisa dijelaskan oleh akal atau nalurinya.
5. Hidayah Taufiq
Agama bukanlah hidayah terakhir, masih ada hidayah yang jauh lebih penting yakni hidayah taufiq. Hidayah taufiq ini semata-mata hanya berada di tangan Allah, tidak ada satu orangpun termasuk Rasul yang bisa memberikan hidayah ini.
Tidak banyak orang yang memperoleh hidayah taufiq ini, tetapi Allah berjanji kepada manusia. Dia akan memberikan kepada manusia yang bersungguh-sungguh berusaha menjalankan syariat-Nya.
CARA MENDAPATKAN HIDAYAH
Selain berdoa, sebagai umat Islam yang ingin mendapatkan hidayah dari Allah SWT harus diiringi dengan usaha. Karena hidayah datangnya dari Allah, maka yang menghendaki juga hanya Allah.
Dari buku Cara Memperoleh Hidayah Allah Kitab Bidayatul Hidayah, berikut usaha-usaha yang dapat umat Islam lakukan agar memperoleh hidayah:
1. Rajin Beribadah
Segala yang telah ditetapkan Allah SWT, pasti mendatangkan kebaikan kepada umat-Nya. Rajin melakukan ibadah dan memiliki akhlak yang baik akan dipermudah Allah SWT untuk memperoleh hidayah.
2. Banyak Memohon Ampun dan Bertobat
Manusia hidup tidak akan pernah luput dari dosa. Oleh karenanya, rajin-rajinlah mensucikan diri dengan cara memohon ampunan kepada Allah SWT dan bertobat. Jika manusia telah bersih dari dosanya, ia akan segera memperoleh hidayah dari Allah SWT.
3. Memperbanyak Ilmu
Cara berikutnya agar hidayah datang kepada kita adalah dengan memperbanyak ilmu. Baik ilmu duniawi ataupun ilmu agama yang ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Saat ilmu yang telah diperoleh manusia sudah mencukupi, maka ia akan dengan mudah memperoleh hidayah.
4. Menjalankan Gaya Hidup yang Baik
Cara terakhir agar hidayah datang dengan menjalankan gaya hidup yang baik dan selalu menjauhi gaya hidup yang buruk. Baik itu untuk fisik maupun keimanan.(Moch. Nuruddin)